"Karena itu juga merupakan salah satu bentuk dari kamu sebagai manusia untuk mensyukuri anugerah akal pikiran yang diberikan oleh-Nya."
"Hanya saja jika apa yang kamu ketahui berdasarkan pengetahuanmu yang terbatas itu bertolak belakang dengan apa yang kamu yakini, maka di sanalah kamu harus menyadari bahwa akal manusia itu terbatas adanya."Â
"Jangan kamu tukar keyakinan dan keimananmu dengan pengetahuanmu yang terbatas."
Aku terdiam merenungkan kata-kata si lumpur yang terakhir tadi. "Jangan kamu tukar keyakinan dan keimananmu dengan pengetahuanmu yang terbatas."
Hmm... Sebuah kesimpulan etis epistemologis tampaknya.
***
Karena hari semakin mendung dan hujan akan segera turun. Sementara, aku pamit dahulu ke teman baruku "sang lumpur sawah".
"Pur...maaf hari mau hujan ini, aku harus mengangkat jemuran pakaian supaya tidak kehujanan. Kapan-kapan kita lanjutkan dialog teologis epistemologis ini." Kataku pamit ke si lumpur.
"Oke kawan...jangan sungkan-sungkan untuk datang lagi ke sawah ini. Toh kamu juga masih saudaraku." Jawabnya.
Aku tertegun sejenak dengan ungkapan terakhirnya sambil bergumam: "aku ternyata masih saudara si lumpur hitam kelam di sawah."Â
Aku pun beranjak dan melangkahkan kaki pulang.