Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Tiga Cara Manusia Menjelaskan Gerhana Bulan

1 Februari 2018   07:00 Diperbarui: 27 Mei 2021   10:25 4974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: miuc.org)

Keyakinan mitologis lain mengatakan, gerhana bulan terjadi karena bulan terpapar racun yang mematikan. Oleh karena itu, ketika gerhana terjadi sumur-sumur harus ditutupi agar tidak tercemar racun tersebut.

Sementara itu dalam keyakinan agama (Islam) gerhana terjadi sebagai pertanda akan kekuasaan Allah dan tanda keberadaan-Nya. Ini seperti di katakan oleh hadis Nabi:

"Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berzikirlah kepada Allah."

Inti dari pesan tersebut adalah gerhana bulan tidak ada kaitannya dengan kejadian menyedihkan atau menggembirakan. Kejadian tersebut murni merupakan gejala alam sebagai pertanda kekuasaan Allah. Oleh karenanya, umat Islam dianjurkan untuk berzikir (mengingat) Allah dengan salat gerhana.

Gerhana Bulan dalam Pandangan Metafisik
Tahapan metafisik menjadi kelanjutan dari tahapan teologis. Tahapan ini tidak lagi meyakini kekuatan supranatural tetapi kekuatan akal rasional yang logis dalam merumuskan sebab akibat semua gejala alam yang dihadapi masyarakat.

Namun demikian, rasionalitas ini hanya sebatas spekulasi yang dilakukan para filosof. Banyak filosof yang berusaha untuk menjelaskan fenomena dan asal-usul segala sesuatu dari sudut pandang metafisika.

Mengenai gejala gerhana, tidak ditemukan khusus menurut sudut pandang metafisis ini. Hal ini dikarenakan bahwa pandangan metafisika lebih cenderung melihat pada asal-usul alam semesta dan wujud secara keseluruhan.

Ilustrasi (sumber: miuc.org)
Ilustrasi (sumber: miuc.org)
Seorang filosof alam (Thales) mengatakan bahwa alam semesta ini berasal dari air. Filosof lain (Herakleitos) mengatakan alam berasal dari api. Filosof lain (Phytagoras) mengatakan alam berasal dari air, api, tanah dan udara. Filosof lain mengatakan segala sesuatu memiliki daya tarik, daya tolak, bergerak dan berubah.

Maka jika dikaitkan dengan teori metafisika tadi, gerhana bulan merupakan gejala yang membuktikan bahwa terjadi pergerakan di antara benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bintang lainnya. Hal ini juga menjelaskan bahwa terjadi daya tarik dan daya tolak di antara benda-benda langit lainnya.

Sebatas itulah pemahaman mengenai gejala alam menurut sudut pandang metafisika. Metafisika tidak sampai pada tahap pengujian (verifikasi) terhadap teori yang dikembangkannya, apalagi tahapan observasi.

Namun demikian, sudut pandang metafisik ini merupakan cikal bakal dan batu loncatan untuk sampai ke tahap yang terakhir; tahap positif. Tahap di mana gejala-gejala alam didekati dengan ilmu pengetahuan yang kebenarannya bisa diobservasi dan diverifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun