Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kinerja Menteri Susi Dikritisi Atasannya

15 Januari 2018   13:53 Diperbarui: 15 Januari 2018   14:19 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kembali muncul "gaduh menteri" dalam kabinet Jokowi. Kali ini tema masalah yang jadi sumber kegaduhan cukup lucu dan menggelitik rasa humor kita selaku rakyat biasa. 

Humor yang muncul jika kita sekedar fokus pada kata yang mewakili sumber kegaduhan tersebut. Namun di balik gelitikan rasa humor itu, tersirat pula dalam benak kita semua, atau minimal benak saya sendiri, rasa keprihatinan yang berakar pada harga diri kita sebagai bangsa yang besar. Kata apakah yang membuat saya merasa lucu sekaligus kagum bercampur prihatin? "Penenggelaman kapal".

Ya itulah kata yang akhir-akhir ini jadi perbincangan dan berita di berbagai media massa. Kata yang selama sebelum pemerintahan Jokowi hanya kita dengar ketika ada musibah tenggelamnya anak kecil di sungai atau di danau ketika sedang bermain. Tetapi saat ini, kata tersebut telah menjadi lebih berbobot dan sedikit menghibur telinga rakyat yang mendengar peristiwanya karena yang tenggelam adalah sebuah kapal. Kapal para maling ikan di wilayah perairan Indonesia yang bobotnya tentu beratus-ratus ton. Itulah mengapa saya katakan kata tersebut sekarang menjadi lebih berbobot.

Kata penenggelaman menjadi terasa menghibur dikarenakan baru pada periode Presiden Jokowi kata tersebut menjadi sangat populer di media massa. Popularitas kata itu bukan tanpa alasan. Kata itu digunakan untuk menunjukkan ketegasan, jati diri dan harga diri bangsa kita Indonesia yang selama ini terkesan disepelekan oleh negara-negara lain bahkan oleh negara tetangga kita sendiri. 

Beberapa kali terjadi kasus klaim atau pengakuan yang hampir diartikan sebagai pencurian  terhadap warisan budaya kita oleh negara sebelah. Misalnya klaim bahwa batik merupakan kain tradisional mereka atau rendang, cendol, lagu Rasa Sayange bahkan terakhir kuda lumping juga mau diklaim negara tetangga kita sebagai kebudayaan tradisional mereka. Dan sampai sekarang pun rasa-rasanya pemerintah kita seperti diam saja melihat "pencurian" identitas budaya tersebut.

Sekarang, di tangan seorang menteri Srikandi negeri ini yang banyak dikenal dengan sebutan Menteri Susi, para maling yang mencoba menggasak negara kita dibuat ketar-ketir dan dipaksa melek bahwa negara kita adalah negara yang punya wibawa dan ketegasan. Hanya saja maling-maling yang sedang "digebuki" oleh Menteri Susi ini bukanlah para maling budaya, tetapi maling harta kekayaan alam laut kita. Maling yang kedapatan sedang mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Ratusan kapal maling-maling tersebut sudah dibakar, diledakkan kemudian di tenggelamkan. Untuk apa Menteri Susi melakukan semua itu? Jelas, untuk melindungi kekayaan laut kita dan untuk membuat jera mereka para maling.

Tindakan tegas Menteri Susi dalam kesibukannya melakukan pekerjaan penenggelaman kapal ini bukanlah tanpa dasar, bukanlah merupakan tindakan anarkis terhadap mereka para nelayan negara tetangga. Mana ada di dunia ini, negara yang membolehkan warganya maling di negara lain? Jika mereka kedapatan maling di negara kita dan negara mereka tidak memperingatkan atau memedulikan pencurian rakyatnya terhadap kekayaan laut kita, maka tentu saja kita sebagai pemilik sah harta kekayaan laut tersebut berhak untuk menggebuk mereka. Itu jelas-jelas merupakan salah satu bentuk mempertahankan kedaulatan teritorial wilayah perairan kita.

Salahkah tindakan demikian? Tidak salah pastinya. Karena di samping secara etika, moral bahkan hukum menyatakan bahwa pencurian itu dilarang, juga tidak ada negara di dunia ini yang akan membiarkan pencuri dari negara lain datang dan mengambil harta kekayaan negaranya. 

Selain itu juga, tindakan penenggelaman kapal itu dilindungi oleh undang-undang yang dibuat oleh negara kita sendiri. Dasar hukum tersebut adalah UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Di dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa "penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup." Demikian bunyi undang-undang tentang perikanan sebagai dasar kerja Menteri Susi.

Lalu, apa masalahnya tindakan Menteri Susi melakukan pekerjaan penenggelaman kapal tersebut dipermasalahkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Presiden Yusuf Kalla? Padahal apa yang dilakukan Menteri Susi tersebut dengan dasar moral, dasar etika, dasar harga diri bangsa plus dasar undang-undang negara kita memang sudah merupakan keharusan. 

Keharusan untuk menegakkan aturan etika dan moral, keharusan menegakkan dan menjalankan undang-undang dan keharusan untuk menegakkan wibawa dan harga diri bangsa yang selama ini terkesan dibiarkan ketika terjadi pencurian budaya oleh negara sebelah kita. Adalah hal yang aneh kemudian ketika Wakil Presiden dan Menteri Koordinator yang membawahi Menteri Susi justru menyuruhnya untuk berhenti melakukan penenggelaman kapal-kapal maling dari negara tetangga sebagai salah satu wujud dari pertahanan kedaulatan kelautan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun