Tercatat Positivity rate di Indonesia konsisten di atas 20% sejak awal Januari 2021 lalu. Dengan trend positivity rate yang naik dan menembus level 25%-30%, maka Indonesia mempunyai CT level 4 atau CT tertinggi yang menandakan penularan sangat tinggi.
Tidak hanya angka tes secara keseluruhan yang dapat kita pertanyakan. Penerapan testing juga harus merata dan sesuai dengan kebutuhan jumlah penduduk. Terlihat bahwa testing di DKI Jakarta sangat tinggi relatif terhadap testing di provinsi lainnya. Ini menandakan ketidakmerataan testing yang bisa menjadi biang bias interpretasi data. Secara nasional sudah >=1 tes/ 1000 populasi/minggu. Tapi kenyataannya jumlah itu selalu menumpuk di DKI Jakarta. Bagaimana dengan provinsi lain? Memangnya penularan terbatas di DKI saja? Buktinya positivity rate di daerah lain sangat tinggi, menandakan tingginya level transmisi penyakit.
Bagaimana dengan tracing+isolasi?
Well...., singkatnya: sangat buruk.
Problem tracing dan isolasi adalah turunan dari problem testing. Karena testing merupakan hulu dari tracing + isolasi. Tanpa testing bagaimana kita mengetahui siapa yang terinfeksi, jika tidak tahu siapa yang terinfeksi siapa yang mau ditrace dan diisolasi? Walaupun dengan jumlah testing yang rendah, performa tracing dan isolasi di Indonesia masih belum memuaskan juga kok.
Grafik di atas adalah grafik peta indeks RLI atau Rasio Lacak + Isolasi yang dibuat oleh kawalcovid19 per tanggal 1 Februari lalu. Rasio lacak + isolasi dibuat untuk menakar performa tracing (lacak) + (isolasi) melalui kuantifikasi pelacakan. Singkatnya, RLI adalah jumlah suspek/kasus yang terkonfirmasi.Â
Terlihat bahwa di sebagian besar wilayah Indonesia, indeks RLI ada di warna oranye kemerahan, bahkan hitam di beberapa wilayah seperti Papua Barat dan Bali. Ini menandakan rendahnya RLI atau dengan kata lain sedikitnya orang yang dilacak.
Idealnya, pelackaan atau tracing dilakukan pada setiap orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 dan memiliki kontak erat, sehingga setiap kasus terkonfirmasi bisa didapatkan minimal 30 orang suspek. Setiap suspek kemudian diisolasi, diobservasi, dan dites pada hari >5 setelah kontak.
Dengan penerapan tracing yang benar, risiko penularan yang ada bisa dicegah dan rantai penularan akan terputus.