Tanah bertanya, dan kita pun hanya bisa terdiam menjawabnya. Dalam setiap proyek besar yang meratakan gunung dan menundukkan laut, kita lupa akan kekuatan hati yang harus mendengarkan. Tanah tak hanya tempat bernaung, ia adalah ruang di mana keadilan tumbuh—dan jika kita terus mengabaikannya, kita akan mendapati diri kita sendiri terasing dalam kesunyian.
Reforma agraria yang sejati adalah perpaduan antara teori dan praktik. Badan Bank Tanah sebagai instrumen reforma agraria harus menghadapi dua tantangan utama:
Menghadirkan Keadilan Distributif: Tanah yang dikelola harus kembali kepada mereka yang berhak, terutama petani subsisten yang bergantung pada tanah namun tidak memiliki hak atasnya. Reforma agraria bukan sekadar soal pembagian lahan, melainkan soal memulihkan martabat manusia yang bergantung pada tanah untuk kelangsungan hidupnya.
-
Menumbuhkan Keberlanjutan Ekologis: Tanah harus dikelola dengan tanggung jawab agar tetap subur untuk generasi mendatang. Ini bukan hanya tentang bagaimana membagi tanah, tetapi bagaimana menjaga tanah agar tetap bisa mendukung kehidupan, dengan pendekatan yang lebih regeneratif.
Badan Bank Tanah, dengan semua potensinya, harus berani mengambil langkah nyata untuk mendukung kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya sekadar menjalankan administrasi tanpa memperhatikan dampaknya pada masyarakat dan lingkungan. Untuk mewujudkan ini, transparansi dalam pengelolaan tanah menjadi hal yang sangat krusial. Pengawasan yang ketat terhadap proses alokasi tanah serta peran aktif masyarakat dalam pengawasan menjadi kunci agar tanah tidak jatuh ke tangan yang salah. Selain itu, penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak atas tanah dan pengelolaan yang berkelanjutan perlu diperkuat.
Dalam hal ini, penerapan teknologi menjadi alat yang sangat efektif. Badan Bank Tanah dapat mengembangkan platform digital berbasis sistem data terbuka, yang memungkinkan masyarakat untuk memantau alokasi tanah secara real-time dan mengakses informasi mengenai status pengelolaan tanah. Platform ini akan memperkuat transparansi, memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses pengawasan, dan memastikan bahwa kebijakan agraria tidak hanya berpihak pada segelintir pihak, melainkan untuk kepentingan rakyat banyak.
Tanah sebagai Cermin Peradaban
"Ladang subur,
doa tumbuh dari akar retak.
Harum bunga, menyapa hujan."(Bait ke 4, M Sanantara, 2025)
Refleksi:
Ketika tanah kita subur, begitu pula masyarakat kita. Ladang yang subur bukan hanya soal hasil, tetapi juga soal doa yang tumbuh dari akar yang kokoh. Jika tanah kita terluka, maka kita pun terancam kehilangan harapan akan masa depan yang penuh keadilan. Kita harus menyirami tanah ini dengan kebijakan yang bijaksana, agar bunga keadilan bisa berkembang.
Tanah adalah cermin yang memantulkan jiwa bangsa. Jika tanahnya subur, maka masyarakatnya adil. Jika tanahnya rusak, maka ada yang salah dalam hubungan antara manusia dan tanah.