Selain kasus pungli, kasus suap di kepolisian juga cukup lazim didengar oleh masyarakat. Seperti pemberian "uang damai" maupun "pelicin" agar urusan penyuap cepat terselesaikan. Kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga turut ambil bagian. Namun, ketiga jenis pelanggaran tersebut—dan potensi pelanggaran lain—dapat diminimalisir bahkan dihilangkan jika setiap personel kepolisian bersikap jujur dan tidak mau berkompromi dengan masyarakat yang menggemari "jalur belakang." Lantas, apakah personel polisi yang mereplikasi sikap jujur Jenderal Hoegeng sudah pantas menyandang titel "polisi idaman"?
Menurut saya belum, kejujuran dan integritas hanya salah satu sikap dari personel polisi yang baik. Gelar "polisi idaman" merupakan capaian tersulit layaknya sebuah misi tingkat S—dalam anime Naruto: Shippuden. Setidaknya terdapat beberapa kriteria yang masih harus dipenuhi untuk mendapatkannya. Kriteria tersebut diringkas dalam HARAP. HARAP merupakan akronim dari Humanis, Antirepresi, Responsif, Amanah, dan Profesional. Kolaborasi antara kejujuran, integritas, dan HARAP akan mewujudkan harapan masyarakat yang menantikan kehadiran "polisi idaman" dan institusi Polri yang terpercaya.
Jadi, sosok "polisi idaman" merupakan personel kepolisian yang jujur, berintegritas, humanis, antirepresi, responsif, amanah, dan profesional. Saya berharap sosok Hoegeng akan bereinkarnasi, lahir kembali, pada setiap nurani personel Polri dari struktur komando terendah hingga tertinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H