Kupu-kupu berekor di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung mengingatkan jejak Wallace
Lihatlah kupu-kupu ekor layang-layang yang menawan. Serangga berspesies Graphium androcles ini bercorak menarik, ukurannya pun lumayan besar.
Kupu-kupu dari famili Papilionidae ini khas: ujung sayap bagan belakang menjuntai panjang. Julukannya berasal dari 'ekor' sayapnya, yaitu kupu-kupu swallow tail yang berarti kupu-kupu ekor layang-layang.
Sayangnya, keindahannya bagaikan pisau bermata dua. Lantaran keindahannya, ia diburu para kolektor. Tak heran permintaan pasar atas kupu-kupu ini cukup tinggi. Sayangnya lagi, ia juga tak termasuk dalam daftar tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Padahal, di alam liar, ia terlihat lebih indah: melayang-layang dengan ekor yang menjuntai-juntai. Kupu-kupu punya jadwal di alam. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Papilio gigon dan Ideopsis juventa misalnya bisa di jumpai sepanjang tahun. Namun untuk Kupu-kupu Ekor Sriti mudah dijumpai pada Agustus-September.
Ia menjelajahi habitat di pinggir sungai dan mengisap mineral di pasir sempadan. Uniknya, ia hanya akan singgah di pasir sungai jika ada gerombolan genus Graphium dan Papilio.
"Saya tak pernah menjumpainya singgah sendirian di pinggir sungai. Selalu ada kupu-kupu lain, seperti G. milon atau G. meyeri," ujar Rusman Muliady, pemerhati kupu-kupu.
Perjalanan hidup kupu-kupu ekor layang-layang ini sungguh panjang. Ia melewati berbagai fase: telur, larva, sampai kupu-kupu. Pada fase larva, ia memakan dedaunan Uvaria rufa.
Tumbuhan merambat ini umumnya hidup di pinggian sungai. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung tanaman ini banyak dijumpai di pinggir Sungai Pattunuang. Uvaria rufa pernah dicoba ditanam di Sanctuary Kupu-kupu namun belum membuahkan hasil. Belum ditemukan cara efektif membudidayakan tumbuhan berdaun tunggal ini.
Ekor Sriti lekat dengan Alfred Russel Wallace. Naturalis penjelajah ini mengoleksi beragam satwa utamanya burung dan serangga. Bersama Charles Darwin, ia dikenang dunia keilmuan sebagai penemu teori evolusi melalui seleksi alam.
Namanya kini abadi sebagai garis Wallace yang membatasi kawasan yang kerap disebut Wallacea. Ia mencatat kekagumannya saat pertama kali melihat si kupu-kupu ekor layang-layang, saat perjalanan kedua ke Makassar pada September1857.
Kala itu, Wallace mengunjungi air terjun Bantimurung, saat itu telah menjadi tempat wisata populer. Kupu-kupu Sulawesi yang paling langka adalah target utama pencarian Wallace. Dan ia menemukan banyak kupu-kupu di atas air terjun Bantimurung.
Salah satu kupu-kupu ekor layang-layang yang terbesar dan paling langka. Selama empat hari tinggal di air terjun, saya sangat beruntung memperoleh enam spesimen yang baik."
"Ketika makhluk yang indah ini terbang, ekornya yang putih panjang berkelip-kelip seperti ular-ularan. Dan ketika menetap di pantai, ia mengangkat ke atas seolah untuk melindunginya dari cedera."
Menurut Wallace, kupu-kupu ini sangat jarang ditemui. "Saya tidak melihat lebih dari selusin spesimen, dan harus mengikutinya naik dan turun tepian sungai berulang kali sebelum berhasil menangkapnya. Kupu-kupu ini memang lincah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H