Ayu sedikit takut dengan air. Ia garang saat menuruni gua, namun ia menyerah jika harus berhadapan dengan air. "Saya tidak bisa berenang," ujarnya bertahan tidak mau menerabas genangan air. Indra kemudian mendekatinya, membujuk dan menuntunnya. Akhirnya ia berani.
SELEPAS DARI genangan, perjuangan belum berakhir. Lorong gua makin menyempit, berbentuk seperti huruf "M". Sisi kanan terendam air, sementara sisi lain hanya tersisa sedikit celah. Hanya ada seperti jendela kecil dengan stalaktit yang cukup tajam di atas. Ukurannya yang bisa dilewati tak lebih dari dua jengkal tiap sisinya.
Kami harus merayap punggung melewatinya. Kaki lebih dulu, kemudian badan beringsut dengan waspada memerhatikan stalaktit di atap gua.
Setelah melewati pintu masuk, ruang gua sedikit lebar. Saya kemudian membalikkan badan, merayap lagi beberapa meter. Untuk keluar himpitan sisi gua itu ternyata pintu keluarnya lebih kecil lagi.
Beruntung tim ini memiliki badan yang terbilang langsing sehingga bisa melewatinya. Tak terbayang harus kembali lagi karena badan tak muat.
Keluar dari himpitan itu terdapat ruang yang cukup luas. Kali ini ornamennya menjuntai di mana-mana. Bagaikan display pada pameran seni, beberapa ornamen menyudut dengan bentuk yang menakjubkan.
Aliran air dalam Gua Salukang Kallang membentuk sungai bawah tanah, yang mengalir menjadi pemasok air di luar gua. Tak banyak yang tahu bahwa air yang mengalir hingga ke rumah-rumah di Maros asal muasalnya dari gua ini.
Pasokan air Perusahaan Daerah Air Mimun Maros yang berada tepat di sisi kiri air terjun Bantimurung. Hulu aliran Sungai Bantimurung itu berasal dari Sistem Hidrologi Toakala.
Bahkan gua ini diyakini sebagai "induk sungai bawah tanah" yang tercakup dalam Sistem Hidrologi Toakala dan bermuara di air terjun Bantimurung. Tim Asosiasi Speleologi Pyrnene, Prancis, pada 1992 memetakan sistem hidrologi ini.