Maka, tak mengherankan begitu muncul dan terpilih seseorang yang tak sesuai dengan mitos-mitos arketipe yang masih menyelubungi  alam bawah sadar kita, maka berhamburanlah cibiran pedas dan cemoohan dari sebagian saudara-saudara kita. Planga-plongo lah, tidak cerdas lah, dungu lah. Dan lain sebagainya.
Dia, seperti Ken Angrok dari yang bukan siapa-siapa itu akhirnya bak rising star yang melesat begitu cepat. Menjadi elit baru yang diperhitungkan. Pemimpin idola dan panutan. Lewat kesederhanaannya yang tak berjarak dengan orang-orang kecil. Dia tak sekedar tampil sederhana, melainkan kesederhanaan itu sendiri.
Bahkan ada yang terang-terangan menjadikan namanya semacam 'isme baru'. Laiknya Kemalisme di Turki. Entahlah. Yang jelas, dia memiliki para pengikut yang fanatiknya menyeimbangi militansi mereka yang anggota partai dan ormas.
Sayangnya, menjelang akhir kekuasaan dengan menyandang predikat tingkat kepuasan tertinggi (approval rate) menurut hasil survey itu kini malah menuai kontroversi.
Apakah kekuasaan telah melenakan alam bawah sadarnya? Hingga dia pun terperangkap dalam mitos arketipe yang dahulu menjadi peluru para pembecinya?
Entah siapa mempengaruhi siapa? Siapa yang memanfaatkan siapa? Yang pasti kini namanya telah menjadi wangsa baru. Trah darah biru baru. Yang sejajar dengan para trah darah biru lainnya di jagat perpolitikan modern Indonesia. Dengan segala privilege yang dimilikinya.Â
Bogor, 11 November 2023Â Â Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H