Warisan Budaya
Bagi sebagian orang, jamu kerap identik dengan sejenis minuman tradisional untuk kesehatan. Padahal luluran atau olesan pada permukaan tubuh juga merupakan sebuah produk jamu.Â
Saat ini warisan budaya jamu itu dapat kita jumpai dalam kemasan modern berupa bubuk/serbuk, pil, kapsul, minuman sachet, dan lotion.
Namun serbuan produk modern itu tetaplah tak menggeser para pelaku jamu gendong yang masih punya penikmatnya sendiri. Sekalipun metode pembuatan jamu tradisional seperti yang dilakukan oleh penjual jamu gendong prosesnya amat sederhana.Â
Mulai dari penjemuran, penumbukkan, dan penggodogan dengan peralatan yang juga sederhana seperti lumpang, parutan, kuali, dan panci.Â
Dengan bahan-bahan dari jenis tanaman yang terbagi dalam lima kelompok tanaman, yaitu: rimpang/akar-akaran, daun-daunan, buah, kulit pohon, dan bunga.
"Untuk belanja bahan baku pembuatan jamu ini tiga  hari sekali sepulang jualan," jawab si Mbak saat ditanya penulis.
Hal lain dari keunikan jamu gendong adalah penjualnya yang didominasi kaum perempuan dengan ciri khas berupa kain jarik untuk menggendong bakul keranjang yang berisi botol-botol jamu dengan sebelah tangan menjinjing ember berisi air dan beberapa gelas.
Aktivitas berjualan mereka dimulai dari pukul setengah enam pagi hingga pukul satu atau waktu zuhur yang dijalankan nyaris sepanjang hari.
"Kecuali hari Minggu bisa pulang pukul sebelas," tambahnya. "Karena cukup banyak pembelinya."
Seperti Minggu pagi itu, beberapa orang terlihat minum jamu yang memang murah meriah. Cukup dengan empat ribu rupiah untuk satu gelas minuman menyehatkan. Kecuali jamu kemasan yang harganya kisaran lima ribu ke atas.