Nun jauh di belahan benua lain, bangsa Aztec memakai biji coklat. Sementara di sebagian bangsa-bangsa wilayah Afrika, Asia Selatan, Timur, dan Tenggara hampir seragam alat tukarnya, yaitu kulit kerang. Itulah bentuk-bentuk 'uang' yang disepakati sebagai alat transaksi.
Karena 'uang-uang' tersebut dianggap kurang praktis dan tidak memiliki daya tahan cukup lama, maka konsep atau gagasan sebagai proses kreatif imajinasi terus berkembang hingga akhirnya muncul bentuk uang yang mempunyai nilai sendiri (nilai intrinsik). Bukan untuk dimanfaatkan sebagai komoditi.
Bangsa Mesopotamia Kuno (2.500 SM) disebut sebagai bangsa yang pertama kali memulai peradaban mata uang dari perak, yang dinamai shekel. Bentuknya belum berupa koin. Tapi seonggok perak dengan berat tertentu (8,33 gram). Indikator berat inilah akhirnya yang melahirkan bentuk uang koin sebagai standarisasi dalam bertransaksi.
Bentuk uang koin pertama kali dikenalkan oleh bangsa Lydia (640 SM) pada masa pemerintahan Raja Alyattes. Uang koin dari campuran emas dan perak yang disebut elekrum ini dianggap sangat modern karena ada keterangan nominal dan otoritas yang mengeluarkannya.Â
Inilah asal mula sebuah nilai tukar mempunyai pembanding dengan nilai barang serta adanya otoritas yang melindungi ke-berharga-an (nilai) uang sekaligus kepercayaan terhadap sosok otoritas, yaitu raja.
Dipilihnya emas dan perak sebagai bahan untuk uang koin karena kedua jenis logam tersebut cenderung tahan terhadap cuaca yang lembab sekalipun, tidak terlalu keras sehingga mudah dicetak, dan sangat sulit didapat. Hanya penguasa/otoritas tertentu saja yang bisa memproduksi mata uang tersebut.
Sementara bangsa Yunani di masa Croesus (550 SM) menciptakan uang logam baru selain emas dan perak dengan berbagai gambar yang menarik serta nilai tukarnya ditentukan dari bahan pembuatannya.
Bentuk uang koin emas, perak, dan logam ini akhirnya berhasil mendapatkan kepercayaan yang sangat besar selama ribuan tahun dan mencakup seluruh peradaban bangsa-bangsa. Terutama kawasan Eropa, Afrika, dan Asia.
Kekuasaan Romawi maupun Persia yang meliputi seluruh pesisir laut Mediterania, Eropa Selatan, sebagian Eropa Timur, Afrika Utara, dan kawasan Timur Tengah serta peran para saudagar/pedagang, akhirnya membuat uang koin denarius (denarii/dinar) sebagai mata uang Romawi dan drachma (dirham) yang menjadi mata uang Persia memiliki tingkat kepercayaan dan diterima secara universal.
Karena nama denarii/dinar dan dirham telah menjadi terminologi umum dari uang koin pada masa itu, tidak menutup kenyataan menjadi sebab (causa) diksi dinar dan dirham masuk dalam teks-teks literatur keagamaan Islam. Terutama setelah Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dari Dinasti Umayyah mengadopsi dan menjadi penguasa Islam pertama yang memiliki dinar sendiri.
Hingga sekarang nama dinar masih dipergunakan sebagai nama mata uang di beberapa negara seperti Kuwait, Bahrain, Aljazair, Yordania, Tunisia, dan Libya.