Mohon tunggu...
Lyfe

SID: What Are You Fighting For?

21 September 2015   10:16 Diperbarui: 21 September 2015   10:40 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Jika kami bersama, nyalakan tanda bahaya

Jika kami berpesta, hening akan terpecah

Aku, dia dan mereka memang gila memang beda

Tak perlu berpura-pura, memang begini adanya

(Jika Kami Bersama)

Beda itu bukan kutukan. Tapi jangan asal beda. Beda harus punya rasionalitas. Saya beda dengan orang Amerika, karena saya orang Indonesia, orang Bali, yang juga beda dengan orang Jawa. Itu karena persoalan takdir. Tapi sebagai orang Bali dan membeda-bedakan dengan orang Bali lain, aneh rasanya, apalagi jika malah menyamakan diri dengan orang Barat, berperilaku Barat, dan seterusnya. Itu beda yang aneh, dan dipaksakan. Asal beda.

Oke, kita beda dalam hal itu. Tapi lebih aneh lagi, dalam perbedaan itu keberbedaan juga harus tetap ada. Misalnya saja, penggemar SID (outsiders dan Lady Rose) tak harus bertato kan? Penggemar SID tak harus bergaya pakaian ala SID kan? Tak perlu suka minum-minum kan? Juga, tak harus selalu sejalan dengan mereka, ikut menolak revitalisasi Teluk Benoa juga kan?

Jika mereka faham perbedaan, hargailah perbedaan –perbedaan itu. Semangat untuk melawan para ‘penindas’ punya versi masing-masing. Arung Palakka di Bone melawan penindasnya dari Kerajaan Gowa di bawah pimpinan Hasanuddin, sementara Hasanuddin melawan penindasnya dari kaum Belanda. Tak adil jika kemudian memposisikan Hasanuddin sebagai pahlawan (gara-gara melawan Belanda) sementara Arung Palakka dianggap pengkhianat (karena melawan Gowa dengan meminta bantuan  Speelman yang dari Belanda). Arung Palakka dan Hasanuddin, sama-sama pahlawan, melawan penindasnya masing-masing, untuk konteks masa itu.

Pun jika yang dilawan SID adalah kemapanan, biarlah penggemarnya memiliki lawan kemapanannya masing-masing. Mungkin seperti halnya SID yang meluncurkan buku biografi ‘perlawanan’ mereka di atas kapal pesiar di Teluk Benoa, mungkin kapal pesiar itu bukan ‘kemapanan’ versi mereka! Jika masuk dalam mayor label bukan kemapanan versi mereka (sehingga tidak harus dilawan) itu sah juga. Jika mereka menganggap investor yang akan merevitalisasi Teluk Benoa itu adalah kemapanan, sehingga harus dilawan, silakan saja. Tapi antikemapanan kalian, mungkin kemapanan bagi orang lain yang harus dilawan!

Saya penggemar lagu-lagu SID, dan liriknya. Tapi biarlah saya beda. Tidak bertato, tidak memakai pakaian seperti kalian dan Outsiders lainnya. Dan yang terakhir, saya mendukung revitalisasi Teluk Benoa. Biarlah saya beda, seperti banyak orang lain yang juga beda. Kami juga punya lawan yang harus ditumbangkan, kehancuran Teluk Benoa, mata pencaharian sebagian dari kami yang juga terancam karena itu, dan seterusnya. Saya beda (jika kalian menghargai perbedaan). Bagi saya, Teluk Benoa harus diberesi, saya –mungkin banyak orang lain seperti saya—tak ingin membiarkan Teluk Benoa ‘mapan’ dengan situasinya sekarang, dangkal, kotor, dan tak lagi memberi penghidupan!

Untuk yang terakhir, itu bukan soal selera….

 

Nak Bali nawang melah agen Baline!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun