Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memacu Peningkatan SDM NTT, Catatan Guru Pelosok

30 Desember 2018   18:48 Diperbarui: 30 Desember 2018   20:49 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ditelusuri, ternyata ini berkaitan dengan sistem ketersediaan ketahanan pangan (food security) dan asupan gizi anak dalam keluarga. Anak jarang makan pagi sebelum ke sekolah. Ini tantangan yang luar biasa. Sepanjang pengamatan penulis misalnya, wilayah pesisir selatan TTS yang panas dengan curah hujan rendah berpengaruh besar pada produktivitas hasil pertanian masyarakat. Boleh jadi, ini juga berdampak pada besarnya penderita stunting pada banyak anak di setiap pelosok NTT. Pada hal kita tahu, anak dengan stunting akan bermasalah dengan perkembangan kemampuan kognitifnya. 

Guru
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru harus selalu up to date dengan perkembangan informasi, pengetahuan dan  metode pembelajaran. Selain melalui jalur pelatihan, aspek-aspek tersebut bisa diperoleh secara mandiri melalui aktivitas literasi. Guru tidak boleh berhenti belajar. Tunjangan profesi jarang dipakai untuk kebutuhan peningkatan kapasitas diri, seperti membeli buku, laptop dan perangkat presentasi belajar. Sebagai otokritik, faktanya masih ada guru yang bahkan tidak pernah membeli buku selain buku teks yang dipakai mengajar. Dampaknya,  pembelajaran di kelas menjadi textbook oriented, miskin ide, kurang kreatifitas yang membuat siswa tidak merasa termotivasi untuk belajar.  

Orangtua
Akar dari semua proses pendidikan adalah keluarga. Dalam menjalankan fungsi parenting orangtua harus memiliki kesadaran untuk menjadikan pendidikan anak sebagai prioritas dalam keluarga. Realitanya, keterbatasan secara ekonomi dan latar belakang pendidikan membuat para orang tua di pelosok cenderung menganggap bahwa urusan keberhasilan pendidikan anak sepenuhnya ada di tangan guru dan sekolah.  Padahal, waktu anak bersama orangtua di rumah kurang lebih 16 jam, ketimbang di sekolah yang hanya 8 jam. 

Mestinya, keterbatasan itu bisa dikonversi menjadi motivasi untuk keluar dari jeratan kemiskinan dengan pendidikan sebagai solusinya. 

Pemerintah
Salah satu masalah klasik di lapangan adalah keterbatasan sarana prasarana untuk mendukung proses belajar di sekolah.  Harus ada pemerataan bantuan antar sekolah, agar tidak terjadi ketimpangan yang besar terutama fasilitas sekolah yang ada di kota dan pelosok. Kita memaklumi, pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya termasuk anggaran, tetapi kondisi ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, jika ingin kebutuhan SDM kita di masa mendatang tercukupi dan berkualitas.

Dengan demikian terlihat bahwa, keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sebagai mesin produksi SDM NTT yang berdaya saing, bisa dicapai jika semua pihak dalam ekosistem pendidikan (guru, siswa, pemerintah, orang tua, masyarakat) menjalankan peran dan fungsi dengan baik dan benar. Jika tidak, generasi masa depan kita hanya akan menjadi penonton di "rumah sendiri", karena kelalaian masa lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun