Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memacu Peningkatan SDM NTT, Catatan Guru Pelosok

30 Desember 2018   18:48 Diperbarui: 30 Desember 2018   20:49 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu pintu masuk yang ideal adalah layanan pendidikan bermutu. Di NTT, isu ini penting, tapi belum serius dikelola, terutama pemerintah sebagai penyelenggara layanan pendidikan. Berikut adalah beberapa catatan penulis sebagai guru pelosok, untuk memacu peningkatan SDM NTT di masa depan. 

Pertama, pemerintah provinsi dan kabupaten perlu menggagas peningkatan kapasitas kualifikasi guru melalui program magister bahkan doktor, terutama diseleksi dari guru-guru berprestasi di bidang tertentu. Data BPS 2016, pada jenjang pendidikan dasar sebagai fondasi, ada 36,8% guru yang belum berkualifikasi sarjana, SMP 17,6%, SMA 4,2% dan SMK 10,2%. 

Dengan begitu, jumlah tenaga pendidik yang qualified tersebar merata di seluruh daerah, bahkan hingga ke wilayah pedalaman. Saat ini, meskipun banyak guru bekualifikasi magister, tetapi jumlah mereka justru terkonsentrasi lebih banyak di kota. 

Aksi nyata misalnya, program pemda untuk membiayai guru, minimal 10 magister per tahun.  Maka dalam tempo 10 tahun saja,  akan ada banyak guru berkualitas dengan kualifikasi S2  tersebar di daerah. Dengan kapasitas yang ada, pada level ini daya kreasi dan inovasi dalam memfasilitasi pembelajaran akan semakin berkualitas. Tenaga mereka bisa dipakai sebagai guru, pengawas atau semacam konsultan pendidikan di daerah. 

Ilsutrasi:sumber www.finansialku.com
Ilsutrasi:sumber www.finansialku.com
Kedua, pendekatan lainnya, pemerintah daerah melalui dinas pendidikan memperbanyak pelatihan, utamanya tentang model, metode dan pendekatan pembelajaran yang melibatkan guru secara berkesinambungan. Melalui pelatihan, keterampilan memfasilitasi kelas yang menyenangkan akan tetap terasah. Perkembangan informasi, pengetahuan, media metode, strategi dan pendekatan belajar sangat dinamis, oleh karena itu guru mesti selalu memperbaruhi pengetahuan soal itu, salah satunya melalui media pelatihan. Refreshing training juga akan  menghindarkan guru dari  krisis imajinasi dan kreatifitas.  

Ketiga, untuk mendukung upaya di atas diperlukan advokasi terkait, misalnya, tekanan perlu terus diberikan kepada pemerintah agar komit melaksanakan amanat UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 untuk mengalokasikan minimal 20% anggaran APBD untuk pendidikan, termasuk misalnya untuk mengalokasikan subsidi biaya pendidikan bagi guru-guru.

Di bidang kesehatan, program seperti ini sudah berjalan dibanyak daerah. Caranya, pemda membantu calon dokter putra daerah yang masih menempuh pendidikan, maupun para dokter ahli. Analoginya, dokter yang dibiayai untuk mengurus orang sakit saja bisa, lalu mengapa tidak untuk guru yang bertugas mencetak setiap individu, yang akan berkontribusi dalam pembangunan daerah di masa mendatang? 

Selain itu advokasi anggaran penting, sekaligus untuk membuka peluang memperbaiki mekanisme penganggaran. Mekanisme penganggaran selama ini belum bersifat partisipatif. Belum ada ruang bagi guru, sekolah dan masyarakat untuk menyampaikan masukan dalam proses perencanaan sampai penetapan anggaran. Pada hal, jika ruang itu dibuka, maka dampak selanjutnya adalah, desain program di dinas pendidikan akan bersifat buttom up dan bukan top down seperti yang terjadi selama ini. Program dibuat mestinya berdasarkan usulan kebutuhan dari sekolah. 

Kemudian, dalam beberapa tahun terakhir pasca peluncuran Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), di mana NTT, NTB dan Bali berada dalam koridor ekonomi dengan fokus pada pengembangan di bidang pariwisata, perikanan dan peternakan, sektor yang tampak berkembang pesat adalah pariwisata. NTT kemudian menjadi new tourism territory. Peluang prospektif bagi anak-anak NTT ada di sektor tenaga kerja dalam 10-15 tahun mendatang. 

Sayangnya, secara kelembagaan kita belum punya banyak SMK/politeknik yang memiliki bidang keahlian yang berhubungan dengan pariwisata. Data direktorat pembinaan SMK Kemdikbud tahun 2017,  lulusan SMK tercatat sebanyak 82.171 orang, sementara kebutuhan tenaga kerja di sektor ini sebesar 707.600 orang. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka peluang pertambahan jumlah SMK terbuka lebar, termasuk jika itu dibangun di wilayah NTT.

Pemprov/pemda perlu mengupayakan pembangunan SMK/politeknik minimal di Timor, Flores, Sumba dan Alor sebagai  pencetak tenaga terampil di bidang pariwisata. Seiring pemberlakuan zona ekonomi integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kita tentu saja tidak ingin putra-putri NTT tergusur oleh serangan pekerja asing. Tantangan membangun SDM dari perspektif guru pelosok:

Siswa
Siswa merupakan pusat dari proses pembelajaran  untuk menghasilkan SDM yang bermutu. Perspektif teori behavioristik menekankan faktor kesiapan belajar (readness) yang dipersepsikan secara mental, fisik dan psikis turut berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak.  Faktanya, sebagaimana pengalaman saya berhadapan dengan anak-anak di pelosok Timor Tengah Selatan,  pada jam pelajaran setelah break saja, siswa sudah mengalami penurunan kondisi fisik yang drastis, (kelelahan, lapar). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun