“Ah, jangan teruskan ceritamu!”
Kulihat wajah M@cver tampak sedih ketika aku menyebut gadis anggota palang merah itu. Dia menyimpan banyak kenangan dengan gadis itu. Mereka sangat cocok sebenarnya. Tetapi malang bagi M@cver, ketika dia melamar gadis itu, dia ditolak. Orang tua gadis itu tidak setuju karena M@cver belum memiliki pekerjaan tetap. Padahal saat itu para orang tua selalu mendambakan seorang menantu bekerja sebagai karyawan tambang timah. Ungkapan “tak usah ye menggonde, kalau tidak kerje tetebe” sangat popular waktu itu. Tetebe merupakan singkatan Tambang Timah Bangka (TTB).
“Maafkan aku, Bat! Aku tidak bermaksud menyayat luka baru di atas duka lama.”
“Itu lagu Ebit G Ade!”
“Ha..ha..ha…”
M@cver merangkulku. Kami berpelukan. Berpelukan, seperti teletubis!
“Bagaimana usahamu sekarang?” tanya M@cver kemudian. “Kudengar kamu jadi orang hebat sekarang.”
“Biasalah, Bat. Usahaku memang cukup maju. Tetapi sekarang iklimnya berubah.”
“Berubah bagaimana?”
“Kamu tahu sendiri, aku berhasil menjadi pengusaha sukses itu karena berbesan dengan seorang pejabat. Banyak order-order yang kuterima karena sentuhan tangan dingin besanku itu. Sekarang sudah sulit.”
“Masa iya?!”