Lembutnya Hati Telah Kembali
Oleh: M. Abd. Rahim
***
Pagi ini awan bergulung-gulung dan sedikit mendung. Udara segar pagi menyambut para siswa memasuki pintu gerbang sekolah.Â
Aku dan Irine datang tepat waktu, walau sempat sarapan di warung Tante Tia. Di sepanjang jalan aku ulangi maksud keinginanku agar sepeda mas Kris hari ini bisa kuambil.
Irine yang kukenal masih seperti dulu, tetap menenangkan hati. Walau diriku dalam keadaan kekurangan atau susah dia tetap memberi embun penyejuk bagiku, memberi api semangat yang membara. Irine adalah dari keluarga yang mampu, orang tuanya mempunyai perusahaan dan lancar bisnisnya. Dia adalah anak tunggal, anak satu-satunya yang akan mewarisi kekayaan orang tuanya.Â
"Ok, nanti pulang sekolah tak antar ke servis sepeda motor" Kata IrineÂ
"Jujur aku tak punya uang untuk biaya sepeda masku."
"Tenang, nanti aku yang bayar!"
"Terimkasih banyak ya Rin!"
Beberapa menit kemudian bel masuk ujian berbunyi, banyak teman-tamanku terlambat ujian karena menonton bola. Piala dunia 2022 ini bertepatan ujian akhir semesterku. Ini merupakan ujian berat bagi mereka, disamping tidak ingin melewati clup bola favorit juga mereka harus tetap belajar tiap malam. Bagiku semua itu adalah keniscayaan yang penting bisa membagi waktu, kalau memang jadwal piala dunia yang melebihi pukul 23.00 maka bisa bertanya kepada teman, atau menoton siaran ulang di Youtobe. Pukul 23.00 aku harus tidur, atau sebelumnya. Agar aku tidak bangun kesiangan dan tidak terlambat sekolah.
Hari pertama ujian akhir semester dua mata pelajaran, ujian dimulai pukul 07:00 sampai dengan pukul 09:30. "Alhamdulillah hari pertama ujian kulalui dengan baik." Batinku.
***
Pukul 09:45 aku keluar sekolah. Karena ada beberapa temanku yang bermasalah belum menyelesaikan absensi maupun soal uraian. Aku sudah ditunggu Irine di depan gerbang sekolah.
"Aku sudah di depan gerbang mas!" Irine kirim pesan lewat WA
"Ya sebentar!" Balasku
"Aku ada acara jam 11 nanti?"
"Ok!"
Aku izin ke ibu pengawas dan pak Alif saat itu menjadi teknisi ujian di ruanganku dan aku diizinkan. "Terimakasih pak Alif"
Aku segera keluar kelas menuju di mana Irine menunggu. Di pertengahan jalan Irine minta berhenti karena mau ambil uang di ATM. Dia ambil uang sesuai yang aku jelaskan. Setiba tempat servis sepeda motor, Irine langsung menuju kasir.
"Mas sepeda yang kemarin rusak!"
"Berapa mbak biayanya?"
Irine menyerahkan biaya sepedanya mas Kris.Â
"Terimakasih banyak ya Rin, atas bantuannya!" Kataku dengan mata berbinar. Aku sangat bahagia karena sepedanya mas Kris hari ini bisa aku kembalikan.Â
"Rin, kapan hari akan kuganti semua biaya yang kau keluarkan untuk sepeda ini!" KatakuÂ
"Tidak usah mas, Aku ikhlas." Jawabnya
"Aku janji akan kuganti, terima kasih atas semua bantuanmu!"
Sebelum berpisah denga Irine, aku mencoba menatap wajahnya masih bercahaya, penuh harapan.Â
"Mas nanti malam, bisa belajar bareng kan!" Irine menawariku.Â
"Insyaallah Rin!"Â
Dari kejadian ini hubunganku sama Irine lebih baik, dan saling membari kasih sayang. Selama bersama dia, yang penting aku tetap menjalani norma agama dan masing-masing kami saling menjaga dari batasan-batasan.
Hubunganku sama Irine sudah kembali baik, tapi hubunganku dengan keluarga baruku belum menampakkan kedamaian. Semoga dengan kembalinya sepeda ini mas Kris hatinya berubah.
***
"Mas Kris ini sepeda kamu kukembalikan, sudah aku perbaiki. Terimakasih banyak atas pinjamannya. Dan mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dariku dan sepeda motor ini."
Mas Kris tersenyum dan berkata, "Aku sudah maafkan kamu, sejak kemarin memang saya bertindak berbeda agar kamu bisa bertanggung jawab atas kesalahanmu sendiri. Itu sepeda buat kamu, dan aku sudah dibelikan bapak sepeda yang baru."
"Alhamdulillah, terimaksih banyak mas Kris." Kataku
"Terimakasih kepada bapak ya. Itu sepeda juga yang membelikan bapak. Baru kupakai beberapa bulan."Â
Bapak tersenyum.
"Oya Dit, semua habis berapa biaya sepedanya?" Beliau memberikan 10 uang merah kepadaku.
"Jangan terulang lagi, hati-hati kalau berkendara." Bapak menasihatiku
Kemudian aku memeluknya, "Terimaksih banyak bapak. Maafin Radit ya pak!"Â
Atas tanggung jawabku, mas Kris dan Bapak hatinya kembali lembut seperti dulu. Ternyata mereka sangat perhatian kepadaku dan ibuku.
***
Surabaya, 29 November 2022
Naskah ke-32
***
Silahkan Baca Juga Naskah Sebelumnya:
Naskah ke-1 : Guruku Adalah Orang Tuaku
Naskah ke-2: Sekolahku Adalah Surgaku
Naskah ke-3: Satu Visi, Satu hati
Naskah ke-4: Tragedi di Warung Pak Sugi
Naskah ke-5: Doa Bersama Untuk Para Guru Indonesia
Naskah ke-6: Ibu dan Guruku Melarangku Pacaran
Naskah ke-7: Madu Guru, Buah Manis Cita-cita Siswa
Naskah ke-8: Teman Kerja Adalah Guruku
Naskah ke-9: Berguru pada Pangeran Diponegoro
Naskah ke-10: Berguru pada Sunan Kalijaga
Naskah ke-11: Si Kebaya Merah
Naskah ke-12: Kangen Masakan Ayah
Naskah ke-13: Guruku Inspirasiku, Karenamu Ada Toko Online
Naskah ke-14: Berkah Digitalisasi Warung Pak Sugi
Naskah ke-15: Cinta Bersmi, Kembali dari Tanah Suci
Naskah ke-16: Cinta Segitiga
Naskah ke-17: Ledakan Itu, Melukai Dua Hati
Naskah ke-18: Hubungan Terlarang
Naskah ke-19: Guruku Adalah Obat Hatiku
Naskah ke-20: Ibuku Awet Muda, Apa Rahasianya?
Naskah ke-21: Di Ujung Waktu; 8 Miliar Manusia
Naskah ke-22: Solusi Bau Badan Menjadi Teladan
Naskah ke-23: Berguru Pada Elon Musk
Naskah ke-24: Hujan Di Akhir Bulan
Naskah ke-25: Detik Perjuanganku Menyambut Hari Guru
Naskah ke-26: Semangat Menyambut Hari guru
Naskah ke-27: Cahaya Itu Ilmu, Obornya adalah Guru
Naskah ke-28: Upacara Hari Guru
Naskah ke-29: Doa Bersama, Persiapan Ujian Akhir Semester
Naskah ke-30: Arti Apresiasi
Naskah ke-31: Bertemu di Warung Kelontong
Naskah ke-32: Lembutnya Hati Telah KembaliÂ
Naskah ke-33: Saat Belajar Bersama
Naskah ke-34: Badai Cinta Melukai Cinta
Naskah ke-35: Salju Berhembus dalam Kalbu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI