Belum sempat bersih-bersih meja, pak Sugi bercerita banyak tentang keluarga pak Haji, bahwa keluarga pak Haji sudah langganan disini sejak mereka mengandung Dea. Aku tertawa bahagia sambil mendengarkan cerita pak Sugi dan istrinya.
Setelah kami bercakap-cakap, aku membersihkan meja. Ternyata ada yang tertinggal, setelah kudekati sepertinya kunci rumah. Aku bilang pak Sugi, "Pak ini kuncinya pak Haji ketinggalan" Kataku sambil menghadap pak Sugi. Atas sarannya kudisuruh mengantarkan kunci tersebut ke rumahnya. Aku segera bergegas mengayuh sepedaku menuju rumah beliau. Sesuai arahan pak Sugi beberapa kilo dari warung aku sudah sampai di rumah pak haji. Mereka di depan rumah kebingungan mencari kunci rumah.Â
Aku datang saat yang pas, mobilnya tidak kemana-mana masih terparkir di depan rumah.Â
Aku dipersilahkan masuk, tapi aku menolaknya. "Ngampunten Ji, Kulo segera wangsul ke warung pak Sugi".
"Ndak papa, silahkan masuk. Nanti aku yang telpon pak Sugi, jangan takut." Pak Haji juga bersi keras menolak izinku. Istrinya, Dea dan adiknya masuk rumah lebih dulu. Aku mengekor di belakangnya bersama pak Haji.
Aku dipersilahkan duduk, dan ditanya tentang latar belakang keluargaku. Ya hanya sekedar mengenal, "Mana nomor Teleponmu?"Â
Deg
"Ngampunten pak Haji, Kulo mboten gadah, HP teng griyo ingkang megang ibu kulo."
Sebelum pak haji melanjutkan pembicaraan, Dea datang dan bergabung bersama kami, lalu Ibu dan adiknya juga duduk di depanku.Â
Kok aneh, Aku gemetar
Bersambung...