Mohon tunggu...
M Abd Rahim
M Abd Rahim Mohon Tunggu... Guru - Guru/Dai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

GPAI SMK PGRI 1 SURABAYA, Ingin terus belajar dan memberi manfaat orang banyak (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tragedi di Warung Pak Sugi

4 November 2022   15:23 Diperbarui: 4 November 2022   17:25 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/diolah dengan canva.com

Pukul 17:05 kegiatan Maulid Nabi selasai, namun rintik hujan masih membasahi sekolah kami. Para guru, wali kelas, dan pembina OSIS memberi arahan kepada para siswa dan kakak-kakak OSIS untuk merapikan kursi dan bersih-bersih halaman sekolah. Kami masih di atas panggung menghibur mereka dengan beberapa lagu yang enak dan rancak. Ada dari sebagian mereka ikut bersholawat Nabi dan menlagukannya. Setelah turun panggung, kami kembali ke masjid untuk melepas seragam Banjari yang kami kenakan. Baju Banjari kaimi kumpulkan ke Ust. Abdul Aziz, sarung dan kupyah kami kembalikan di lemari khusus dalam masjid. Hujan semakin deras mengguyur bumi, angin bergerak keras menampar sepedaku hingga sampai rumah.

"Dit apa sudah salat maghrib?," Tanya Ibuku

"Dereng Bu!" Jawabku sambil melepas tas di atas kasur

"Cepat sana, langsung mandi dan keramas, agar tidak sakit!" Perintah Ibuku

"Njih Bu!" Aku bergegas ke kamar mandi sambil membawa handuk dan baju ganti

Aku sudah menjalankan kewajibanku, menghadap Allah dan membaca kitab suci. Sekarang aku minta izin kepada Ibu untuk bekerja di warung Pak Sugi.

"Assalamulaikum Bu, kulo berangkat rumiyen nggeh!" Kujabat tangan ibuku dan mencuim kedua pipinya

"Hati-hati ya nak!" Ibuku meneteskan air mata

"Seandainya Ayahmu masih ada, kau tak seberat ini menanggung kehidupan, Ya Allah lindungilah anakku, dan jauhkan dari marabahaya." Do'anya dalam hati

***

Sampai di tempat kerja, Pak Sugi melayani pembeli dengan menyerahkan dua mangkok mie ayam kepadanya dan Bu Retno istrinya sedang mencuci mangkok.

"Mas Radit tolong bikinkan Teh hangat ya kepada mereka!"

Aku manggut, dan bergerak dimana gelas dan bahan Teh tersedia di belakang. Setelah membawakan dua gelas teh kepada pembeli aku kembali di rombongku dan mengupas pisang kepok.

Pak Sugi orang yang aku kagumi dalam berbisnis, selain menjual mie ayam juga di sebelahnya difungsikan untuk menjual pisang kipas. Dia bersama istrinya sudah 5 tahun bekerja, menurut cerita dari Pak Sugi dulu belum punya warung seperti sekarang ini hanya rombong satu dan butuh meja dan kursi seadannya. Sekarang warungnya besar, meja dan kursi tertata paten rapi dan bersih. Setiap kali membuka warung, dari rumah yang dibawa adalah rombong mie dan rombong pisang kipas. Kalau aku libur sekolah, pagi itu saya ikut membuka rombongnya dan mendorong rombong pisang kipas. Kalau aku belum datang, biasaya anak keduanya yang lebih tua dua tahun dariku membantunya. Dia masih duduk di kelas menengah dan kakaknya sudah kuliah. Rumah pak Sugi dengan tempat warungnya kurang lebih 5 meter, jadi jalan kaki untuk menuju warung tersebut. Tempat warungnya menurutku strategis, karena berada di pinggir jalan alternatif dari Terminal masuk keluarnya penumpang dari luar kota. Di samping itu di sebelahnya ada warung kopi dan di sebrang ada pom bensin, jadi sangat mudah untuk mengingat letak warung pak Sugi.

Sebelum lanjut kerja, aku izin ke pak Sugi untuk ibadah salat isya di musholla Terminal. Sesudah wudlu saya disuruh azan isya oleh seseorang. Tanpa pikir panjang, mic yang berada di imaman saya ambil dan saya kumandangkan azan.

Selesai azan orang tersebut berkata, "Mas suaranya bagus," 

"Matursembhnwun pak."

Orang-orang dari terminal ada yang mampir ke musholla juga ada yang langsung pulang.

Mengerti suaraku bagus, disuruh imam juga sama bapaknya. 

Selesai salat isya, kukembali ke warung pak Sugi. Dan kembali melanjutkan aktivitas.

"Mas Radit siapkan kipas goreng untuk putrinya Pak Haji Nasrul, satu bungkus ya!" Kata pak Sugi sambil melayani keluarga Pak Haji Nasrul membuatkan mie ayam.

Terlihat di tempat duduk paling depan ada Pak Haji dan istrinya, di sampingnya ada anak perempuannya yang cantik jelita sepertinya seusiaku, dan sebelahnya lagi adik laki-lakinya duduk di samping mamanya.

Aku sambil menggoreng pisang kipas pesanannya, kumendengar pembicaraannya. "Alhamdulillah yang baru umrah, semoga umrah yang mabrur. Amin ya rob. Oya umrah yang keberapa ini Ji?" Tanya pak Sugi.

"Alhamdulillah, sudah yang ke-3 Gi!" 

"Tiga ahun yang lalu, Haji bersama keluarga."

"Dua tahun ke belakang Umrah hanya bersama si Dea, adiknya masih kecil jadi mama dan istrinya tidak ikut. Dan tahun ini bisa umrah bersama-sama lagi"

"Alhamdulillah Barokallah Ji, saya hanya baru satu kali Ji, do'akan semoga usaha saya ini laris dan hasilnya bisa ke tanah suci lagi!" Pinta Pak Sugi kepada pak Haji Nasrul.

Aku sambil mempersiapkan pisang kipas, aku mengerutkan kening dan fikiran berkelana ke mana-mana. "Pak Haji Nasrul ke tanah suci sudah tiga kali, padahal biaya haji dan umrah tidak sedikit, Dea anak perempuannya juga sudah pernah ke tanah suci. Ya Allah, alangkah bahagianya hidup ini bisa ke tanah suci beribadah di rumah Allah. Apakah aku dan ibuku bisa menjadi tamu Allah?" kata-kata dan doaku dalam hati.

Satu bungkus sterofom pisang kipas sudah kukasihkan ke Dea putri Pak Haji. Mataku sedikit manangkap wajahnya lebih dekat, aku tersenyum dan dia bilang terimakasih sambil membalas senyum. Hatiku berbunga-bunga, seluruh tubuhku terasa indah dan damai. Ternyata di dalam hatiku tumbuh cinta yang begitu dahsyat hingga sampai menyambar jantungku.

Keluarga pak Haji meninggalkan warung pak Sugi, dan mereka pamitan kepada kami. "Assalamualaikum....!" 

"Waalaikumsalam wr.wb, terimakasih banyak atas kunjungannya." Balas pak Sugi, mereka tersenyum dan memasuki mobil. 

Aku dan pak Sugi membalas senyum merekah. Mereka menghilang dari kami, setelah memasuki mobil Expender warna putih.

Belum sempat bersih-bersih meja, pak Sugi bercerita banyak tentang keluarga pak Haji, bahwa keluarga pak Haji sudah langganan disini sejak mereka mengandung Dea. Aku tertawa bahagia sambil mendengarkan cerita pak Sugi dan istrinya.

Setelah kami bercakap-cakap, aku membersihkan meja. Ternyata ada yang tertinggal, setelah kudekati sepertinya kunci rumah. Aku bilang pak Sugi, "Pak ini kuncinya pak Haji ketinggalan" Kataku sambil menghadap pak Sugi. Atas sarannya kudisuruh mengantarkan kunci tersebut ke rumahnya. Aku segera bergegas mengayuh sepedaku menuju rumah beliau. Sesuai arahan pak Sugi beberapa kilo dari warung aku sudah sampai di rumah pak haji. Mereka di depan rumah kebingungan mencari kunci rumah. 

Aku datang saat yang pas, mobilnya tidak kemana-mana masih terparkir di depan rumah. 

Aku dipersilahkan masuk, tapi aku menolaknya. "Ngampunten Ji, Kulo segera wangsul ke warung pak Sugi".

"Ndak papa, silahkan masuk. Nanti aku yang telpon pak Sugi, jangan takut." Pak Haji juga bersi keras menolak izinku. Istrinya, Dea dan adiknya masuk rumah lebih dulu. Aku mengekor di belakangnya bersama pak Haji.

Aku dipersilahkan duduk, dan ditanya tentang latar belakang keluargaku. Ya hanya sekedar mengenal, "Mana nomor Teleponmu?" 

Deg

"Ngampunten pak Haji, Kulo mboten gadah, HP teng griyo ingkang megang ibu kulo."

Sebelum pak haji melanjutkan pembicaraan, Dea datang dan bergabung bersama kami, lalu Ibu dan adiknya juga duduk di depanku. 

Kok aneh, Aku gemetar

Bersambung...

***

Surabaya, 04 November 2022

Naskah ke-4. Tantangan dari Dokjay 30 Hari Menulis di Kompasiana 

***

Silahkan Baca Juga Naskah yang Lain:

Naskah ke-1 : Guruku Adalah Orang Tuaku

Naskah ke-2: Sekolahku Adalah Surgaku

Naskah ke-3: Satu Visi, Satu hati

Naskah ke-4: Tragedi di Warung Pak Sugi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun