Mohon tunggu...
Muhammad Abbabil
Muhammad Abbabil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang mahasiswa hukum dari universitas di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Putusan MK dalam Sidang Tentang Penghapusan KDRT dan Kekerasan Psikis

29 April 2024   20:26 Diperbarui: 29 April 2024   20:47 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harian Aceh Indonesia

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang Pengujian Materiil terhadap Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga alias UU KDRT.

Adapun pasal 7 tersebut berbunyi:

"Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang."

Menurut para pemohon, pasal 7 ini tidak memberikan ketentuan yang jelas seperti apa bentuk dari kekerasan psikis yang dimaksud. Sehingga dapat menjadi suatu penafsiran yang akan menimbulkan perdebatan dan ambigu. “Selain itu hal ini akan menimbulkan kerugian secara konstitusi yang akan dialami oleh para pemohon,” demikian tulis MK.

Para pemohon, dalam keterangan MK mencontohkan kasus yang dialami oleh seorang bernama Valencya, di mana dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Januari 2021 akibat memarahi suaminya karena pulang dalam keadaan mabuk.

Valencya dilaporkan ke Polda Jawa Barat atas kasus kekerasan dalam rumah tangga psikis. Ketidakjelasan inilah yang menimbulkan kekhawatiran para pemohon apabila nantinya memiliki kasus yang sama. Bahwa, UU KDRT tidak mempunyai tolak ukur yang jelas seperti apa kekerasan psikis termasuk bentuk-bentuk kekerasan psikis ini. 

Sehingga, situasi ini mengakibatkan posisi perempuan rentan untuk digugat dan kriminalisasi terhadap perempuan untuk menjadi pelaku dalam konteks kekerasan psikis. "Seperti dalam kasus contoh diatas, Valencya melakukannya bukan sebagai bentuk kesengajaan, melainkan hanya spontanitas dan tidak bermaksud untuk menyerang psikis korban," demikian argumen para pemohon.

Sedangkan dalam kasus kekerasan psikis, kata para pemohon, sesungguhnya kata-kata yang merendahkan martabat dan menghina berdampak serius apabila dilakukan secara terus menerus.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan pasal 7 UU PDKRT bertentangan dengan UUD 1945 dan konstitusional bersyarat. “Sepanjang ditambahkan frasa ‘bentuk-bentuk kekerasan psikis: ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, penghinaan, pelabelan negatif, atau sikap dan gaya tubuh merendahkan disertai adanya keterangan mengenai kondisi psikologis seseorang korban kekerasan psikis’,” tandas Leonardo.

Nasihat Hakim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun