Jika tuntutan untuk menguasai komputer belum terpenuhi, maka rantai tuntutannya akan bertambah semakin panjang, harus ikut diklat berhari-hari, membuat laporannya, yang berarti harus beli modul, beli tinta dan kertas, flashdisk, rol kabel,
kopi dan snack untuk "cagak lek" dan seterusnya dan sebagainya.
Sebagai sorang guru (ASN) yag profesional maka juga harus memahami banyak peraturan. Setiap peraturan berbeda tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Misalnya untuk kebutuhan kenaikan pangkat, makai harus mempelajari dulu
peraturannya, dan peraturan yang dipelajari harus disesuaikan dengan instansi yang menaungi. Jika di bawah
kemendiknas ada aturan permendiknas, jika di bawah kemenag ada permenag dan ada juga kepmen. Selain itu ada UU yang menaungi seluruh ASN, ada juga UU yang menaungi seluruh guru, baik ASN maupun non ASN.
Mau tidak mau memang seperti itu keadaannya, yang lazimnya disebut sebagai sistem, yang sudah dipikirkan dengan matang (bahkan tidak tak mungkin sampai membusuk) oleh para pemikir di atas sana sebelum diterapkan di lapangan. Bagaimana prosedurnya sampai diterapkan
tentunya memerlukan analisis yang njlimet dan rumit serta berdasarkan aneka macam pertimbangan yang pastinya banyak hal yang di luar pemikiran saya sebagai penerima kerja, ASN profesional !
Nah, yang perlu penekankan di sini menurut saya adalah makna Profesionalisme. Sebagai tenaga profesional tentunya aspek rasional
menjadi pertimbangan yang mendasar.Â
Saat melaksanakan pekerjaan dari pemberi kerja tentunya sudah ada semacam kontrak kerja dan prosedur serta standar hasil pekerjaan. Standar pekerjaan juga tentunya sudah diukur melalui proses analisis menyangkut waktu pemenuhan, biaya yang dibutuhkan dan kualitas pekerjaan serta asepk-aspek lain yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung.
Yang sering kita tahu (dari mendengar, membaca, melihat) selama ini selalu saja berupa tuntutan (yang kadang-kadang disebut "motivasi") dari sesama penerima kerja yang kebetulan berada di struktur yang levelnya lebih tinggi, perihal
idealisme seorang tenaga profesional. Bahwa sebagai guru profesional harus selalu siap melaksanakan tugas yang
diberikan, meskipun tugas tersebut merupakan tugas yang sifatnya sama sekali baru atau mungkin juga perubahan dari tugas lama.
Idealnya memang seorang guru harus meningkatkan kompetensinya secara terus menerus, demi tercapainya tujuan si pemberi kerja. Namun ada pertanyaan yang lama mengendap di benak, yaitu "Di mana diletakkan faktor rasionalitas seorang guru (ASN) sehingga harus siap melaksanakan tugas yang katakanlah sifatnya tambahan dan waktu pemenuhannya terasa mustahil terpenuhi jika memperhatikan faktor-faktor manusiawi? Sudahkah dilakukan analisis menyeluruh dan detil serta adil terhadap beban tugas guru selama ini dan ke depannya ?
Satu contoh kecil dari job deskripsi yang dirangkum dari prosedur berbagai indikator kinerja guru ASN.
Aturan tentang jam kerja sudah jelas, masuk jam 07.00 pulang jam 14.00, tetapi guru jaman sekarang harus
meningkatkan kompetensinya melalui diklat dan berbagai macam seminar yang pelaksanaannya "harus di luar jam kerja". Kegiatan itu akan diakui oleh pemberi kerja (alias bisa dinilai) jika ada rekomendasi dari atasan langsung, alias ada surat tugasnya.
Bayangkan!Â
Kegiatan di luar jam kerja tetapi harus ada surat tugas. Ada surat tugas tetapi biaya ditanggung oleh pribadi. Nama tugasnya untuk pengembangan pribadi, tetapi imbasnya harus ada pada tempat kerja.