Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Melihat Ikon Bersejarah dari Loteng Hotel Riche

4 November 2019   07:39 Diperbarui: 4 November 2019   07:54 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara masjid dan gereja tampak dari loteng Hotel Riche|Foto Pribadi

Sabtu itu (21/10/2019) saya melihat tiga ikon bangunan bersejarah. Mall Sarinah, Masjid Agung, dan Gereja Immanuel. Ketiga bangunan bersejarah itu saya potret dari loteng Hotel Riche, tempat saya menginap bersama komunitas penulis.

Di sela-sela kesibukan, di akhir pekan itu kawan-kawan mengundang saya untuk kopdar di hotel yang telah berumur lebih dari 82 tahun itu. Hotel ini disebut-sebut sebagai hotel pertama di kota Malang yang berdiri pada tahun 1933.

Riche Hotel di Jl. Basuki Rahmat No. 1 Malang|Foto Pribadi
Riche Hotel di Jl. Basuki Rahmat No. 1 Malang|Foto Pribadi
Hotel itu mudah diingat. Namanya hotel Riche. Pun mudah dicari. Alamatnya di Jl. Basuki Rahmat No. 1 Kota Malang. Lokasinya di seberang pojok alun-alun Kota Malang.

Apa keistimewaanya? 

Di antara keistimewaannya tak lain karena hotel itu menyimpan sejarah. Sarat narasi. Potret kehidupan masyarakat Malang era kolonial bisa ditelusuri dari kawasan ini. 

Misalnya, di seberang hotel ini terdapat mall Sarinah yang dahulu kala merupakan rumah Tumenggung Notodiningrat, Bupati Malang yang pertama (1820-1839 M).

Menurut catatan sejarah, pada masa kolonial Belanda di lokasi tersebut pernah berdiri gedung Societiet Concordia. Sebuah gedung rakyat pengganti rumah bupati yang kala itu difungsikan sebagai tempat berkumpul, berdansa, menonton pertunjukan seni budaya, dan menikmati makan malam.

Lokasinya yang strategis di jantung kota, membuat wisatawan mudah menelusuri kawasan heritage dari tempat ini, seperti plaza Sarinah yang baru direnovasi, toko Oen, gereja tertua, masjid jami', kantor pos, dan suasana alun-alun kota Malang.

Memotret Tiga Ikon Bersejarah

Saya penasaran, ada apa dengan bangunan tua Hotel Riche. Maka pada malam itu saya naik ke lantai paling atas (lantai 2) bangunan kuno melalui pintu sempit dan bertangga. Di situ ada tulisan, "Awas, lantai licin"!

Tangga menuju lantai 2 bangunan tua Hotel Riche|Foto Pribadi
Tangga menuju lantai 2 bangunan tua Hotel Riche|Foto Pribadi
Sesampai di lantai 2, saya arahkan pandangan ke Masjid Agung. Tampak dari sorot lampu kehijauan memancar dari menara masjid jamik itu. Tampak pula mall Sarinah dan sebuah gereja di seberang jalan raya itu.

Klik.. klik. Saya memotret view ketiga ikon bersejarah itu dari lantai 2 hotel menggunakan smartphone. Sayang, hasilnya kurang jelas.

Maka, pada esok pagi harinya, saya mencoba sekali lagi untuk memotretnya. Wow... dari tempat ini, saya melihat tiga ikon bangunan bersejarah dari atas loteng: Mall Sarinah, Gereja GBIP Immanuel, dan Masjid Agung (Masjid Jamik) Kota Malang.

Ketiga bangunan itu berada di kawasan Jalan Basuki Rahmat dan Jalan Merdeka, sebuah kawasan bersejarah di Kota Malang. Kawasan ini memiliki bangunan-bangunan kuno bernilai historis di sepanjang koridor Kayu Tangan, sebutan untuk pusat kawasan heritage di kota Beautiful Malang.

Kepingan Sejarah di Rich Hotel

Bersyukur, Kota Malang kaya akan bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan itu pasti menyimpan sejarah  yang berguna bagi lintas generasi.

Satu diantaranya adalah Hotel Riche. Hotel ini menyimpan sejarah kehidupan masyarakat Malang tempoe doloe pada masa kolonial Belanda.

"Pertahankan bangunan heritage. Ke depan, anak-anak kita akan mengerti apa itu arti sejarah", begitu kata Nur Erliana, koordinator hotel Riche.

"Riche Heritage Hotel merupakan bangunan peninggalan Belanda yang memiliki nilai arsitektur era modern. Letaknya tepat di jantung kota Malang, memiliki spot foto yang bagus, dan para stafnya yang ramah-tamah dan friendly", begitu tambah Bu Ana, panggilan akrab Nur Erliana.

Pengalaman saat kami menginap di Hotel Riche, terasa seperti menikmati bangunan yang merepresentasikan dua zaman: zaman kolonial dan zaman now.

Zaman kolonial diwakili oleh bangunan lama, yakni bangunan bertingkat dua yang terdapat di bagian belakang dengan 40 kamar penginapan. Bangunan tua itu menyisakan suasana tempoe doloe yang masih dipertahankan kejadulannya hingga kini.

Lorong utama hotel Riche|Foto Pribadi
Lorong utama hotel Riche|Foto Pribadi
Serambi (Loteng) di lantai 2 bangunan tua Hotel Riche|Foto Pribadi
Serambi (Loteng) di lantai 2 bangunan tua Hotel Riche|Foto Pribadi
Di sudut paling kiri bangunan tua ini, terdapat fasilitas Gayatri Spa. Sedangkan di sudut paling kanan, terdapat mushalla lengkap dengan peralatannya. Di depannya, terhampar halaman bagian dalam yang terlihat masih terlihat asri.

Sementara bangunan baru terdapat di bagian depan. Bangunan ini berlantai satu, berisi deretan kamar-kamar hotel modern. Semuanya tersedia 14 kamar, masing-masing sebanyak 7 kamar dengan posisi saling berhadapan. Di antara 14 kamar itu, terdapat lorong besar menuju kamar-kamar penginapan di bagian belakang yang berlantai dua itu.

Di bangunan kuno inilah, suasana tempoe doloe masih sangat saya rasakan. Begitu sederhana. Tapi pada zaman itu, mungkin ini hotel termewah yang pernah ada pada masanya.

Hanya beberapa langkah keluar dari kamar-kamar hotel itu, pelanggan dapat menikmati sajian resto dan Cafe Oey.

Resto dan Cafe Oey di Hotel Riche Malang\Dok. Foto Pribadi
Resto dan Cafe Oey di Hotel Riche Malang\Dok. Foto Pribadi
Di halaman luar, terpajang gubuk lengkap dengan tempat duduk untuk bersantai sembari menikmati cafe dan mendengarkan alunan musik secara live.

Sementara itu, saya mencoba duduk di sofa ruang lobi dekat recepsionis. Mata saya tertuju pada sebuah sepasang foto berpigura menempel di dinding ruang lobi. Saya menduga kuat, itu foto nenek moyang pemilik hotel.

Dekat foto itu, terdapat rak almari tua berisi buku-buku berbahasa Belanda. Beberapa diantaranya ada buku berbahasa Inggris, seperti buku "The Spirit of Islam" karya Ameer Ali.

Buku (dokpri)
Buku (dokpri)
So, menikmati bangunan bersejarah identik dengan membuka jendela masa lalu untuk dikontekstualkan dengan masa kini. Sayang, masih banyak sejarah yang belum tergali di hotel itu.

Terbayang, kawasan heritage Malang pada masa kolonial Belanda sudah ditata sedemikian rupa. Kota Malang yang indah dan harmonis sebagai pusat pemerintahan, bisnis, dan spiritual. Tak hanya itu, Malang kemudian tumbuh sebagai pusat pendidikan, wisata, dan bisnis jasa.

Sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Kuasa, yuk lestarikan bangunan bersejarah Malang yang masih tersisa! #Save Malang Heritage!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun