Pabrik itu menghasilkan aneka produk peralatan rumah tangga seperti piring, cangkir, moci, dan lain-lain. Pasca pemisahan unit-unit produksi yang terjadi pada tahun 1968, selanjutnya berkembang produk-produk keramik noveltis (keramik hias).
Prosesnya pembuatan keramik tersebut terdiri atas sembilan tahap, meliputi: pembuatan desain cetakan, pengolahan bahan, pembentukan dengan teknik cetak tuang, pengeringan, penyempurnaan, dekorasi dan pewarnaan, pengglasiran, penyusunan dan pembakaran, dan hasil akhir.
Mala (18), adalah salah satunya. Siswi salah satu SMK jurusan keramik ini sedang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di ruang produksi keramik Pak Syamsul. Mala mengaku, sudah empat bulan berada di sini, dari enam bulan yang direncanakan.
Sentra industri keramik Dinoyo mengalami pasang surut. Masa puncak keemasannya terjadi sekitar tahun 1997. Produk-produk keramik Dinoyo pada masa itu laris manis hingga diekspor ke manca negara. Namun pasca krisis moneter dan tingginya harga bahan bakar miyak tanah ketika itu, usaha keramik Dinoyo mengalami stagnasi. Pabrik Keramik Dinoyo milik pemerintah itu ditutup (2003).
Meskipun pabriknya tutup, namun keterampilan membuat keramik tetap melekat pada pengrajinnya. "Daripada membuka usaha baru (selain kerajinan keramik) dari nol, lebih baik mengembangkan pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya", demikian Pak Syamsul memberi berargumen.
Berkat kepiawaiannya membuat home industry kerajinan keramik yang telah dirintisnya sejak tahun 1995, Pak Syamsul sering menerima tawaran untuk memberikan kursus singkat cara membuat keramik. Sekolah-sekolah di Malang Raya maupun luar kota, banyak yang memintanya untuk berbagi pengetahuan dan keterempilan membuat produk keramik.
Berkat ketekuannya merawat tradisi kerajinan keramik, pundi-pundi pendapatannya terus mengalir. Ia pun pernah mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak.