Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menghidupkan Marwah Kampung Wisata Keramik Dinoyo

28 Maret 2018   12:48 Diperbarui: 28 Maret 2018   17:06 6711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miniatur Kampung Wisata Keramik Dinoyo di Jl. MT. Haryono IX, Dinoyo, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi

"Traveler without observation is a bird without wings", kata-kata Moslih Eddin Saadi ini sering dirujuk para traveller. Laksana burung terbang berulangkali melakukan perjalanan, tak akan memperoleh esensinya jika tak melakukan observasi. Kira-kira begitulah makna bebasnya. Quote itu begitu berasa, saat saya mengunjungi destinasi ini dari dekat. Ada apa?

Ikon Kampoeng Wisata Keramik Dinoyo/Dokumentasi Pribadi
Ikon Kampoeng Wisata Keramik Dinoyo/Dokumentasi Pribadi
Sabtu itu (24/03/2018), saya menyusuri Jalan MT. Haryono gang IX, lokasi "Kampung Wisata Keramik Dinoyo" berada. Usai lewat depan Puskesmas Dinoyo, SD Dinoyo II dan toko-toko souvenir, saya tiba di depan bekas pabrik keramik tua. Luasnya kira-kira setengah lapangan bola. Latar depannya berhiaskan miniatur keramik dan taman mungil bertuliskan "Kampoeng Wisata Keramik Dinoyo".

Sekilas, kawasan wisata itu tak istimewa. Pabrik keramik Dinoyo itu tutup sejak tahun 2003. Padahal pabrik yang didirikan pada tahun 1957 itu merupakan salah satu proyek percontohan. Namun ketika saya berkunjung ke gerai souvenir keramik "Cinderamata", masuk ke dalamnya dan mewawancarai pemiliknya, marwah seni kerajinan keramik Dinoyo seolah berasa hidup kembali. Ada apa?

Proses pembuatan keramik/Sumber: Foto kiriman H. Syamsul Airin
Proses pembuatan keramik/Sumber: Foto kiriman H. Syamsul Airin
Pusat Peradaban Tua Ada di Sini

Tak berlebihan, jika wilayah Malang disebut-sebut sebagai wilayah pemukiman prasejarah. Bermula dari temuan Prasasti Dinoyo (760 M) dan serangkaian benda-benda purbakala lainnya, keberadaan lima dinasti sejak dari Kerajaan Kanjuruhan, Mataram Hindu, Kadiri, Singosari, hingga Majapahit menunjukan adanya pola jalinan sejarah raja-raja yang pernah berkuasa di kawasan itu.

Temuan-temuan itu menggambarkan bahwa Malang dahulu kala merupakan pusat peradaban tua yang muncul pada abad 7 M. Seperti dugaan arkeolog, Kerajaan Kanjuruhan (760 M) berpusat di daerah Dinoyo, Malang. Hal itu didasarkan atas temuan "Prasasti Dinoyo" di daerah Merjosari, sekitar 5 km sebelah barat kelurahan Dinoyo saat ini. Salah satu raja Kanjuruhan bernama Gajayana, kini diabadikan sebagai nama Jalan Gajayana dan Stadion Gajayana.

Peralatan rumah tangga yang digunakan oleh penduduk pada masa kekuasaan raja-raja pada masa itu, kiranya dapat menggambarkan bagaimana perilaku budaya masyarakat berkembang pada zamannya. Salah satu contohnya, adalah temuan batu gesek yang dipajang pada Museum Mpu Purwa Kota Malang ini.

Batu Gores ini berhubugan dengan adat upacara pertanian dan atau mengasah senjata tajam. Benda purbakala ini ditemukan di Jl. Kanjuruhan, Telogomas, Lowokwaru, Malang. Tersimpan di Museum Mpu Purwa, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Batu Gores ini berhubugan dengan adat upacara pertanian dan atau mengasah senjata tajam. Benda purbakala ini ditemukan di Jl. Kanjuruhan, Telogomas, Lowokwaru, Malang. Tersimpan di Museum Mpu Purwa, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Dinoyo sebagai Sentra Industri Kerajinan Keramik

Sentra industri kerajinan keramik Dinoyo bermula dari sentra gerabah di daerah Bethek (1930-an). Salah satu ciri khasnya adalah produknya berpola miring. Hal ini menyesuaikan dengan cara duduk perempuan kala itu. Bendanya diletakkan di sebelah tempat duduknya, dimiringkan lalu diputar hingga halus. Demikian penjelasan Pak Syamsul, panggilan sehari-hari H. Syamsul Arifin, ketua Asosiasi Pengusaha Keramik Dinoyo, saat saya temui kala itu.

Seiring dengan waktu, muncul inovasi keramik porselen (1955-an) dengan mengganti penggunaan bahan baku tanah liat (tanah sawah) dengan tanah putih (porselen). Pada saat itulah, Pemerintah mulai mendirikan pabrik keramik sebagai percontohan, demikian menurut sepengetahuan Pak Syamsul yang pernah bekerja di Pabrik Keramik Dinoyo itu.

Menurut catatan, sejarah perkembangan Industri Keramik di Malang bermula tatkala LEPPIN (Lembaga Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan Industri Departemen Perindustrian) dibentuk (1953). Sekitar empat tahun kemudian, pabrik keramik Dinoyo berdiri (1957). Pabrik ini mengenalkan sistem produksi slip casting (cetak tuang) dan jiggering (putar tekan) dengan teknologi cukup modern pada zamannya.

Pabrik itu menghasilkan aneka produk peralatan rumah tangga seperti piring, cangkir, moci, dan lain-lain. Pasca pemisahan unit-unit produksi yang terjadi pada tahun 1968, selanjutnya berkembang produk-produk keramik noveltis (keramik hias).

Produk-produk keramik H. Samsul Arifin/Sumber: Foto kiriman Pak Syamsul
Produk-produk keramik H. Samsul Arifin/Sumber: Foto kiriman Pak Syamsul
Saat saya amati gerai "Cinderamata" milik Pak Syamsul, ada pajangan aneka produk gift seperti vas bunga, celengan, wadah mungil aroma terapi, guci hias, topeng Malangan, dan lain-lain. Ada pula yang berbentuk piala besar bertuliskan "50 Th Indonesia Merdeka". Pola desain keramik hiasnynya, umumnya bermotif alam khas negeri tropis, seperti daun bambu, capung, dan sejenisnya.

Produk-produk keramik bercorak alam di gerai Pak Syamsul/Dokumentasi Pribadi
Produk-produk keramik bercorak alam di gerai Pak Syamsul/Dokumentasi Pribadi
Produk-produk keramik di gerai/Dokumentasi Pribadi
Produk-produk keramik di gerai/Dokumentasi Pribadi
Saat saya masuk lebih dalam ke dapur produksi miliknya, saya menyaksikan enam karyawan sedang sibuk bekerja. Mereka memakai masker. Ada yang baru saja melakukan cetak tuang, mengglasir, dan seterusnya hingga menjadi produk akhir.

Prosesnya pembuatan keramik tersebut terdiri atas sembilan tahap, meliputi: pembuatan desain cetakan, pengolahan bahan, pembentukan dengan teknik cetak tuang, pengeringan, penyempurnaan, dekorasi dan pewarnaan, pengglasiran, penyusunan dan pembakaran, dan hasil akhir.

Mala (18), adalah salah satunya. Siswi salah satu SMK jurusan keramik ini sedang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di ruang produksi keramik Pak Syamsul. Mala mengaku, sudah empat bulan berada di sini, dari enam bulan yang direncanakan.

Mala (18), siswi SMK yang sedang PKL di rumah produksi keramik milik H. Syamsul Arifin/Dokumentasi Pribadi
Mala (18), siswi SMK yang sedang PKL di rumah produksi keramik milik H. Syamsul Arifin/Dokumentasi Pribadi
Proses pembuatan keramik di dapur produksi H. Syamsul Arifin/Dokumentasi Pribadi
Proses pembuatan keramik di dapur produksi H. Syamsul Arifin/Dokumentasi Pribadi
Tampak dinding dapurnya penuh dengan tempelan informasi seputar cara kerja membuat keramik serta contoh-contoh aneka produknya. Tempat ini juga penuh dengan bahan-bahan dan peralatan pembuatan keramik. Pembakarannya menggunakan bahan bakar gas alam (elpiji).

Sentra industri keramik Dinoyo mengalami pasang surut. Masa puncak keemasannya terjadi sekitar tahun 1997. Produk-produk keramik Dinoyo pada masa itu laris manis hingga diekspor ke manca negara. Namun pasca krisis moneter dan tingginya harga bahan bakar miyak tanah ketika itu, usaha keramik Dinoyo mengalami stagnasi. Pabrik Keramik Dinoyo milik pemerintah itu ditutup (2003).

Meskipun pabriknya tutup, namun keterampilan membuat keramik tetap melekat pada pengrajinnya. "Daripada membuka usaha baru (selain kerajinan keramik) dari nol, lebih baik mengembangkan pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya", demikian Pak Syamsul memberi berargumen.

Berkat kepiawaiannya membuat home industry kerajinan keramik yang telah dirintisnya sejak tahun 1995, Pak Syamsul sering menerima tawaran untuk memberikan kursus singkat cara membuat keramik. Sekolah-sekolah di Malang Raya maupun luar kota, banyak yang memintanya untuk berbagi pengetahuan dan keterempilan membuat produk keramik.

Edukasi pembuatan keramik kepada siswa-siswi SD/Sumber: foto kiriman Pak Syamsul
Edukasi pembuatan keramik kepada siswa-siswi SD/Sumber: foto kiriman Pak Syamsul
Jadwal Pak Syamsul cukup padat, seperti tertempel di dinding dapur produksinya. Saya baca, ada jadwal rombongan asal Pasuruan, Yogyakarta, dan lain-lain yang akan berkunjung ke gerainya. Selain berwisata ke Kampung Keramik Dinoyo, mereka sekaligus belajar proses pemmbuatan keramik kepadanya. Jika jumlah mereka banyak, Pak Syamsul sering melakukan edukasi keramik di gedung bekas pabrik itu.

Berkat ketekuannya merawat tradisi kerajinan keramik, pundi-pundi pendapatannya terus mengalir. Ia pun pernah mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak.

Roda berputar, dunia perkeramikan terus bergulir mengikuti trend wisata zaman now. Kiranya, desain keramik Dinoyo selain mengikuti selera pemesan gift untuk acara-acara hajatan, keramik Dinoyo perlu mengembangkan produk keramik berkarakter Dinoyo atau Malangan.

Hal itu sangat dimungkinkan, karena Malang kaya akan sejarah kerajaan-kerajaan dengan peradaban tinggi yang pernah ada sebelumnya. "Pabriknya Keramik Dinoyo boleh mati, tapi marwah seni keramik Dinoyo harus tetap hidup dan memadukannya dengan perkembangan wisata dan ekonomi kreatif".

Suasana ruang produksi keramik milik Pak Syamsul/Dokumentasi Pribadi
Suasana ruang produksi keramik milik Pak Syamsul/Dokumentasi Pribadi
Itulah kesan saya setelah melakukan perjalanan kecil dan melakukan observasi ke Kampung Wisata Keramik Dinoyo. Kampung wisata itu berada di tengah hunian padat penduduk hingga mencapai bibir Sungai Brantas. Dinoyo.

Kata-kata Moslih Eddin Saadi di atas kiranya memperoleh signikansinya di sini. Bahwa "Petualang wisata tanpa melakukan observasi, laksana burung tak bersayap". Setuju?

--------

Artikel ini ditulis sebagai salah satu bahan pembuatan buku "17 Kampung Wisata Tematik di Kota Malang", hasil kerja bareng Bolang bersama Dinas Budpar Pemkot Malang, 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun