Menariknya, meski Dyah "berbisnis makanan, tapi tak punya makanan". Co-Founder Aremafood[dot]com ini bahkan dapat menjual aneka produk kuliner ke luar kota hingga ke Jakarta.
Berbekal modal sendiri seadanya, Dyah mulai menjalankan idenya. Ia membuka gerai sendiri, yang penting bergerak. Saat itu, Dyah hanya butuh laptop, personal computer (PC), dan perangkat pendukung lainnya. Dyah berkeliling mengajak UKM-UKM yang mau berkolaborasi.
Sejak awal, Dyah lebih suka memulai usahanya dengan modal sendiri dari pada berhutang. Dyah pisahkan antara rekening pribadi dan rekening bisnis. Baginya, "kalau sudah habit mencampur rekening, mengubahnya susah".
“Dalam perjalanannya, pelaku usaha pasti butuh tambahan modal. Hutang produktif boleh, jika jasa pinjamannya lebih kecil dari pada margin keuntungannya”, demikian Dyah berbagi tips.
Dyah kemudian mengembangkan Aremafood[dot]com(2010), ide yang semula berasal dari suaminya. Setahun kemudian (2011), usahanya berkembang hingga memiliki enam tenaga kerja (marketer).
Untuk mendistribusikan barang pesanan di Kota Malang, Dyah menggunakan kurir. Sementara untuk luar kota seperti Jakarta, Dyah menggunakan jasa ekspedisi.
Dyah memilih transaksi keuangan via internet banking atau Fintech. Keuntungannya adalah selalu tercatat, tidak ribet, dan bisa download laporan keuangan.
Mengacu pada pengalaman Dyah, saya mencatat ada lima tips bermanfaat lainnya yang dapat saya peroleh:
- Bukalah usaha yang produknya laris manis atau sesuai passion, misalnya makanan
- Percayakan urusan keuangan dengan menyimpan di bank yang dijamin oleh LPS
- Pisahkan rekening pribadi dengan rekening perusahaan. Sebab kalau sudah terbiasa mencampur rekening, mengubahnya susah. Jadi, harus dimuali sejak awal membuka usaha
- Jika usahanya kian berkembang, boleh hutang untuk tujuan yang bersifat produktif dan jasa pinjamannya tidak lebih besar dari keuntungan yang kita peroleh
- Perlu bergabung dengan komunitas, seperti Komunitas Tangan Di Atas (TDA) yang Dyah ikuti hingga sekarang
Saat merekrut karyawan, Dyah lebih suka mencari SDM usia muda generasi millennial. Alasannya, mereka bisa menjadi agen yang kreatif bagi perusahaan. Terkadang, ide mereka itu out of the box. Misalnya, "yang ini aja Bu, kita masukkan ke channel YouTube", kata Dyah menirukan karyawannya.
Namun tantangannya, "mereka kurang loyal kepada kantornya, yang mereka cari bukan semata soal uang, tetapi kesempatan dan tantangan baru", jelas Dyah. Karakter generasi millinneal memang beda, ini yang perlu kita pahami.