Cuaca panas makin menyengat. Dari kejauhan tampak bangunan candi. Siapa sangka, candi ini pernah runtuh tertimbun tanah, diduga akibat kedahsyatan letusan Gunung Merapi yang terjadi sekitar tahun 950 lalu.
Begitu masuk mengikuti arah jalan menuju lokasi candi, di kiri kanan sepanjang jalan terhampar taman dengan pepohonan nan hijau. Gajah-gajah terlatih siap melayani wisatawan mengelilingi area taman.
Sesekali saya mendengar dia memberi peringatan agar pengunjung tidak mengambil gambar dengan cara memanjat bangunan candi. Sementara orang-orang berusaha mengabadikan diri dengan kameranya. Objek wisata ini berkesal spesial, karena diakui sebagai salah satu dari 10 keajaiban dunia.
Tampaknya ada yang berubah, misalnya tentang perilaku para penjaja makanan dan minuman ringan. Mereka kini tak saling berebut pelanggan seperti dulu kala ketika saya berkunjung. Sementara di area dalam lokasi, tak ada penjaja makanan.
Namun sekira 450 meter dari candi sebelum keluar menuju pasar kerajinan rakyat, terdapat Souvenir Shop. Di siang yang panas, aneka minuman yang dijajakan di sini laris manis. Sekedar menghilangkan dahaga, saya membeli air mineral sebotol seharga Rp 4 ribu, dan teh botol seharga Rp 8 ribu.
Satu hal bangunan terbaru, diantaranya adalah Museum Kapal. Lokasinya persis di samping bangunan Souvenir Shop. Usai turun dari puncak stupa, kami melalui pintu keluar candi yang mengarah ke museum ini.