Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kopdar Kompasianer di Gubuk Tengah Sawah

27 Mei 2016   18:16 Diperbarui: 3 Juni 2016   11:20 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis Berada di Tengah Tanaman Jagung Manis Hibrida F1
Penulis Berada di Tengah Tanaman Jagung Manis Hibrida F1
Menurut pengakuan Mas Rahman, ia hanya menggunakan Pupuk Hayati, pupuk jenis non kimiai bernama Feng Shou.  Tak ada tambahan pupuk lain. Tiap liter pupuk Feng Shou seharga Rp 100.000. Untuk tiap ha sawah, Mas Rahman hanya menghabiskan 4 liter pupuk cair Feng Shou. Ia melakukan pemupukan selama dua kali, yaitu di awal dan di pertengahan selama tanam jagung. Tepatnya pada dua minggu pertama dan dua minggu kedua.

Pupuk Hayati Feng Shou/Dok. Pribadi
Pupuk Hayati Feng Shou/Dok. Pribadi
Pupuk hayati ini menggunakan mikroba yang berbentuk basil. Ia bekerja secara alami. Fungsinya merangsang mikroba menghasilkan nitrogen yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan pengalaman Mas Rahman yang dituturkan kepada kami, pupuk ini mampu merangsang perkembangan cacing tanah di sekitar tanaman. Cacingnya tumbuh menjadi lebih besar dari pada biasanya.

Penasaran terhadap pupuk itu, saya mencoba melihatnya sendiri. Setelah ditunjukkan dan saya buka tutup botolnya, ternyata pupuk cair Feng Shou baunya nyaris seperti bau kencing. Baunya kuat sekali.  Hihi… tapi manfaatnya, hoho… )

Sebagai bahan perbandingan, saya ambil gambar jenis tanaman jagung milik Mas Rahman yang diberi pupuk Feng Shou dengan tanaman jagung milik petani lain digarap biasa-biasa saja (benihnya bukan benih unggul dan tidak diberi pupuk Feng Shou, ini pengamatan kami bertiga kala itu). Saya ambil gambar jagung yang seumuran di sawah yang berbeda. Hasilnya begitu kontras. Bahwa tanaman jagung  dengan perkiraan usia tanam yang sama, buahnya jauh berbeda, seperti tampak pada gambar di bawah ini.

(1) Tanaman Jagung biasa tanpa Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
(1) Tanaman Jagung biasa tanpa Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Tanaman Jagung Hibrida F1 dengan Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Tanaman Jagung Hibrida F1 dengan Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Pendapatan Hasil Bertani Jagung Manis

“Berapa pendapatan bertani jagung manis untuk sawah seluas ini Mas Rahman?” Tanya saya. Dia memberi ilustrasi kepada kami sebagai berikut:

“Beaya oprasional yang saya keluarkan sekitar Rp 9 – 11 juta. Untuk tiap 1 ha sawah, saya membutuhkan 30 kotak bibit jagung. Tiap satu butir bibit jagung, standarnya menghasilkan 456 - 500 butir jagung. Anggap saja tiap tongkol jagung terdapat 500 butir jagung. Tiap tongkol jagung bobotnya sekitar 5 - 6 ons. Untuk 1 kg rata-rata ada 2 tongkol jagung”.

Jagung Manis Hibrida F1 (dokpri)
Jagung Manis Hibrida F1 (dokpri)
“Jagung ini ditanam pada 15 Maret 2016 lalu, dan prediksi panen pada 3 - 4 Juni 2016. Hasil panen diperkirakan mencapai 12 ton”. Harga jual antara Rp 2.500 – Rp 3.000/kg.Bulan depan adalah bulan puasa, jadi harga jualnya bagus, bisa Rp 3.000 per kg. Jualnya bisa dengan cara “tebasan” (diborong) atau “kuintalan”. Jika dijual pola kuintalan, maka batangnya milik petani. Batang jagung seluas 1 ha ini bisa laku seharga Rp 2,5 jt. Lumayan, bisa buat beli pupuk”, demikian ujarnya.

Jika tiap kg jagung harganya Rp 3.000, maka jika menghasilkan 10 ton saja, ada pemasukan kotor sebesar Rp 30 juta-an”. Hasilnya lumayan nih…!

"Adakah kelemahan bertani jagung yang Anda rasakan?" Tanya saya. Ada, menurut pengakuannya, pertama, soal jarak tanam. Mas Rahman merasa jarak tanaman jagungnya terlalu rapat. Idealnya jarak tanam antar pohon jagung adalah 25 cm, sementara dia menanam dengan jarak 20 cm. Sedangkan jarak antar galur idealnya 70 cm. 

Kedua, kelemahan dalam menyulam bibit jagung yang mati. Pasalnya, setelah disulam, pertumbuhan bibit sulaman ini lebih lambat dibandingkan phon jagung lainnya. Idealnya, bibit jagung untuk menyisipi (menyulam) tanaman jagung yang mati ditanam bersamaan di tempat terpisah. Nah, bibit inilah yang mestinya digunakan untuk menyulam, sehingga nanti dapat tumbuh besar secara bersama dengan tanaman jagung lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun