Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar dari Peternakan Sapi Mas Erwin

17 Februari 2016   12:08 Diperbarui: 17 Februari 2016   16:48 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mas Erwin membuat kandang peternakan sapinya dengan sistem terpadu. Sejak dari makanan, kandang, pemerahan susu, hingga kotorannya dibuat dengan sistem terintegrasi satu siklus. Bahkan sisa kotoran lainnya dapat diproses menjadi pupuk organik.

Ketika berada di sana, saya melihat onggokan pupuk organik diletakkan di dekat dapur. Bentuknya seperti pasir kering, lembut dan tidak berbau. Sebagian lainnya sudah dimasukkan ke dalam beberapa karung/sak kecil. Dia menjual tidak dalam ukuran kg, tetapi ukuran sak. Karena satu sak yang sama, bobotnya bisa berbeda-beda. Menurut penjelasan Mas Erwin, pupuk organik itu dijual seharga Rp 5.000,00/sak. Ceruk pasarnya terutama para petani bunga.

Nilai Tambah Ekonominya Ada pada Produk Turunannya

“Wah… peternakan sapi Mas Erwin menarik, pasti pendapatannya banyak. Boleh diceritakan gimana sejak awal usahanya hingga seperti saat ini?”.

Demikian saya mengajukan pertanyaan kepadanya. Saat itu, kami berdialog secara santai di rumahnya yang mungil. Setelah melihat-lihat peternakan sapi, para kompasiner duduk melingkar. Meeka mengitari meja kursi sambil menikmati makanan. Kami menikmati nasi bakar yang dibungkus daun pisang. Makanan ini sudah disiapkan sebelumnya oleh Mbak Lilik. Makan bersama kompasiner, asyik...

Sementara itu, Nyonya Erwin menyediakan susu segar rasa cokelat. Rasanya wow… Mak nyess… ini baru susu segar. Hehe… ketika saya bilang pada teman-teman, mereka semua sepakat: “Enak tenan…. Rasanya beda banget dibandingkan dengan susu yang dijual di supermarket atau tempat lain.

[caption caption="Makan nasi bakar yang dibungkus daun pisang di rumah Mas Erwin/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Rumah Mas Erwin kecil dan relatif sederhana, namun halamannya cukup luas. Suasananya asri. Demikian halnya dengan halaman belakangnya hingga menuju peternakan sapi itu berada.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Mas Erwin lalu menjawab…

“…sebenarnya, hasil peternakan sapi perah itu hanya cukup untuk menutupi beaya operasional. Nilai tambah ekonominya justeru terletak pada produk turunannya… Awalnya, saya ingin resign dari perusahaan Surya Kertas, dan ternyata justru isteri saya sangat mendukungnya. Kami lalu mendirikan usaha peternakan ini. Kami menjual jual asset berupa rumah di Gajayana Estate, lalu kami gunakan untuk membeli tanah seluas ini…”.

Percaya diri dan berani menanggung risiko, itulah sebagian ciri entrepreneur, seperti yang dimiliki Mas Erwin. Ia menuturkan lebih lanjut, bahwa hasil susu perah itu dikembalikan lagi untuk membeayai produksi susu. Karena Hasilnya tak seberapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun