Seorang guru SMP pernah mengatakan, hidup ini memiliki segala sesuatu yang berjalan berdasarkan hukum-hukum tertentu. Dua diantaranya dapat dengan mudah dilihat. Pertama, semua hal di dunia ini selalu berhubungan, tidak ada satupun kejadian yang terjadi secara tunggal tanpa berhubungan dengan kejadian lain. Kedua, setiap hal yang ada di dunia ini memiliki pengecualian. Memang tampak bertentangan, tapi begitulah yang guruku katakan. Untuk melihatnya secara sederhana, di dunia ini terdapat muatan positif dan muatan negatif, kedua muatan itu mewakili sifat yang bertentangan. Karena total muatan di alam tidak berubah, jika di suatu tempat dihasilkan sejumlah muatan positif, maka di tempat lain akan dihasilkan muatan negatif dengan jumlah yang sama dengan muatan positif yang dihasilkan tersebut. Pengecualian yang terjadi adalah saat pembentukan muatan dilakukan dengan menghubungkan benda tempat dihasilkan muatan ke reservoir muatan seperti bumi melalui grounding connector, maka akan terbentuk muatan yang terisolasi pada benda dan muatan bumi tidak bertambah karena muatan lawan dari benda yang disalurkan ke bumi dapat diabaikan (Giancoli).
Seperti itu pulalah sifat manusia, ada kutub-kutub yang berbeda dan ada pengecualian-pengecualian di antara kedua kutub itu. Tulisan ini akan berpusat pada dua kutub sifat manusia : utopis dan realistis. Utopis berarti berupa khayal; bersifat khayal; orang yang memimpikan suatu tata masyarakat dan tata politik yang hanya bagus dalam gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan (KBBI daring). Sedangkan realistis berarti bersifat nyata (real); bersifat wajar (KBBI daring). Kedua sifat tersebut terwakili oleh dua tokoh yang berbeda dalam menghadapi masalah yang serupa. Keduanya adalah Alvaro Arbeloa, pemain bertahan Real Madrid, dan Keith Shadis, instruktur pelatihan militer pada fiksi Attack on Titan. Ya, kedua orang itu sangat berbeda. Eksistensi keduanya pun berbeda, satu tokoh fiksi, satu ada di dunia nyata. Dilihat sekilas, tokoh realita adalah Arbeloa sementara tokoh utopia adalah Shadis. Tapi, yang terjadi adalah sebaliknya, Arbeloa mewakili sifat utopia dan Shadis mewakili sifat realita.
Arvalo Arbeloa adalah pemain belakang Real Madrid yang selalu membela Madrid dengan sikap Spartan, tapi ia juga pemain bertahan tanpa kemampuan yang luar biasa, bahkan biasa-biasa saja. Musim ini adala musim terakirnya di Madrid. Sejak kematian Juanito Maravilla 24 tahun yang lalu, Madrid nyaris minim sosok yang mempertahankan klub ini dengan setulus hati, sampai mati, hingga mengajarkan nilai-nilai Madridismo sepenuh jiwa. Hingga Arbeloa menjadi jawaban atas apa yang dibutuhkan Madrid selama ini. Membela pemain, pasang badan untuk pelatih, menghargai fans, hingga menjadi jembatan perekat klub dengan ultras sur, fans garis keras Madrid yang selama ini memiliki hubungan buruk dengan manajemen klub. Dua puluh menit setelah laga terakhirnya di Santiago Bernabeu melawan Valencia berakhir, banner raksasa  berbentuk jersey Arbeloa masih dibentangkan di tribun.
 Berada di Madrid sejak tahun 2001, saat dia masih berumur 18 tahun, membuat Arbeloa sangat memahami kondisi, ambisi, dan ekspektasi Madrid. Saat itu adalah masa di mana Florentino Perez sedang gencar-gencarnya membangun skuat Galacticos. Setelah mendatangkan Luis Figo (2000), Zidane (2001), Ronaldo Nazario (2002), David Beckham (2003), Michael Owen (2004), hingga Robinho (2005), kondisi tim Madrid berubah drastis. Ada Istilah Zidanes untuk menyebut pemain-pemain bintang tersebut. Ada pula istilah Pavones untuk menyebut pemain-pemain non-bintang didikan akademi Madrid seperti Francisco Pavon, Guti, Alvaro Meija, hingga Ivan Helguera. Pergaulan pemain, baik di dalam dan luar lapangan, disebut terbelah dengan istilah itu. Sejak itu pula Madrid menjadi sekumpulan pemain yang ikonik dan "berhasil" membelah fans dengan istilahIkerista (fans Casillas), Raulista (fans Raul), Zidanes (fans Zidane) dan sebagainya. Itulah juga yang menjadi alasan utama di era Galacticos jilid I prestasi Madrid jauh dari standar yang diinginkan.
 Tahun 2006 adalah masa di mana Arbeloa harus meninggalkan Madrid. Tiga tahun lamanya Arbeloa meninggalkan Madrid; satu tahun di Deportivo La Coruna (2006-2007) dan 2 tahun di Liverpool (2007-2009) hingga akhirnya kembali pada musim panas 2009, saat Florentino Perez kembali membangun Los Galaticos jilid II dengan mendatangkan pemain bintang juga. Arbeloa yang malang-melintang di luar Madrid selama 3 tahun mendapatkan pelajaran yang sangat berharga tentang bagaimana phobia yang akan dihadapi Madrid ke depannya. Sejak saat itu pula Arbeloa selalu menunjukkan identitasnya, tidak hanya sebagai seorang pemain Madrid, tetapi juga sebagai Madridista yang selalu siap untuk keutuhan tim. Cerita dimulai di musim 2009-2010 saat Madrid yang dilatih Manuel Pellegrini mendapat kritik luar biasa dari media. Di musim itu, Madrid gagal di 16 besar Liga Champions dan gagal menjuarai Liga. Arbeloa kemudian melakukan konfrensi pers sendiri dengan memanggil para wartawan dan menyebut kondisi tim sangat baik dan pemain senang dilatih Pellegrini. Meski akhirnya Pellegrini dipecat dan digantikan Jose Mourinho, namun apa yang dilakukan Arbeloa waktu itu sangat dikenang hingga hari ini.
 Pada bulan Mei 2012, saat Madrid menjuarai liga untuk ke-32 kalinya. Isu kepindahan Gonzalo Higuain menguat. Saat itu Higuain sudah meminta setiap pemain, staf pelatih, hingga beberapa perwakilan Madridista, untuk menandatangani jersey-nya. Namun, ada kejutan di perayaan gelar Madrid di Cibeles pada saat itu. Arbeloa mengambil mikrofon dan bernyanyi: "Pipita quedate, Pipita quedate, Pipita quedate.." (Pipita --julukan Higuain-- Bertahanlah). Hingga akhirnya Higuain bertahan di musim itu dan baru meninggalkan Madrid di akhir musim 2012-2013. Di bulan September 2012, kala Cristiano Ronaldo mencetak gol, waktu Madrid menang 3-0 atas Granada di La Liga, banyak spekulasi yang muncul saat itu, menyebutkan kalau Ronaldo tidak nyaman di Madrid, Ronaldo ingin pindah, hingga isu Ronaldo tidak dihargai Madrid. Arbeloa adalah orang pertama yang menemui Ronaldo dan memintanya terbuka untuk segala hal tentang Madrid. Tak lama setelah itu, Arbeloa menulis dan mengunggah fotonya bersama Ronaldo di akun Twitter-nya: "I am here bro, with you, don't sad". Hingga akhirnya pada September 2013, Cristiano Ronaldo memperpanjang kontraknya hingga 2018.
 Cerita berlanjut di perempat final Copa Del Rey pada Januari 2013, saat Messi dikabarkan menghina Istri Arbeloa, Carlota Luiz, yang kala itu sedang hamil dengan ejekan "Bobo" di parkiran Santiago Bernabeu. Arbeloa hanya tersenyum dan berkata, "Dia tak mau berkelahi dengan anak-anak." Arbeloa selalu membela teman setimnya hingga dia disebut Spartan. Arbeloa hadir saat Madridista menyiuli nama Antonio Adan. Arbeloa tidak lari saat Diego Lopez mendapat kecaman dari Ikerista. Arbeloa juga yang mencoba menenangkan perang dingin Casillas dan Mourinho di akhir musim 2012-2013. Arbeloa memakai kaos "Live Forever" sebagai janjinya pada Madridista bernama Van Palomain yang tidak sempat melihat Madrid meraih La Decima karena lebih dulu tutup usia akibat kecelakaan kereta api. Arbeloa juga orang yang berdiri paling depan saat Gerard Pique mengejek Madrid dan siap "perang" di media sosial dengan Pique.
 Masih banyak lagi perlakuan spesial yang dilakukan Arbeloa untuk Madrid. Itu juga salah satu alasan mengapa hingga hari ini dia masih bertahan di Madrid saat usianya sudah menginjak 33 tahun. Saat waktu bermain yang sangat minim karena skill-nya dianggap biasa-biasa saja. Namun, segala sesuatunya memang harus mengenal batas. Batas itu pulalah yang kita saksikan kala Arbeloa harus meninggalkan Madrid. Tentunya ini menjadi momen yang sangat berat untuknya.
Begitulah sifat utopia, sifat manusia saat ia menetapkan hidupnya serupa garis lurus dengan suatu idealism tiada terkira, saat ia mencoba membawa hidupnya untuk memenui ekspektasi dari impian dan idealismnya. Namun di setiap kehidupan selalu ada persimpangan jalan. Di persimpangan kita menyadari bahwa ujung jalan tak hanya satu. Tak seperti lari marathon yang saat kita memulai kita sudah tahu ke mana kita akan finis dan mengakhiri. Tak harus seperti George, laki-laki tua yang telah menginjak 80 tahun namun tetap tabah, tulus dan sepenuh hati mencintai istrinya, Anne, perempuan renta lumpuh di film Amour besutan sutradara Mikhael Heneke. Juga tak harus seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, Paolo Maldini, Franco Baresi atau Carles Puyol yang selama hidupnya hanya menghabiskan waktunya di satu klub sepak bola yang dicintainya.
 Begitulah kisah Arbeloa mengajarkan kita tentang sifat manusia dalam menjalani hidup. Ada masanya kita tidak harus menyelesaikan sesuatu sampai garis finis karena ketidakmampuan. Tidak harus mewujudkan apa yang kita impikan karena keterbatasan. Juga tak harus bertahan di satu klub yang kita cintai sementara klub itu sudah merasa tak membutuhkan kita. Sekarang tinggal menunggu waktu sejauh mana kita akan mampu berjuang, sejauh mana kita akan mampu bertahan dan sejauh mana kita akan ikhlas untuk menerima keadaan. Namun, kehidupan mengajarkan kita bahwa segala sesuatunya harus mengenal batas dan batas itulah yang kita ukur hingga hari ini. (detik.com; About the Game)
Berbeda dengan Arbeloa, Shadis tidak perlu menunggu sampai ke ujung untuk menerima keadaan. Sejak semula, sejak pasukannya dibantai pada sebuah ekspedisi keluar dinding dan di jalan pulang ia ditanya oleh seorang perempuan tua tentang anaknya yang ikut serta dalam ekspedisi dan Shadis tidak bisa menjawab selain menunjukkan potongan tangan anak wanita tua itu yang masih tersisa sementara seluruh tubuhnya yang lain telah dimakan Titan. Shadis awalnya seorang komandan Pasukan Pengintai, satu dari tiga divisi tentara yang ada, Pasukan Pengintai yang bertugas keluar dinding dan mengumpulkan informasi tentang Titan serta melakukan penyerangan, pasukan Penjaga Dinding yang bertugas mempertahankan keutuhan dinding dalam dunia tempat manusia bertahan membangun dinding yang melindungi mereka dari serangan Titan, dan pasukan Polisi Militer yang bertugas di area terdalam, pusat kerajaan yang nyaman dan aman untuk mengamankan para petinggi dan para bangsawan dari pemberontakan dan menertibkan keadaan.