Pendidikan dan Teknologi
Pendidikan adalah suatu rancangan umtuk bekal dalam masa depan kita. Dimana pendidikan tidak bisa mengenyam secara instan karena dalam proses pendidikan seluruh aspek kehidupan masuk pada tataran pendidikan. oleh karena itu, kecanggihan teknologi dapat kita ukur dari kepintaran manusia stabilitas ekonomipun du dunia bagaimana manusia mengenyam pendidikan di indonesia itu dapat berjalan baik tanpa faktor intern yang merusak segala tataran yang sudah di buat.Â
Teknologi di era sekarang sangatlah berkembang dengan pesat dimana semua sektor industri berbondong-bondong membeli teknologi untuk keperluan industri dan semuanya itu dalam produk import semua. Nah, sedangkan diindonesia kalau kita melihat bahan bakunya saja sudah banyak tinggal bagaimanakah kita mengolahnya? Sebenarnya mudah hanya dengan berpendidikan yang tinggi semua pasti akan terwujud dan tercapai cita-cita indonesia.
Mengutip dari laman Forbes, revolusi industri generasi keempat bisa dimaknai sebagai wujud ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasis dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan AI.
Sebenarnya, campur tangan komputer sudah ikut dalam Industry 3.0. Kala itu, komputer dinilai sebagai 'disruptive', atau bisa diartikan sesuatu yang mampu menciptakan peluang pasar baru. Setelah dapat diterima, saat ini machine learning dan AI ada di tahap tersebut.
Secara singkat, Industry 4.0, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things , dan Internet of Systems membuat Industry 4.0 menjadi mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.
Di Indonesia, perkembangan Industry 4.0 sangat didorong oleh Kementerian Perindustrian. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang industri, Indonesia juga harus mengikuti zaman.
"Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama," kata Airlangga.
"Kami juga sedang mempelajari dari negara-negara lain yang telah menerapkan, sehingga bisa kita kembangkan Industry 4.0 dengan kebijakan berbasis kepentingan industri dalam negeri," ungkapnya.
Airlangga juga menyebutkan, sejumlah sektor industri nasional telah siap memasuki era Industry 4.0. Beberapa di antaranya seperti industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.
"Misalnya industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotik dan infrastruktur IoT," kata Airlangga.
Lantas, faktor penggerak apakah yang harus diperkuat untuk menyambut Industry 4.0 di Indonesia? Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Haris Munandar menjelaskan, ada beberapa bidang yang harus dipersiapkan.
Beberapa di antaranya adalah melakukan peningkatan otomatisasi, komunikasi machine-to-machine, komunikasi human-to-machine, AI, serta pengembangan teknologi berkelanjutan.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa untuk melakukan implementasi, ada empat dasar faktor penggerak. Pertama adalah peningkatan volume data, daya komputasi, dan konektivitas. Harusnya juga adanya peningkatan kemampuan analitis dan bisnis intelijen di Industri ini.
"Bentuk baru dari interaksi human-machine, seperti touch interface dan sistem augmented-reality juga merupakan hal yang penting. Tak ketinggalan, pengembangan transfer instruksi digital ke dalam bentuk fisik, seperti robotik dan cetak 3D," tegasnya.
Kalau saya memandang dengan kacamata saya sendiri pendidikan di indonesia sangatlah rendah intensitasnya keselarasan kesejahteraan guru yang mungkin kita sorot. Dan kelayakan bangunan sekolah kalo kita melihat dari hal fisiknya saja diindonesia termasuk terendah. Dan bayangkan gaji guru hanya dibedakan pada tingkat kelulusannya saja tanpa memandang soft skil yang orang lain punya. Begitupun dari kurikulum yang baru ini, tidak hanya dari efeknya yang bebas tetapi dalam rasio anak bagaimana dapat kita batasi dalam proses kurikulum merdeka belajar ini. Jadi tidak ada perkembangan yang signifikan pada tataran pendidikan. Semua berlatar belakang kebebasan belajar dimana anak bisa berfokus pada pembelajaranya.
Dan semua ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang tidak pernah duduk di bangku kulia dimana intelektualitas salah satu penunjang dimana keberhasilan dalam pendidikan. Di era digital ini dapat kita rasakan ibi kita semua berharap antara pendidikan dengan teknologi selalu berkembang secara sejajar karna sama saja kalo pendidikan rendah tetapi teknologi berkembang denga pesat.
Dengan adanya teknologi diharapkan mampu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran antara murid dan guru, sebagai wadah pengembangan diri, kecepatan dan ketepatan dalam memperoleh informasi, serta dapat menciptakan pendidikan berkualitas untuk melahirkan SDM yang berkualitas.
Dan semuanya ini dapat kita selaraskan pada argumen bapak soedjatmoko berikut ucapannya "Untuk memfokuskan efek pembangunan secara lebih efektif pada perbaikan banyak individu manusia, kita tentu perlu lebih realistis tentang apa yang telah kita capai sejauh ini dan di mana kita telah gagal."
Â
Menurutnya, pembangunan sumber daya manusia merupakan hal yang paling menentukan dalam keberhasilan pembangunan suatu negara. Soedjatmoko mengungkapkan bahwa pembangunan merupakan proses belajar. Dalam pandangan Soedjatmoko, pembangunan tak bisa hanya diartikan sebagai peningkatan per kapita semata, melainkan pembangunan manusia seutuhnya, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Setiap warga di semua tingkat dan di dalam semua komponen masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya sehingga memungkinkan bangsa yang bersangkutan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, dan lalu bertahan dan berkembang di tengah dunia yang semakin rumit, tidak stabil, dan ditandai dengan ketatnya persaingan. Karena lebih dimaknai sebagai peningkatan kemampuan atau kapabilitas seluruh komponen bangsa, Soedjatmoko tidak mengartikan pembangunan sebagai sesuatu yang kita perbuat atau kita hasilkan, melainkan sesuatu yang kita belajar (Soedjatmoko, 1986: 4).
Menurut Soedjatmoko, peran utama pendidikan adalah untuk meningkatkan "kemampuan kolektif seluruh bangsa untuk belajar." Dalam hal ini, belajar berarti, "peningkatan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, tidak hanya untuk menyesuaikan diri pada perubahan, melainkan juga untuk mengarahkan perubahan itu sehingga sesuai dengan tujuannya sendiri" (Soedjatmoko, 1986: 4). Masyarakat Indonesia perlu belajar untuk mematahkan pola-pola batin yang membuat kita cenderung bersikap pasif dan tidak berdaya akibat penjajahan yang berlangsung selama berabad-abad menuju sikap aktif untuk mendayagunakan segala yang dimilikinya sebagai suatu kelompok yang rukun untuk mencapai sasaran-sasaran demi kebaikan bersama. Dengan peningkatan kemampuan belajar, diharapkan peserta didik mampu berpikir secara mandiri. Dengan demikian, ke depannya masyarakat Indonesia,
para pemikirnya, tidak lagi hanya semata-mata menjadi konsumen perbendaharaan pengetahuan yang dihasilkan oleh para pemikir dari negara-negara maju. Kita akan mampu menjadi penyumbang atau turut berperan serta dalam perbendaharaan pengetahuan dunia. Selain itu, kemampuan belajar juga erat kaitannya dengan kemandirian berpikir yang juga penting dalam pembangunan Indonesia sendiri. Kita paham bahwa masalah pembangunan yang dihadapi masing-masing negara berbeda. Sebab itu, kita tidak bisa semata-mata mengadopsi solusi yang dimiliki negara lain untuk memecahkan persoalan negeri kita sendiri. Sangat mungkin, meski solusi itu berhasil di negara asalnya, tetapi gagal di negeri kita karena konteks persoalan yang berbeda
Menurut Soedjatmoko, pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan belajar. Dalam hal ini, belajar berarti upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif sebagai suatu bangsa, untuk tidak hanya menyesuaikan diri dengan perubahan, melainkan juga untuk mengarahkan perubahan itu sehingga membawa dampak yang positif bagi dirinya. Kemampuan belajar sangat penting dimiliki guna menghadapi beragam tantangan di masa depan, selain tantangan lama yang belum selesai, juga tantangan yang sama sekali baru atau tidak ada presedennya. Sebab, abad ke-21 merupakan masa yang tidak bersinambung dengan masa sebelumnya.
REFERENSI
Purnama, Chandra Saputra. "Pemikiran Soedjatmoko tentang Pendidikan dan Relevansinya pada Abad Ke-21 di Indonesia." Herodotus: Jurnal Pendidikan IPS 3.3 (2020): 185-197.
Daryanto & Karim, S. (2017). Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.
Friedman, T. L. (2018). Thank You for Being Late: Membangun Optimisme untuk Melangkah Maju di Era Akselerasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Husnaini, M. (2018). Menjadi Pribadi Pembelajar. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo.
Latif, Y. (2019, 2 Mei). Pendidikan Era Baru. https://kompas.id/baca/opini/ 2019/05/02/pendidikan-era-baru/
Soedjatmoko (1984). Pembangunan dan Kebebasan. Jakarta: LP3ES.
ANHAR, Al. KONSEP PENDIDIKAN RELIGIO-HUMANIS PERSPEKTIF SOEDJATMOKO. DIMAR: Jurnal Pendidikan Islam, 2020, 1.2: 072-105.
ADINUGRAHA, Hendri Hermawan. Progressive Education in Indonesia: Insight from Soedjatmoko Thought. Tarbawy: Jurnal Pendidikan Islam, 2020, 7.2: 113-121.
Nukha, R. (2017). Reproduksi Budaya dalam Pentas Kesenian Tradisional di Balai Soedjatmoko. Jurnal Analisa Sosiologi, 6(1).
Jamun, Y. M. (2018). Dampak teknologi terhadap pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, 10(1), 48-52.
Syamsuar, S., & Reflianto, R. (2019). Pendidikan dan tantangan pembelajaran berbasis teknologi informasi di era revolusi industri 4.0. E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 6(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H