Kalau aku meninjau lalu datang kemarau
Sawah-sawah kering, padipun gugur bersama angin Hanya mata airmu ibu, yang tetap lancar mengalir.
Bila aku membaca
Sedap kopyor masakanmu dan ronta kegelisahanku Di hati ada mayang siwalan menitihkan
Sari-sari kerinduan
Lantar hutangku tak mampu kubayar.
Ibu adalah singgah sana hatiku Dan ibulah yang mendoktrinku
Saat mawar menyerbak bau kasih sayang Ibu menunjuk keatas, kemudian kebawah Aku berangguk meski kurangku pahami.
Bila kasihmu ibarat semesta Sempit alam teduh
Tempatku bersuci, menyuci lumut pada diri.
Melempar, tertampar tak uji bagimu
Laut meredam marah sang hati, tak kuasa menahannya.
Kejernihan air matamu Menyejukkan sang buah hatimu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal.
Ibukah itu, bidadari yang berselendang biangwajah Sesekali kehadapanku biar kutahu sedihmu Menyerahkan, menggambar langit biru dengan sajakku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H