Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Daring? Makin Pintar atau Makin Stres?

6 November 2020   22:21 Diperbarui: 6 November 2020   22:55 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : oxfordlearning.com

Pagi hari ketika sedang enak-enaknya menikmati sepiring nasi goreng tiba-tiba ponsel kita berbunyi. Bukan nada dering panggilan atau sms. Tapi notifikasi pesan grup whatsapp.

Seketika itu juga kita pasti mengeceknya. Tersenyum? Senang? Enggak sama sekali. Yang ada malah bete.

Penyebabnya sepele, yakni puluhan chat tugas di layar ponsel yang harus dikerjakan oleh anak kita. Tugas yang kian hari terasa makin bertambah dan menyesakkan dada kita sebagai orang tua.

Sudah bisa ditebak, nasi goreng yang semula terasa nikmat, mendadak terasa hambar. Pikiran kita langsung kusut. Lelah terbayang di depan mata menemani kita sepanjang hari itu.

Fenomena belajar daring ini sudah mulai tidak asing lagi selama beberapa bulan terakhir. Berbagai aplikasi digunakan untuk melaksanakan pembelajaran secara online ini. Sebuah trend baru yang muncul sebagai konsekuensi dari aturan “jaga jarak dan memakai masker” yang digaung-gaungkan oleh pemerintah.

***

Tidak terasa kita telah menjalani masa indah bersama korona hampir satu tahun. Ada yang bilang indah dan ada yang bilang musibah.

Dibilang indah karena kita bisa bekerja dan belajar dari rumah sambil bersantai, dibilang musibah karena korona telah meluluh lantakkan segala aspek dalam hidup kita.

Mulai dari perubahan gaya hidup hingga perubahan ekonomi di masyarakat. Semuanya hampir merata dirasakan oleh masyarakat.

Perubahan ini juga terasa dalam dunia pendidikan. Yakni berubahnya gaya belajar siswa. Dari kebiasaan belajar di dalam kelas, menjadi belajar di rumah. Istilah kerennya Learning from Home.

Seperti yang dikatakan oleh Mendikbud Nadiem Makarim di laman news.detik.com beberapa bulan yang lalu bahwa pembelajaran daring ini membawa dampak bagi anak dan orang tua.

Para orang tua mengalami kesulitan dalam mendampingi anak belajar. Terutama dalam memahami materi pelajaran yang akan mereka jelaskan kepada anak.

Sedangkan bagi anak, banyaknya tugas dari sekolah membuat mereka mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi. Dampaknya adalah munculnya learning loss, yakni penurunan capaian belajar anak.

Makanya, tidak heran jika beberapa orang tua mengeluh setelah membuka grup whatsapp mereka. “Tugas lagi tugas lagi, youtube lagi youtube lagi”.

Keluhan itu bukan tanpa alasan, kesibukan kerja dan keterbatasan pengetahuan orang tua tentang materi pelajaran membuat mereka merasa terbebani. Sedangkan di sisi lain, ada banyak tanggungjawab yang harus mereka selesaikan selain menemani anak belajar daring di rumah. Hal inilah yang memicu stress ketika membuka grup whatsapp di ponsel.

Sesuai penjelasan dari Staf Sub-bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar, Lyly Puspa Palupi yang dipaparkan di laman republika.co.id bahwa belajar jarak jauh atau daring berpotensi memunculkan stres pada anak, bila tidak diatasi dengan pendampingan orang tua di rumah.

Dampak belajar daring yang telah berjalan lebih dari tujuh bulan berdampak pada psikologis anak, mulai dari rasa bosan dengan aktivitas di rumah saja, anak juga dituntut beradaptasi belajar dari rumah yang pasti berbeda dengan di kelas sehingga hal-hal seperti ini bisa menimbulkan kondisi tertekan pada psikis anak dan berpotensi munculnya stres pada anak.

Namun, benarkah belajar daring berdampak psikologis sebesar itu kepada anak? Benarkah anak akan mudah stress jika mereka belajar lewat materi di layar ponsel mereka? Jawabannya adalah belum tentu.

Kebiasaan baru yang dialami anak dalam belajar memang cukup “memukul” anak dan para orang tua. Mereka seolah belum siap dengan model pembelajaran yang “terasa baru” bagi mereka.

Menatap materi lewat layar ponsel yang menyala, membuka-buka buku pelajaran untuk menulis tugas yang diberikan, menggeser-geser layar ponsel untuk mencari jawaban di Mbah Google seakan membuat belajar daring kian rumit dan ruwet. “Bosen Pak, masak belajarnya harus nonton Youtube terus menerus? Apa kita memang belajarnya dari Youtube ya Pak?”. Keluh orang tua murid di rumah.

Suatu perubahan drastis yang terjadi dalam aspek hidup kita, termasuk berubahnya gaya belajar anak, memang sangat memengaruhi psikologis dan mental anak dan para orang tua di rumah.

Pagi berangkat kerja, sore pulang kerja. Dalam kondisi sudah capek, orang tua disambut dengan setumpuk tugas belajar yang harus diselesaikan si anak. Memaksa mereka mau tidak mau untuk mendampingi si anak untuk mengerjakan tugasnya. Dalam kondisi capek. Fisik maupun mental. Coba kita bayangkan.

Karena kelelahan yang menumpuk itulah, para orang tua memberanikan diri mengirim pesan whatsapp di grup belajar si anak sebagai bentuk “ketidaknyamanan” atas banyaknya tugas yang diberikan kepada anaknya. “Pak, tugasnya kok tambah banyak? Apa ndak kedelep tugas nanti?”

Pesan-pesan serupa seperti itu adalah sebuah kewajaran dan sangat manusiawi dialami manusia.  Sebab ketika psikologis kita tertekan, masalah muncul bertubi-tubi, emosi pasti akan meledak bak ranjau di medan perang.

Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh anak dan orang tua di rumah? Protes? Ngambek? Demo? Atau pasrah menerima ketentuan yang sudah dibuat pemerintah. Menjalankan Work from home dan learning from home. Keputusan terbaik ada di tangan kita masing-masing.

Kita sendiri yang harus bijaksana dalam menyikapinya. Kita bisa enjoy belajar daring sambil nyemil atau merasa tertekan dan stres sepanjang hari. Pilihan ada di tangan kita. Karena hidup tidak sesulit seperti yang kita bayangkan.

***

Mungkin sudah saatnya pemerintah memikirkan cara yang lebih baik dalam menghadapi makhluk bernama korona ini. Mungkin sudah saatnya pemerintah membagi fokusnya untuk dunia pendidikan. Tidak hanya berfokus pada pencegahan penyebaran korona saja.

Entah itu membentuk tim yang berfokus untuk memikirkan teknologi yang mempermudah belajar siswa atau tim yang berfokus untuk memikirkan biaya akses internet gratis untuk siswa belajar di rumah. Bukan sekedar gratis tapi akses lemot dan kuota dibatasi. Tapi gratisnya harus benar-benar berkualitas. Masuk gak? Hehehe…

Apapun masalah yang sedang kita hadapi sekarang, mau korona atau gak, yakinlah bahwa semua ini akan indah pada waktunya. Badai pasti berlalu. Dan ketika badai itu berlalu, akan muncul sebuah pelangi yang indah. Kita berharap saja yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun