Karena kelelahan yang menumpuk itulah, para orang tua memberanikan diri mengirim pesan whatsapp di grup belajar si anak sebagai bentuk “ketidaknyamanan” atas banyaknya tugas yang diberikan kepada anaknya. “Pak, tugasnya kok tambah banyak? Apa ndak kedelep tugas nanti?”
Pesan-pesan serupa seperti itu adalah sebuah kewajaran dan sangat manusiawi dialami manusia. Sebab ketika psikologis kita tertekan, masalah muncul bertubi-tubi, emosi pasti akan meledak bak ranjau di medan perang.
Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh anak dan orang tua di rumah? Protes? Ngambek? Demo? Atau pasrah menerima ketentuan yang sudah dibuat pemerintah. Menjalankan Work from home dan learning from home. Keputusan terbaik ada di tangan kita masing-masing.
Kita sendiri yang harus bijaksana dalam menyikapinya. Kita bisa enjoy belajar daring sambil nyemil atau merasa tertekan dan stres sepanjang hari. Pilihan ada di tangan kita. Karena hidup tidak sesulit seperti yang kita bayangkan.
***
Mungkin sudah saatnya pemerintah memikirkan cara yang lebih baik dalam menghadapi makhluk bernama korona ini. Mungkin sudah saatnya pemerintah membagi fokusnya untuk dunia pendidikan. Tidak hanya berfokus pada pencegahan penyebaran korona saja.
Entah itu membentuk tim yang berfokus untuk memikirkan teknologi yang mempermudah belajar siswa atau tim yang berfokus untuk memikirkan biaya akses internet gratis untuk siswa belajar di rumah. Bukan sekedar gratis tapi akses lemot dan kuota dibatasi. Tapi gratisnya harus benar-benar berkualitas. Masuk gak? Hehehe…
Apapun masalah yang sedang kita hadapi sekarang, mau korona atau gak, yakinlah bahwa semua ini akan indah pada waktunya. Badai pasti berlalu. Dan ketika badai itu berlalu, akan muncul sebuah pelangi yang indah. Kita berharap saja yang terbaik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI