Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Saliyem

5 Mei 2020   12:35 Diperbarui: 5 Mei 2020   18:55 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pinterest.com

     Makin tua Saliyem makin bersemangat. Tubuhnya bisa dikata jauh dari sakit. Tidak ada masalah serius dalam kesehatannya. Kebugaran tubuhnya selalu terjaga. Ramuan jamu herbal yang dibuatkan oleh para pembantunya membuat kondisinya selalu prima. Tak heran jika bisnis "Batik Saliyem" makin berkembang pesat. Gerai "Batik Saliyem" kini memiliki banyak cabang di Jogjakarta. Pada tanggal 17 Nopember 2000 saat Saliyem berusia 70 tahun, gerai "Batik Saliyem" cabang Malioboro resmi dibuka.

            Tidak ada kesuksesan tanpa cibiran. Demikian pula Saliyem. Kehidupannya yang janggal menjadi buah bibir kolega bisnisnya. Bahkan tetangga di sekitar Bangsal Kencono mulai melihat ada sesuatu yang tidak beres dalam diri Saliyem. Saliyem pun merasa demikian. Ia tidak serta merta mengambil kesimpulan yang gegabah. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana suami pertamanya mati. Sekujur tubuh membiru dengan mata melotot kemerahan. Ada bercak darah yang keluar dari kedua belah paha suaminya itu. Pola yang sama juga terjadi kepada suami keduanya. Hal ini hanya Saliyem yang tahu. Awalnya ia hanya menganggap sebagai penyakit keturunan yang diidap para suaminya itu. Namun sekarang pikirannya mulai terbuka. Bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya.

"Aku tahu ada setan yang bersemayam dalam diriku" ucap Saliyem dalam hati.

***

"Tubuh seorang bahu laweyan dipinjam sebagai wadah oleh makhluk halus jahat yang ingin menguasainya. Makhluk halus ini tak rela jika ada manusia yang mengawini kekasihnya. Oleh karena itu makhluk halus ini akan membunuhnya sebelum manusia menyentuh kekasihnya itu."

     Ucapan orang pintar yang didatangi oleh Saliyem sore itu akhirnya menguak tabir misteri apa yang sebenarnya telah terjadi pada para suaminya. Sesuai anjuran dari orang pintar tadi, Saliyem hanya bisa pasrah atas nasib yang menimpa dirinya. Ia hanya bisa berdo'a memohon keselamatan kepada Tuhan. Memohon perlindungan Tuhan agar terhindar dari bahaya.

***

Dua puluh tahun kemudian

"Nyonya darimana? Sore begini baru pulang?" tanya Mbok Warsih pembantunya.

"Aku dari makam para suamiku. Aku telah meminta maaf kepada mereka." jawab Saliyem singkat.

     Tepat ketika matahari tergelincir ke Barat, Saliyem menghembuskan napas terakhirnya diatas ranjang. Senyum bahagia menghiasi bibirnya. Sebuah senyum kemenangan dalam kesendiriannya. Saliyem telah bebas dari takdirnya. Takdir seorang wanita bahu laweyan. Kini ia menjadi seorang wanita seutuhnya. Wanita priyayi Jawa yang anggun tutur bahasa dan sikapnya.

Di bawah sinar bulan purnama air laut berkilauan
Berayun-ayun ombak mengalir ke pantai senda gurauan

Di bawah sinar bulan purnama hati sedih tak dirasa
Beribu bintang bertaburan menghiasi langit hijau

Menambah cantik alam dunia serta murni pemandangan

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun