Novosibirsk 2020,
Kota Novosibirsk terlihat sibuk. Orang-orang berlalu-lalang di jalanan utama kota. Lalu lintas mulai ramai. Bus, trem, dan bus listrik telah dipadati oleh orang-orang. Para karyawan kantor, anak sekolah hingga mahasiswa mulai beraktivitas di kota yang menjadi pusat sains dan kebudayaan Rusia itu.
Kehidupan di Novosibirsk pagi itu berjalan seperti hari-hari biasanya. Ramai penuh sesak. Semenjak berita di TV lokal Rusia yang menyiarkan efek pemanasan global. Beberapa pejalan kaki memakai kemeja dan kaos biasa. Tidak ada mantel atau topi bulu seperti tahun sebelumnya. Seolah cuaca dingin di Novosibirsk adalah hal biasa bagi mereka.
Hari ini tepat tanggal 17 Nopember 2020, tanggal dimana Organisasi Green Peace Rusia merayakan Hari Bumi. Sophia Markov dan relawan lainnya turun memenuhi jalanan Kota Novosibirsk. Mereka membawa spanduk dan meneriakkan yel-yel mengurangi pemanasan global. Yel-yel berisi peringatan ancaman mencairnya es di Antartika. Ancaman akan naiknya permukaan air laut dan musnahnya eksistensi manusia di planet bumi. Sophia Markov terlihat bersemangat saat berorasi untuk menurunkan Nikolay Sorokin dari jabatan direktur Ski Resort Baikalsk.
"Turunkan Nikolay Sorokin. Hentikan pembangunan Ski Resort di Siberia!"
Kelompok aktivis lingkungan Greenpeace mengirim mereka untuk mengumpulkan data guna membina dukungan internasional untuk menyatakan sebagian wilayah Siberia sebagai kawasan perlindungan yang tidak boleh dijamah oleh industri. Maraknya pembangunan ski resort di Siberia membuat mereka terpaksa melakukan unjuk rasa besar-besaran.
Kesibukan orang-orang Novosibirsk seakan terhenti. Beberapa mobil dan transportasi umum berjalan melambat untuk menyaksikan unjuk rasa para demonstran didepan Katedral Alexander Nevsky. Katedral dengan gaya arsitektur Neo-Bizantium itu seakan menyedot perhatian orang-orang di jalan untuk mendekat. Untuk mendengarkan orasi Sophia Markov.
Makin siang mereka mulai memadati katedral.
Sophia Markov dan beberapa tokoh Green Peace Rusia sengaja memilih Katedral Alexander Nevsky karena letaknya yang sangat strategis. Berdiri di tengah-tengah jalan utama kota dan dikelililingi oleh jalan raya di empat penjuru arah. Dinginnya udara pagi itu tidak menghalangi mereka untuk menyalurkan aspirasi mereka.
"Save our earth. Save Siberia. Save Rusia!" teriak Sophia Markov sambil menggelar spanduk didepan katedral.
Beberapa media massa Rusia sibuk meliput dan menyiarkan demonstrasi itu secara live. Banyak wartawan yang tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan foto kegiatan para demonstran itu. Salah satunya adalah Oksanochka Ivanenko. Seorang wanita yang menjabat sebagai editor surat kabar Inveztia.
Tidak jauh dari katedral, dua orang remaja perempuan sedang asyik bermain ski. Mereka bermain dengan riangnya. Meluncur diatas hamparan es sambil memakai jaket tanpa topi hangat. Karena udara siang itu tidaklah terlalu dingin.
"Apa kau suka tempat ini?"
"Iya, aku suka sekali. Tempat bermain ski ini sangat luas dan lapang. Banyak yang datang kemari tiap akhir pekan."
"Kau memang jenius. Tapi ngomong-ngomong bagaimana kau bisa mengetahui tempat sebagus ini di Novosibirsk?"
"Waktu masih muda, ibuku sering bermain kemari. Dulu tempat ini dikenal dengan sebutan Ski Resort Baikalsk. Sangat ramai. Namun entah mengapa sekarang nama itu seolah menghilang. Orang lebih mengenalnya sebagai Ski Resort Novosibirsk."
Percakapan mereka terhenti ketika tiba-tiba salah seorang dari mereka terjatuh. Tidak ada luka. Hanya insiden kecil yang membuat lolipop milik salah seorang remaja itu terjatuh.
"Kau tidak apa-apa Valerya?"
"Iya, aku baik-baik saja."
Valerya memungut kembali lolipop bulat berwarna pelangi itu. Meniupnya dari es yang menempel. Lalu mengulumnya dan melanjutkan permainan mereka kembali.
"Ayo Valerya, kejar aku!"
Dua remaja itu sangat asik bermain ski. Mereka seolah melupakan hiruk pikuk Kota Novosibirsk yang dipenuhi oleh ambisi orang dewasa. Ambisi untuk saling menjatuhkan. Tepat di sore hari, mereka pulang saat jalanan mulai sepi. Tidak ada demonstrasi, tidak ada keributan lagi. Jalanan mulai tenang seperti biasa.
***
Malam hari setelah pulang dari bermain ski, tubuh Valerya mengalami panas yang cukup hebat. Orangtuanya menganggap hal itu sebagai hal biasa. Sehingga mereka hanya mengompres dan memberi Valerya obat penurun demam. Perlahan panas di tubuh Valerya berangsur-angsur menurun. Orangtuanya mulai tenang melihat putrinya bisa tidur nyenyak malam itu.
Namun takdir berkata lain. Keesokan pagi saat ibu Valerya mengantarkan sarapan ke kamarnya, wanita itu menemukan Valerya mengalami pendarahan hebat di hidung, mulut dan telinganya. Mereka segera menghubungi dokter pribadi keluarga. Dr. Alena Koltsov. Seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang bertugas di Rumah Sakit Saint Petersburg.
Namun sayang, virus itu telah menyerang aliran darahnya. Menimbulkan gangguan pembekuan darah, merusak dinding pembuluh darahnya sehingga memicu pendarahan hebat pada organ tubuhnya. Valerya akhirnya meninggal sebelum pertolongan medis datang.
Dua jam kemudian, Dr. Alena Koltsov akhirnya tiba dirumah Valerya. Ia meminta maaf atas keterlambatannya. Sebab saat mereka menghubunginya, ia sedang ada pertemuan dengan direksi rumah sakit yang tidak bisa ia tinggalkan. Orang tua Valerya bisa menerima alasan dokter itu. Ia tidak menyalahkannya. Sebab setengah jam setelah mereka menghubungi dokter itu, Valerya sudah tidak bernyawa lagi.
Sebagai dokter keluarga Valerya, Dr. Alena Koltsov merasa ikut kehilangan. Ia telah menjadi dokter keluarga itu sejak Valerya masih kecil. Hubungan diantara mereka sudah sangat dekat.
"Maafkan aku Nyonya, aku terlambat menolongnya."
"Tidak apa-apa dokter. Ini bukan salahmu."
"Dimana jasad Valerya sekarang? Aku ingin melihatnya."
"Maafkan aku dokter, ayahnya telah membawanya ke rumah duka." ucap ibu Valerya.
Sore itu, pemakaman Valerya dihadiri oleh teman dan kerabatnya. Sebelum dimakamkan, mereka saling memberikan penghormatan terakhir untuknya. Ekspresi para pelayat nampak aneh. Bukan ekspresi kesedihan. Melainkan ekspresi jijik. Mereka berusaha menyembunyikan ekspresi mereka dengan menggunakan sapu tangan.
Beberapa dari mereka mengalihkan pandangan sambil menahan mual. Ibu Valerya hanya bisa pasrah menerima kematian anaknya yang janggal. Bola mata Valerya berwarna merah darah. Menutupi lensa matanya yang keabu-abuan. Para pelayat seperti melihat manusia bermata merah. Dua remaja lelaki mengambil gambar wajah terakhir temannya itu tanpa sepengetahuan ibu Valerya. Mereka berpose didepan jenazah Valerya yang terbaring didalam sebuah peti kayu berwarna coklat.
"R.I.P Valerya Gamov." gumam lelaki itu. "Send..."
Dalam beberapa jam, foto yang diunggah oleh teman Valerya itu menjadi viral di sosial media. Berbagai komentar memenuhi kolom komentar dibawah foto unggahannya. Mulai dari komentar berbelasungkawa hingga komentar menghujat.
Kau gadis yang baik hati. Tenanglah bersama Bapa di surga @blue_eyes
Kami mencintaimu Val @pink_gal
Hatimu busuk, kau pantas mati. Nerakapun takkan sudi menerimamu @anonim.
Inveztia... Sepertinya kau membutuhkan berita ini @Rusia_Online
Sore menjelang malam, pemakaman Valerya digelar. Pemakaman itu dihadiri oleh beberapa kerabat dekat, guru dan teman sekolah Valerya. Termasuk Dr. Alena Koltsov yang hadir dengan busana serba hitam.
Tidak jauh dari lokasi pemakaman, sebuah mobil van hitam berhenti. Beberapa orang keluar dari dalam mobil dan segera bergabung dengan para pelayat. Mereka adalah para wartawan surat kabar Inveztia. Mereka turut hadir dalam pemakaman itu setelah mendapatkan notifikasi di laman twitter resmi Inveztia.
"Dapatkan berita terbaik untukku. Ini termasuk berita yang sangat langka dan bisa menaikkan oplah surat kabar kita." perintah Oksanochka Ivanenko dari dalam van.
"Tenang saja Oksa, kami pasti mendapatkannya untukmu." balas rekannya.
Akhirnya prosesi pemakaman itu selesai. Para pelayat mengucapkan belasungkawa kepada orangtua Valerya. Mereka membubarkan diri dengan tertib. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pihak Inveztia. Mereka mendekati satu persatu pelayat dan melakukan wawancara dengan mereka.
Sehari setelah pemakaman Valerya, surat kabar "Inveztia" memuat sebuah berita tentang kematiannya. Dalam surat kabar itu terpajang foto Valerya Gamov yang viral di sosial media. Berita yang menjadi headline di surat kabar Inveztia itu menjelaskan bahwa penyebab kematian Valerya adalah akibat gangguan pembekuan darah.
Pihak keluarga mengatakan bahwa malam hari setelah kepulangan Valerya dari Ski Resort Novosibirsk, tubuh Valerya mengalami panas yang hebat. Bahkan sempat kejang-kejang. Karena menganggapnya sebagai demam biasa, ibu Valerya hanya mengompres putrinya menggunakan air es. Dan setelah beberapa kali diberi kompres dan obat penurun demam, panas di tubuh Valerya mulai menurun.
Keesokan paginya Valerya telah ditemukan diatas tempat tidur dalam keadaan mengalami pendarahan hebat di hidung dan mulut. Bahkan lubang telinga kanan Valerya mengeluarkan darah. Saat itu detak jantung Valerya masih terdengar pelan. Ayah Valerya segera menelepon Dr. Alena Koltsov. Tapi sayang, Tuhan telah memanggilnya lebih dulu sebelum dokter keluarga mereka datang.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H