Banyak orang yang datang dan pergi dalam hidupmu, namun hanya teman sejati yang akan meninggalkan jejak di hatimu.
Rusia 2010,
Liburan musim dingin kali ini terasa menyenangkan bagi mahasiswa Universitas St.Petersburg. Rombongan mahasiswa itu berkumpul di area bermain Ski Resort Baikalsk. Deretan mobil SUV dan sedan memadati area parkir sejak pagi.
Gemerisik salju yang tergulung di bawah rel, anggur aromatik dan masakan Siberia kelas satu menyambut kedatangan mereka. Beberapa bar dan kafe ski yang nyaman telah siap untuk menghangatkan mereka dengan teh panas atau anggur. Berbagai jenis makanan ringan seperti Omichka yang menggugah selera tersaji disana. Kue dengan lelehan keju asin itu siap untuk mengisi perut-perut yang lapar.
"Anak-anak... Segera lakukan reservasi sesuai kartu yang kalian bawa."
"Tentu Pak. Kami sudah tidak sabar menjelajahi hamparan salju disana." ucap Dmitriy Kuznets tak sabar.
"Tapi ingat, kalian harus selalu waspada. Akhir-akhir ini cuaca sedang buruk. Berbagai kemungkinan bisa terjadi di hamparan salju yang tenang itu."
"Siap Pak..."
Setelah melakukan reservasi hotel dan mendapatkan kunci kamar, Dmitriy Kuznets dan seorang teman wanitanya bergegas mengambil peralatan ski mereka. Topi dan mantel bulu tebal telah mereka pakai. Beserta penutup telinga yang terpasang di kepala, mereka terlihat mulai meluncur diatas hamparan es yang cukup ramai. Tidak ada salju yang turun siang itu.
Dmitriy melaju dengan cepatnya, diikuti oleh Anastasia dibelakangnya. Suara teriakan sesekali terdengar, diiringi suara gemerisik pepohonan pinus yang bergoyang pelan tertiup angin. Gadis bermata biru itu mengikuti setiap gerakan Dmitriy.
"Anastasia, ayo kita turun lewat lereng bukit itu. Disana pemandangannya sangat indah." ajak Dmitriy.
"Tapi Dmitriy, kita belum tahu keadaan dibawah lereng itu. Kemungkinan lapisan es disana cukup tipis. Tidak ada satupun pengunjung yang bermain disana." cegah Anastasia.
"Kau terlalu penakut Anastasia, kapan lagi kita bisa berseluncur di area yang lapang seperti itu. Ayolah!" teriak Dmitriy.
"Aku tahu tapi....."
Kalimat Anastasia terputus.
"Anastasiaaa... Cepat kemari!" teriak Dmitriy sambil terus mengayunkan tongkat ski miliknya. Gerakannya sangat lincah. Meliuk-liuk diatas hamparan salju di Ski Resort Baikalsk, menciptakan goresan serupa ular yang panjang.
Anastasia hanya bisa duduk melihat dari atas bukit. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain melihat temannya itu meluncur kebawah hingga akhirnya menghilang dari pandangannya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara teriakan dari bawah lereng bukit. Anastasia memastikan pendengarannya bahwa itu adalah suara Dmitriy sahabatnya.
Anastasia beranjak dari tempatnya dan meluncur menuju sumber suara dengan hati-hati. Ia mengambil jalur ski yang telah dibuat oleh Dmitriy. Ia berhenti tepat dimana jalur ski itu terputus. Dihadapannya kini menganga sebuah lubang berwarna kebiruan yang jernih. Sebuah topi wol tergeletak disana. Di sekitar lubang itu tidak ada siapapun. Ia hanya melihat kepulan asap putih yang ditimbulkan oleh gelembung-gelembung udara dari dalam lubang. Sesekali ia menutup hidungnya dengan sarung tangan. Bau menyengat menusuk hidungnya. Bau gas metana yang cukup pekat.
Anastasia berusaha menenangkan pikirannya. Ia mengamati sekali lagi keadaan di sekitar lubang. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat kedalam lubang yang permukaan airnya cukup tenang itu. Namun sayang, hanya air berwarna kebiruan yang ia lihat.
Anastasia mengambil ponsel didalam saku jaketnya. Ia berusaha menghubungi dosen pembimbingnya. Sayangnya, sinyal di kota kecil itu terlalu lemah. Keringat mulai membasahi kening Anastasia. Pikirannya mulai kacau. Tangannya meremas kuat tongkat ski yang ia pegang. Lalu ia berdiri di tepian lubang yang menganga itu. Mengaduk-aduk air didalamnya. Berharap Dmitriy akan muncul dari dalam. Semakin lama ia mengaduk, gelembung air makin naik keatas dalam jumlah yang cukup banyak. Kepulan asap putih menyeruak dari dalam lubang diiringi bau yang menyengat. Membuat gadis itu menutup hidungnya berkali-kali.
Rasa putus asa menguasai Anastasia. Ia duduk di tepian lubang es menunggu sahabatnya muncul dari dalam. Tidak ada seorangpun disana. Tidak ada yang bisa menolong mereka. Saat Anastasia hendak berdiri, tiba-tiba ia mendengar bunyi air menggelegak. Sebuah tangan keluar dari dalam lubang. Segera ia menarik tangan itu. Dmitriy akhirnya bisa selamat. Ia berhasil keluar dari dalam lubang.
Dmitriy telah muncul dihadapannya. Ia masih hidup. Keadaannya kini berbeda dengan sebelumnya. Wajah Dmitriy terlihat sangat pucat. Terdapat luka robek di tangan kanannya.
Nasib mereka cukup baik. Beberapa menit setelah kemunculan Dmitriy dari dalam lubang es, petugas Ski Resort Baikalsk melintas diatas bukit tak jauh dari tempat mereka berdua. Anastasia berteriak kepada para petugas itu sambil melambaikan kedua tangannya.
"Jadi, bagaimana keadaan Dmitriy dokter?" tanya Anastasia.
"Teman anda mengalami hipotermia. Ia terlalu lama berada didalam air es. Sehingga suhu tubuhnya menurun drastis. Beruntung sekali teman anda karena mampu naik ke permukaan es. Jika terlambat sedikit saja, ia bisa mati membeku."
"Terimakasih dokter."
"Sama-sama, kami akan segera membuat laporan kepada pihak Ski Resort Baikalsk mengenai kasus ini." ucap dokter di klinik tersebut.
Acara perpisahan mahasiswa Universitas St.Petersburg akhirnya berjalan lancar meski tanpa kehadiran Dmitriy. Sebagai sahabatnya, Anastasia dengan setia menunggu Dmitriy yang terbaring lemah tidak sadarkan diri di klinik. Ia telah mendapatkan izin dari dosen pembimbingnya. Malam hari setelah kejadian itu, Dmitriy Kuznets akhirnya sadar.
"Terimakasih Anastasia, kau telah menyelamatkan aku." ucap Dmitriy lirih.
"Tidak perlu Dmitriy. Persahabatan kitalah yang menyelamatkanmu. Apapun yang terjadi kepada dirimu, aku pasti merasakannya. Karena kita berdua telah terikat dalam ikatan pertemanan yang cukup kuat."
"Anastasia...." gumam Dmitriy pelan. Anastasia membalas senyuman Dmitriy.
Karena keadaan Dmitriy yang belum sepenuhnya pulih, Anastasia mengabarkan bahwa mereka berdua akan pulang sore hari.
"Baiklah, berhati-hatilah mengemudi. Selalu waspada di jalan." ucap dosen pembimbing kepada Anastasia pagi itu. "Kami pulang dulu, tolong jaga Dmitriy baik-baik. Biar aku yang menghubungi orangtua Dmitriy. Kalian tenanglah."
"Terimakasih banyak Pak!"
Akhirnya Dmitriy sadar. Dokter di klinik telah memeriksa ulang keadaan Dmitriy. Mereka memberi izin kepada Dmitriy untuk pulang. Beberapa kantung plastik berisi obat-obatan diserahkan kepada Anastasia.
"Pastikan temanmu untuk meminum pil ini setelah tiba dirumah." ucap perawat itu kepada Anastasia.
"Baik, terimakasih atas bantuannya."
Anastasia memastikan keadaan Dmitriy cukup stabil untuk berkendara. Setelah ia check out dari hotel dan mengemasi barang mereka, ia dan Dmitriy menuju area parkir. Hari mulai malam.
"Apa kau sudah siap Dmitriy?"
"Tentu Anastasia, jangan khawatirkan keadaanku." balas Dmitriy dengan suara pelan.
"Apapun yang terjadi padamu, terjadi padaku juga Dmitriy. Apapun yang kamu rasakan juga aku rasakan. Kau sudah mengerti itu sejak kita masih kecil dulu. Persahabatan kita tidak akan berubah. Aku akan terus bersamamu dan tidak akan meninggalkanmu. Ingat itu. Oke? Baiklah, mari kita pulang."
Anastasia memasangkan sabuk pengaman untuk sahabatnya itu. Meletakkan sebuah bantal kecil dibelakang leher Dmitriy agar ia merasa nyaman saat berkendara. Pelan-pelan mobil SUV hitam mereka bergerak keluar meninggalkan Ski Resort Baikalsk. Dari dalam kaca mobil terlihat salju mulai berjatuhan.
Malam itu, suasana Ski Resort Baikalsk sangat sepi. Sesekali terdengar suara rubah dan kicauan burung malam dari atas bukit. Di lokasi bekas Dmitriy terperosok, tiba-tiba air menggelegak cukup hebat. Dari dalam lubang berisi air itu keluar kepulan asap putih pekat. Seperti asap yang dihasilkan oleh air yang mendidih. Pekat dan panas. Beberapa retakan es di sekitar lubang juga mengeluarkan asap. Namun tidak begitu tebal. Perlahan-lahan dari dalam retakan itu keluar air. Hingga membuat daerah di sekitarnya dipenuhi oleh genangan air yang cukup banyak. Genangan air kebiruan yang mengeluarkan gas metana pekat ke udara.
***
- Keesokan harinya, beberapa petugas Ski Resort Baikalsk telah berada di lokasi kejadian. Setelah mereka mendapatkan laporan dari pihak klinik bahwa seorang mahasiswa terperosok disana, pihak pengelola Ski Resort Baikalsk menerjukan sebuah tim dari Bagian Divisi Pemeliharaan Ski Resort Baikalsk yang dipimpin oleh seorang ahli Geologi bernama Dr.Mikhail Lomonosov.
- Dengan peralatan yang mereka bawa, anggota tim memeriksa lubang es di lokasi kejadian. Mereka memasukkan sebuah tongkat ukur kedalam lubang untuk melakukan pengukuran kedalaman air yang ada dibawah permukaaan es. Beberapa petugas menutup hidung mereka.
- "Jangan lupa catat semua hasil temuan kalian. Bawa sampel airnya untuk kita teliti di laboratorium." perintah Dr. Mikhail kepada anak buahnya. "Ambil sedikit sisa retakan esnya juga."
- Para petugas mulai sibuk memeriksa lokasi kejadian. Mencatat semua hal yang mereka amati dan menyimpan hasil catatan kedalam sebuah map file. Sebuah sampel berupa botol kecil berisi air telah mereka masukkan kedalam kantong plastik untuk bahan penelitian di laboratorium. Beberapa bongkah es dalam ukuran kecil juga telah mereka masukkan kedalam kotak pendingin.
- "Ini pesanan yang Bapak minta." ucap salah seorang petugas.
- "Terimakasih, segera kita tinggalkan tempat ini. Nanti siang kalian pasang garis pengaman polisi disini agar tidak ada korban berikutnya." ucap Dr. Mikhail.
Atas permintaan Dr.Mikhail Lomonosov, manager Ski Resort Baikalsk mengadakan pertemuan setelah jam makan siang. Beberapa orang terkait dengan kejadian berkumpul untuk mendengarkan hasil penemuan ahli Geologi itu.
"Kita terpaksa harus menutup Taman Bermain Ski itu." ucapnya membuka pertemuan.
"Tapi mengapa? Apa alasanmu menutup sumber pemasukan kita yang terbesar itu?"
"Tempat itu sudah tidak layak lagi. Retakan es yang aku lihat kemarin sangat
mengkhawatirkan. Lapisannya begitu tipis. Aku khawatir retakan itu akan melebar hingga ke tengah-tengah arena bermain. Dan itu artinya adalah sebuah ancaman bagi para pengunjung."
"Apa kau tidak bisa menutupnya untuk sementara?"
"Mudah sekali. Aku bisa melakukannya dalam beberapa jam. Tapi efek pemanasan global yang terjadi beberapa tahun terakhir telah membuat beberapa es di kawasan Siberia mulai mencair. Termasuk wilayah kita."
"Tutup saja lubang itu dengan batuan dan es." timpal pegawai yang lainnya.
"Masalah tidak akan selesai. Kau tahu, dibawah lapisan es itu terhampar danau sedalam hampir sembilan meter. Aku kemarin telah melakukan pengukuran disana."
"Apa katamu? Sembilan meter? Dalam sekali. Bagaimana remaja itu bisa muncul kembali ke permukaan air dengan selamat?"
"Faktor keberuntungan, Dewi Fortuna bersamanya. Mungkin." balas Dr.Mikhail Lomonosov yang diiringi tawa para pegawai yang hadir di ruangan itu.
"Sudah cukup. Hentikan. Jadi apa poin masalah kita kali ini?" Nikolay Sorokin memutus kericuhan di ruangan itu. Para pegawai seketika berhenti saat mendengar manajer mereka berbicara dalam suara yang cukup tinggi.
"Tutup dan kita cari investor untuk bekerjasama dengan kita membuka area bermain ski yang baru." jawab Dr.Mikhail Lomonosov tegas.
Ruangan menjadi hening. Orang-orang saling beradu pandang.
"Baiklah, kita sepakat untuk menutupnya. Akan aku usahakan agar pemerintah Rusia tidak mencabut izin operasional tempat itu. Kalau itu sampai terjadi, tamatlah kita." jawab sang manajer dengan muka datar. Pertemuan akhirnya bubar.
***
15 jam setelah kepulangan Dmitriy,
Tubuh Dmitriy mengalami panas. Setelah kepulangannya dari Ski Resort, keadaannya mulai stabil. Ia bisa beristirahat dengan tenang malam itu. Namun keesokan paginya, mendadak suhu tubuh Dmitriy naik secara drastis. Beberapa kali tubuhnya kejang-kejang.
"Anastasia, sebenarnya apa yang terjadi dengan anakku kemarin?" tanya ibu Dmitriy Kuznets dalam sambungan telepon pagi itu.
Anastasia kemudian menceritakan panjang lebar tentang kejadian yang menimpa Dmitriy. Ibu Dmitriy mendengarkannya sambil menyetir mobil. Berkali-kali ia menghubungi suaminya, tidak ada jawaban. Sehingga ia memutuskan untuk menghubungi Anastasia.
"Tante sekarang dimana? Bagaimana keadaan Dmitriy?" tanya Anastasia cemas.
"Dmitriy sekarang bersamaku, kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit."
"Rumah sakit mana tante?"
"Rumah Sakit Krasnoyarsk."
Berkali-kali Dmitriy menggigit bibir karena menahan rasa dingin di tubuhnya. Ibunya terlihat cemas melihat kondisi putranya itu. Mata Dmitriy merah sepeti darah. Didalam kedua bola matanya gurat kemerahan. Kulit tubuhnya dipenuhi bintik-bintik merah. Suhu tubuhnya masih tetap sama.
Begitu tiba di rumah sakit, ibunya memanggil beberapa petugas medis yang sedang berjaga. Mereka segera mengeluarkan tandu dan peralatan medis yang dibutuhkan. Tubuh Dmitriy Kuznets dibawa menuju kedalam rumah sakit dengan bantuan ranjang beroda. Sebuah alat pernapasan dipasang di wajah remaja itu. Sehingga membantunya sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Ibu Dmitriy mengiringi putranya memasuki ruangan Emergency Room sambil menghubungi suaminya lewat telepon.
"Dimana kau sekarang?"
"Aku sedang dalam perjalanan pulang. Tadi ponselku mati. Ada apa?"
"Aku tunggu di Rumah Sakit Krasnoyarsk, anak kita mengalami kejang-kejang." jawab ibu Dmitriy singkat.
Kemudian ponsel itu ia masukkan kedalam tas. Ia mengelus kening putranya sambil mengiringinya menuju ruangan ER. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dihatinya. Wanita itu tak menduga bahwa acara perpisahan yang diikuti putranya kemarin akan membawa petaka seperti ini.
"Mohon tunggu disini, kami segera melakukan pemeriksaan terhadap putra ibu."
"Tapi dokter, aku harus bersamanya, ia membutuhkanku." ucap wanita paruh baya itu memohon.
"Ibu, maafkan kami. Bukan kami tidak memperbolehkan ibu untuk masuk, tapi kami harus bekerja seprofesional mungkin. Nyawa putra ibu adalah hal yang utama bagi kami." jawab pria muda dengan tag nama Dr.Romanovski Zworykin di dadanya.
Beberapa dokter spesialis telah mengelilingi tubuh Dmitriy. Sebuah lampu menyala terang diatas mereka. Sementara itu ibu Dmitriy menunggu dari balik pintu ruang ER.
Pemeriksaan awal dilakukan. Dengan bantuan tiga orang dokter spesialis, Dr. Romanovski mulai membersihkan hidung Dmitriy yang mengeluarkan darah segar terus menerus. Selang oksigen terpasang didalam mulut pemuda itu.
Setengah jam berlalu, tidak ada perubahan yang berarti pada tubuh Dmitriy. Suhu tubuhnya tetap panas, darah mengalir pelan dari kedua hidungnya terus menerus. Bahkan kini dari kedua sudut mata di bagian dalam juga mengeluarkan darah. Sedikit demi sedikit dan tidak mau berhenti.
"Dokter, apa yang harus kita lakukan? Jika begini terus, pemuda ini bisa mati kehabisan darah. Detak jantungnya mulai kurang stabil."
"Segera panggil ahli anestesi, kita akan lakukan operasi untuk menghentikan darah yang keluar." perintah Dr.Romanovski.
Beberapa menit kemudian datanglah ahli anestesi itu. Ia mulai melaksanakan tugasnya. Setelah memastikan Dmitriy dalam keadaan terbius sempurna, Dr. Romanovski mulai menyuntikkan larutan Polystat melalui urat nadi di tangan kanan Dmitriy. Dalam dosis yang tepat, perlahan darah di hidung dan sudut mata Dmitriy mulai berhenti mengalir. Para dokter dan perawat terlihat sedikit tenang. Seorang perawat memeriksa denyut jantung pemuda itu. Memastikan parameter elektrokardiogram normal kembali.
"Dokter, aktivitas jantung pasien mulai normal kembali." ucap si perawat.
"Bagus, suntikan Polystat tadi mulai bereaksi. Segera siapkan peralatan bedah, setengah jam lagi kita akan melakukan pembedahan jantung kepada pasien ini."
"Baik dokter."
Semua orang di ruangan ER terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing, hingga mereka tidak menyadari bahwa sesuatu sedang terjadi pada tubuh Dmitriy. Tubuh pemuda itu mendadak kejang-kejang. Kedua bola matanya melotot. Dari dalam mulutnya menyembur darah segar. Parameter elektrokardiogram menunjukkan garis lurus yang sempurna. Dr. Romanovski segera mengambil pacemaker, menempelkannya diatas dada Dmitriy. Berharap kejutan listrik itu bisa membuat detak jantungnya kembali. Tapi sayang, semua sudah terlambat. Dmitriy telah tiada.
Setelah hampir tiga jam, lampu diatas pintu masuk ruangan ER akhirnya berubah menjadi hijau. Dr. Romanovski keluar dari ruangan itu disambut dengan pertanyaan bertubi-tubi dari ibu dan ayah Dmitriy.
"Maafkan kami, nyawa putra anda tidak tertolong." ucap Dr.Romanovski pelan sambil menepuk punggung ayah Dmitriy.
"Dmitriy anakku... Tidaaaaaakkk.!" teriak Ibu Dmitriy histeris di pelukan suaminya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H