Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teana - Zamani (Part 32)

5 November 2018   09:31 Diperbarui: 5 November 2018   09:46 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Ular -- ular itu berkumpul di Kompleks Al Djinn. Di sebuah dataran yang panas dan luas. Dataran bernama Zamani itu kini berubah menjadi lautan ular. Seekor ular besar berwarna kehijauan nampak ditengah -- tengah mereka. Ukuran ular itu tiga kali lipat besarnya dibanding ular -- ular yang lain. Ular itu mengangkat separuh badannya dan mendesis -- desis menjulurkan lidahnya. Merasakan getaran energi yang ada disana. Matanya yang bulat kehijauan menatap sekeliling Kompleks Al Djinn. Namun apa yang ia cari ternyata tidak ada. Dan ketika ular -- ular itu hendak meninggalkan kompleks Al Djinn, muncullah Peramal Simkath.

"Aku tahu apa yang kalian cari." teriak Simkath dari atas sebuah bukit batu cadas tak jauh dari ular -- ular itu berada.Mendengar teriakan itu, ular besar kehijauan menoleh kearah Simkath. Ia menatap tajam peramal itu tanpa mengucap kata sedikitpun. Aliran darah ular itu mengalir deras memenuhi nadi -- nadinya. Matanya melebar menampakkan bulatan kehijauan yang sangat terang.

"Aku tahu kau bukan peramal biasa."
"Maksud Tuan apa? Aku hanyalah peramal yang mampu membaca tanda -- tanda dan nasib pada diri seseorang. Itu saja. Lainnya tidak."
"Sudahlah, tidak usah kau berpura -- pura dan mencoba membohongiku." ucap lelaki tua itu dengan menatap tajam mata Simkath.
"Baiklah, apa mau Tuan? Katakan..."

Aliran darah di tubuh ular itu telah membuka ingatannya kembali beberapa tahun silam. Ia mengenal sosok yang sedang berdiri diatas bukit. Memandangnya dengan tatapan tajam. Sebuah komunikasi terjadi diantara mereka berdua.

"Aku tunggu kedatanganmu malam ini disini." ucap Simkath dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.

Ular besar kehijauan itu mendesis -- desis menjulurkan lidahnya, ia menurunkan badannya. Ular -- ular kecil disekitarnya membelah memberikan jalan untuk pemimpin mereka. Perlahan -- lahan ular itu lenyap dibalik bukit -- bukit cadas di Kota Petra. Simkath pun sudah tidak berada ditempatnya. Mendung hitam keabu -- abuan telah sirna. Langit Kota Petra kembali terang. Suasana Kota Petra telah kembali seperti semula.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun