"Rupanya kau disitu." gumam sebuah suara dari balik rimbunnya pohon kurma.
***
Keesoakan paginya, ketika Teana bangun, ia dikagetkan oleh suara Almeera yang berteriak cukup keras. Teana memeluk tubuh Almeera agar dirinya merasa tenang. Dengan mata berkaca -- kaca, Almeera menceritakan bahwa patung itu telah lenyap. Bungkusan kain putih itu kini sudah hilang. Tak lama kemudian datanglah Rashad dan Aairah.
"Ada apa anakku? Mengapa Almeera berteriak seperti itu?"
"Oh itu Bu, tidak ada apa -- apa. Mungkin Almeera sedang mengalami mimpi buruk." jawab Teana sambil tersenyum kepada kedua orangtuanya. Sebuah senyuman yang menyembunyikan sebuah rahasia besar. Rashad dan Aairah pun pergi meninggalkan kamar Teana.
Teana kemudian mengajak Almeera untuk mencari keberadaan patung itu. Mereka memeriksa seluruh sudut rumah. Lalu Teana mencoba mencarinya diluar sedangkan Almeera masih tetap mencarinya didalam rumah. Karena putus asa, akhirnya Teana duduk di sebuah batu besar yang berada tidak jauh dari rumahnya. Berusaha untuk menjernihkan pikirannya. Sambil memejamkan mata dan merasakan hangatnya sinar matahari, Teana mulai merasakan pikirannya sedikit tenang.
"Tuan, minumlah teh hangat ini." ucap Almeera sambil memberikan secangkir teh hangat kepada Teana.
"Terimakasih Almeera."
"Sama -- sama Tuan," ucap Almeera sambil meraih cangkir teh dari tangan Teana. "Bagaimana hasilnya Tuan? Apakah Tuan menemukannya?" bisik Almeera pelan.
"Belum Almeera."
"Coba Tuan ingat -- ingat kembali, semalam Tuan pergi kemana? Apa yang terjadi semalam?"