Tak jauh dari tempatnya berada, Kuil Singa Bersayap nampak berdiri megah didepannya. Kuil itu bersinar kemerah -- merahan seperti sinar matahari senja. Pantulan sinar dari pilar -- pilar penyangga bangunan kuil membuatnya semakin anggun. Teana segera turun dari atas unta miliknya. Setelah ia mengikatkan untanya di sebuah pohon tak jauh dari kuil, ia segera berjalan menaiki tangga kuil yang cukup tinggi. Ia membuka kerudung dan cadarnya. Berjalan dengan pelan menyusuri anak tangga. Segera ia memakai kerudungnya kembali dan memasuki kuil. Didalam kuil tidak nampak seorangpun. Suasana makin sunyi. Hanya terlihat dua buah obor yang menyala dibawah patung Dewi Uzza.
Teana mengambil sisa dupa Myrrh yang tidak terpakai dari dalam bejana perunggu diatas meja altar. Lalu ia menyalakan dupa itu menggunakan obor yang ada dibawah patung Dewi Uzza. Kemudian ia berdo'a dibawah patung Dewi Uzza. Merapalkan permohonan -- permohonannya kepada Dewi Uzza dengan khusyuk. Ketika ia sedang berdo'a, tiba -- tiba saja ia dikejutkan dengan sebuah suara elang dari dalam kuil. Teana berhenti berdo'a. Ia berdiri. Kemudian ia menancapkan dupa kedalam bejana dan berjalan memasuki kuil. Saat ia berusaha mencari sumber suara itu, tiba -- tiba dari balik patung Dewi Uzza muncullah sesosok makhluk berbulu coklat keemasan. Dengan keempat kakinya yang kokoh, makhluk itu berjalan pelan mendekati Teana. Keempat cakarnya yang berkuku runcing dan tajam menyerupai cakar burung hantu menimbulkan bunyi saat berjalan diatas lantai kuil. Ekornya yang panjang berujung seruncing mata anak panah mengibas -- ngibas diatas lantai.
"Siapa kau...?" tanya Teana ketakutan sambil menghunuskan jambia miliknya kearah makhluk itu.
"Aku Dalath..." jawab makhluk itu sambil menundukkan kepalanya serta membuka kedua sayapnya.
"Makhluk apa kau ini? Berbadan singa tapi berkepala elang. Darimana makhluk sepertimu berasal? tanya Teana dalam ketakutannya jika tiba -- tiba makhluk itu menyerangnya.
"Tuan tidak perlu takut, hamba penjaga kuil ini, hamba adalah pengikut Ratu Mehnaz. Singkirkan jambia itu dariku Tuan." perintah Dalath sambil mengibaskan dua pasang sayapnya. Sepasang sayap kelelawar.
"Ratu Mehnaz? Siapa dia? dan bagaimana kau tahu namaku?" tanya Teana setelah ia menyelipkan kembali jambia miliknya kedalam jubahnya.
"Belum saatnya Tuan mengetahui hal itu, yang terpenting sekarang adalah izinkan hamba menjadi pengikut Tuan. Hamba diperintahkan oleh Ratu Mehnaz untuk menjadi pelayan Tuan. Dan juga sebagai rasa terima kasih hamba karena Tuan telah menyelamatkan kuil ini dari serangan Bangsa Bawah; bangsa jin dan para pengikutnya yang membangkang."
"Sebentar, tunggu dulu. Aku tidak mengerti maksudmu. Dan perlu kau tahu, aku tidak mudah menerima orang sebagai pengikutku. Apalagi makhluk aneh sepertimu. Jadi, katakan dulu siapa Ratu Mehnaz itu." ucap Teana dengan tegas.
Sambil mengibaskan kedua sayapnya, Dalath berjalan mendekati Teana, ia menatap mata Teana. Teana terdiam. Kedua mata mereka saling beradu pandang. Tiba -- tiba mata Dalath bersinar. Mata itu memancarkan cahaya kebiruan. Seketika itu juga, Teana terbawa dalam suatu masa saat ia kecil dulu.
"Nak, bolehkah aku tahu apa yang kau jual itu?