Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mihrab Cinta

22 Juni 2016   01:32 Diperbarui: 22 Juni 2016   01:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: insidehoops.com

Tiba – tiba kau membatalkan pertunangan kita. Tanpa persetujuan dariku. Tanpa memberitahuku.Tahu – tahu aku mendapatkan sms mu bahwa kau minta putus. Yang terlebih menyakitkanku adalah kau menolakku karena aku seorang mantan gigolo. Sungguhmenyakitkan.

***

Kabar pemutusan hubungan kita itu sangat menyakitkan hatiku. Benar – benar mengiris hatiku.Andai engkau tahu, aku sangat mencintaimu. Sikapmu dan lembutnya hatimu telah menaklukkan angkuhnya hatiku. Seakan – akan telah aku temukan oase cinta didirimu. Memang aku akui, selama ini aku telah banyak meneguk puluhan cinta.Bahkan ratusan cinta telah aku dapatkan. Namun semua itu tak mampu memuaskanku. Cinta – cinta itu datang dan pergi sesuka mereka. Semakin aku teguk, semakinaku merasa kehausan. Menginginkan cinta dan cinta yang lain. Dari satu tubuh ketubuh yang lain. Seakan tak pernah terpuaskan.

Namun malam itu seakan menjadi titik balik kehidupanku. Disaat detik – detik aku sekarat karena kecelakaan malam itu,kau datang menyelamatkanku. Bak malaikat yang dikirimkan Allah untukku. Untuk membawaku ke alam yang lain. Alam yang di rahmati olehNya. Bukan alam nafsu yang selama ini aku geluti.

“Bagaimana keadaanmu sekarang Mas?” ucapmu.

“Terimakasih… Aku sudah lebih baik sekarang. Kalau bukan karena pertolonganmu, aku mungkin sudah mati kehabisan darah. Terimakasih atas darah yang kau berikan untukku” balasku seraya tersenyum kepadanya.

“Berterimakasihlah kepada Allah, karena Dia masih menyayangimu Mas”

Aku tak berani menatapnya, ku palingkan mukaku jauh darinya. Menatap gedung – gedung daribalik jendela kamarku dengan tatapan mata yang kosong. Jauh, jauh menerawang menembus batas cakrawala senja.

Setelah beberapa minggu dirawat di rumah sakit, akhirnya dokter memperbolehkanku pulang. Dengan diantar olehnya, aku pulang ke rumah tempat tinggalku. Lebih tepatnya kos –kosanku.

“TerimakasihTina, terimakasih atas pertolonganmu dan perhatianmu selama aku berada di rumah sakit” ucapku pada Tina, wanita yang menolongku dari kecelakaan kemarin.

“Sama – sama Mas, jaga dirimu baik – baik. Selalu ingatlah kepada Allah. Selalu mintalah keselamatan dan pertolongan kepadaNya. Karena kita tak tahu sampai kapan nyawa ini melekat di badan kita” balas Tina seraya tersenyum kepadaku. Sangat cantik.

Hubunganku dengan Tina - seorang wanita muslimah yang baik hatinya, semakin hari semakin dekat. Kami berdua semakin menyayangi satu sama lain. Saling mengisi. Tina mengajariku banyak hal, mengajariku makna hidup dan kehidupan. Dan yang lebih penting bagiku adalah mengajariku tentang nilai – nilai agama. Sejak aku mengenal Tina, aku semakin rajin beribadah dan mendekatkan diriku kepada Nya. Dan semakin jauh dari kelamnya masa laluku. Masa laluku sebagai seorang gigolo ibu kota. 

“Semoga Tina tidak mengetahui hal ini” gumamku dalam hati.

Namun apa dayaku. Aku hanyalah manusia lemah. Tak memiliki daya dan kekuatan. Takdir telah menggariskanku tidak bersama dengan Tina. Bahkan di hari menjelang pernikahanku dengannya. Takdir berkata lain. Tina memutuskanku setelah ia mengetahui bahwa aku adalah mantan gigolo.

“Maafkan aku mas Brian, Bapak dan Ibuku tidak menginginkanmu sebagai pasangan hidupku. Maafkan aku Mas. Aku sangat mencintaimu. Namun orang tuaku tak merestui hubungan kita” isak Tina sore itu.

“Aku tidak menyalahkanmu Tin, aku memahami posisiku dan aku memaklumi posisimu. Ini semua salahku. Aku tidak mengatakannya sedari awal kita berjumpa. Itu semua kulakukan karena aku tak ingin kehilanganmu. Aku sangat bahagia berjumpa denganmu. Karena kaulah hidupku berubah. Engkau hadir seperti cahaya yang menerangi kelamnya hidupku. Engaku hadir membawa sejuta harapan untukku. Harapan untuk menjadi hamba yang diampuni olehNya” ucapku dengan derai airmata seraya memeluk Tina untuk yang terakhir kalinya.

Demi cinta aku pergi meninggalkan Tina. Aku meninggalkannya dan merelakan kepergiannya. Demi cintaku kepadanya aku tak pernah menyesalinya. Dan akhirnya aku alami masa –masa tanpa kehadirannya lagi. Tanpa senyumannya lagi. Tanpa kelembutan hatinya lagi. Sekarang tinggallah aku disini sendiri. Sendiri tanpa cinta sejatiku. Cinta Tina yang mampu mengubah hidupku.

***

Duniaku mendadak kembali kelam. Kelam seperti dulu saat aku menjadi gigolo ibukota. Namun aku berjanji dalam hatiku untuk tidak kembali lagi ke dunia lendir. Dunia yang penuh kemaksiatan itu. karena aku telah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku harus berubah.

Seperti kebiasaanku dulu saat bersama dengan Tina, aku selalu mengantarnya menghadiri pengajian agama. Bersama – sama dengannya mendengarkan ceramah agama yang sangat menyejukkan hatiku yang hampa.

“Lebih baik aku pergi ke Masjid. Mungkin dengan begitu hatiku menjadi lebih tenang” gumamku dalam hati.

Dan sore itu aku melangkahkan kakiku dengan mantap menuju masjid. Mengambil air wudhu lalu berdoa memohon petunjuknya. Kupejamkan mataku. Ku menatap dalam kelamnya penglihatanku. Tak ada yang bisa kulihat disana. Selain hanya nama Mu ya Allah.

Tiga bulan telahberlalu….

“Selamat sore Nak, maaf masjid sebentar lagi mau tutup” ucap seorang Gharim yang sudah cukup berumur.

“Oh iya Pak,maaf. Saya tidak mendengarkan suara Bapak” ucapku kepada Bapak itu.

“Iya Nak tidak apa – apa. Bapak perhatikan kau sering ke masjid ini. Hampir tiap hari. Berbeda dengan anak muda yang lain. Mereka jarang sekali ke masjid”

“Ah Bapak… Sama saja kok Pak. Semua itu tergantung niat masing – masing. Saya hanya ingin lebih mendekatkan diri kepadaNya” ucapku singkat.

“Alhamdulillah…semoga Allah memberi petunjuk untukmu Nak” ucapnya seraya menepuk pundakku dan berlalu dariku.

***

Seminggu telah berlalu semenjak kejadian sore itu. seperti biasa, Brian pergi ke masjid untuk beribadah. Untuk menghadap Sang Pencipta. Untuk berdo’a kepadaNya.

Esok ataukah nanti, ampunilah aku ya Allah…

Ampunilah semua salahku selama ini…

Lindungilah aku dari segala fitnah. Engkaulah tempatku meminta... 

Segala kebahagiaan dan kesedihan dalam hidupku adalah pemberianMu ya Allah... 

Jadikanlah aku selamanya sebagai hambaMu yang selalu bertaubat kepadaMu…

Ampunilah aku ya Allah. Ampunilah aku yang sering melupakanMu…

Kini aku menghadap keharibaanMu untuk memohon belas kasih dan rahmatMu. Sebelum aku mati...

Dalam sujudnya,Brian merasakan kedamaian. Merasakan cinta yang selama ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Melebihi rasa cintanya kepada kedua orang tuanya. Melebihi rasa cintanya kepada Tina kekasihnya.

Seketika itu Brian melihat cahaya putih di depannya. Cahaya yang hangat. Memancarkan cinta kepada Brian. Cinta diatas cinta. Cinta yang sesungguhnya.

“Pak Kyai, maaf.Apa saya tidak salah lihat Pak?”

“Ada apa memangnya Wan” ucap Pak Kyai kepada Wawan dengan ucapan bertanya – tanya.

“Coba Pak Kyai lihat anak muda di depan Mihrab itu”

“Yang mana Wan?” tanya Pak Kyai sambil mengarahkan pandangannya ke arah mihrab yang dimaksud Wawan. “Yang berbaju koko putih itu Wan?

“Iya Pak, sudah hampir sepuluh menit saya lihat dia tidak bangkit dari sujud nya” ucap Wawan.

“Ayo kita hampiri Wan” perintah Pak Kyai.

Gharim masjid itupun berjalan di belakang Pak Kyai. Mereka berdua mendekati pemuda yang dimaksud Wawan. Pak Kyai menyapa pemuda itu.

“Assalamu’alaikum…Assalamu’alaikum”

Merasa tidak ada jawaban, Pak Kyai pun menepuk pundak sang pemuda. Seketika itu tubuh pemuda itu pun roboh. Tepat didepan mihrab masjid.

“InnalillahiWainnailaihi Raji’un” ucap mereka berdua serempak.

 

Suatu hari kau kan mengerti siapa yang paling mencintai…

Berdo’alah dalam mihrabKu, maka akan kau dapatkan cinta itu….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun