Hubunganku dengan Tina - seorang wanita muslimah yang baik hatinya, semakin hari semakin dekat. Kami berdua semakin menyayangi satu sama lain. Saling mengisi. Tina mengajariku banyak hal, mengajariku makna hidup dan kehidupan. Dan yang lebih penting bagiku adalah mengajariku tentang nilai – nilai agama. Sejak aku mengenal Tina, aku semakin rajin beribadah dan mendekatkan diriku kepada Nya. Dan semakin jauh dari kelamnya masa laluku. Masa laluku sebagai seorang gigolo ibu kota.
“Semoga Tina tidak mengetahui hal ini” gumamku dalam hati.
Namun apa dayaku. Aku hanyalah manusia lemah. Tak memiliki daya dan kekuatan. Takdir telah menggariskanku tidak bersama dengan Tina. Bahkan di hari menjelang pernikahanku dengannya. Takdir berkata lain. Tina memutuskanku setelah ia mengetahui bahwa aku adalah mantan gigolo.
“Maafkan aku mas Brian, Bapak dan Ibuku tidak menginginkanmu sebagai pasangan hidupku. Maafkan aku Mas. Aku sangat mencintaimu. Namun orang tuaku tak merestui hubungan kita” isak Tina sore itu.
“Aku tidak menyalahkanmu Tin, aku memahami posisiku dan aku memaklumi posisimu. Ini semua salahku. Aku tidak mengatakannya sedari awal kita berjumpa. Itu semua kulakukan karena aku tak ingin kehilanganmu. Aku sangat bahagia berjumpa denganmu. Karena kaulah hidupku berubah. Engkau hadir seperti cahaya yang menerangi kelamnya hidupku. Engaku hadir membawa sejuta harapan untukku. Harapan untuk menjadi hamba yang diampuni olehNya” ucapku dengan derai airmata seraya memeluk Tina untuk yang terakhir kalinya.
Demi cinta aku pergi meninggalkan Tina. Aku meninggalkannya dan merelakan kepergiannya. Demi cintaku kepadanya aku tak pernah menyesalinya. Dan akhirnya aku alami masa –masa tanpa kehadirannya lagi. Tanpa senyumannya lagi. Tanpa kelembutan hatinya lagi. Sekarang tinggallah aku disini sendiri. Sendiri tanpa cinta sejatiku. Cinta Tina yang mampu mengubah hidupku.
***
Duniaku mendadak kembali kelam. Kelam seperti dulu saat aku menjadi gigolo ibukota. Namun aku berjanji dalam hatiku untuk tidak kembali lagi ke dunia lendir. Dunia yang penuh kemaksiatan itu. karena aku telah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku harus berubah.
Seperti kebiasaanku dulu saat bersama dengan Tina, aku selalu mengantarnya menghadiri pengajian agama. Bersama – sama dengannya mendengarkan ceramah agama yang sangat menyejukkan hatiku yang hampa.
“Lebih baik aku pergi ke Masjid. Mungkin dengan begitu hatiku menjadi lebih tenang” gumamku dalam hati.
Dan sore itu aku melangkahkan kakiku dengan mantap menuju masjid. Mengambil air wudhu lalu berdoa memohon petunjuknya. Kupejamkan mataku. Ku menatap dalam kelamnya penglihatanku. Tak ada yang bisa kulihat disana. Selain hanya nama Mu ya Allah.