Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Islam Sunni Berkiblat ke Barat Sementara Syiah Berkiblat ke Timur?

21 Maret 2016   09:04 Diperbarui: 21 Maret 2016   09:38 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada orang di muka bumi yang tidak mengetahui bahwa dunia hari ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar yaitu kekuatan Timur dan kekuatan Barat. Keduanya merepresentasi dua ideologi besar yang saling bertentangan yaitu Timur dengan ideologi komunalnya, sementara Barat dengan ideologi individualnya. Timur dengan ideologi sosialisnya (sama rata) sementara Barat menjunjung ideologi liberalnya (yang kuat dalam bersaing yang menang).

Semua negara di muka bumi ini tidak ada yang tidak ingin menundukkan mukanya kepada dua kekuatan ini. Bahkan tidak sedikit yang opportunis menghamba dan menjadi kaki tangannya. Tentu saja, berkiblatnya bangsa-bangsa dunia kepada negara adikuasa, adalah dengan berbagai alasan kebutuhan mereka masing-masing. Baik atas alasan kesamaan ideologi, kepentingan politik, ekonomi, kepentingan kelompok di dalam negeri maupun kebutuhan senjata.

Tidak terkecuali konflik abadi yang dilakoni oleh Sunni dengan Syiah, yang senantiasa dengan sukarela mengundang masuk dua kekuatan adidaya tersebut untuk terlibat.

Sunni Mayoritas 

Islam Sunni dari sisi jumlah populasi dan persebarannya di muka bumi ini sangat besar (mayoritas) jika dibandingkan dengan Islam Syiah.

Minoritasnya pengikut syiah dapat kita lacak dari sejarahnya. Islam Syiah (pengikut Ali) adalah suatu kelompok yang menentang perlakuan yang tidak adil terhadap Ali hingga akhirnya memisahkan diri dari kelompok yang mayoritas saat itu. Penentangan itu yang membuat posisi pengikut Ali (syiah) ini selalu diburu oleh para penguasa (khalifah) saat itu.

Penaklukkan Barat

Kekuasaan khalifah ternyata juga ada ajalnya, ada batasnya. Kekuasaan yang merupakan warisan dari Nabi tersebut lambat laun lemah dan ditaklukkan bangsa asing.

Pada tahun 1300-an, ke khalifahan Abbasyiah yang berpusat di Baghdad (Irak) pun akhirnya diserbu dan ditaklukkan tentara Mongol. Berkuasanya bangsa Mongol atas Baghdad tersebut sebagai penanda secara resmi kejayaan Islam berakhir. Berakhirnya kejayaan Islam berarti juga mengakhiri kewenangan dan kedaulatan Islam atas sistem Islam dan daerah-daerah kekuasaan yang sebelumnya membentang dari Asia, Afrika hingga Eropa.

Bersamaan dengan hancurnya ke khalifahan, bangsa-bangsa Eropa justru memasuki era pencerahan. Banyak penemuan-penemuan penting hasil penelitian ilmuwan yang bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang perkapalan, senjata dan teknologi produksi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah bangsa-bangsa Eropa inilah yang menuntun mereka untuk menguasai dunia. Baik penguasaan daerah, sumber daya alam maupun ideologi.  Terlebih dengan hancurnya kejayaan Islam di Baghdad semakin membuka jalan terang bagi bangsa Eropa untuk memperluas geraknya ke berbagai penjuru dunia.

Kejayaan Eropa yang dituntun oleh era IPTEK, telah menggeser dan menggantikan kejayaan Islam yang dituntun wahyu. Ini juga berarti menjadi bukti bahwa bangsa Eropa kini menguasai negara-negara sisa peninggalan era ke khalifahan. Penaklukkan ini meliputi daerah di Asia, Timur Tengah, maupun Afrika.

Nasib negara-negara bekas era ke khalifahan Islam ini pun ibarat negara tawanan Eropa (Barat). Sebab utamanya apalagi kalau bukan ketiadaan IPTEK, senjata, dan kehilangan ruh ideologi. Kini mereka hanya bisa tunduk patuh pada hegemoni Barat.

Perang Sunni-Syiah Berlanjut

Sudah takdir, jika Sunni-Syiah akhirnya tak bisa di damaikan. Ada kemungkinan konflik diantara keduanya telah berusia 1000 tahun. Konflik Sunni-Syiah pun sebagai bukti bahwa Islam sudah berada pada titik terendahnya. Tidak hanya telah memperburuk dan memperlemah Islam dari dalam saja, akan tetapi konflik sunni-syiah ini telah menjadi mainan bagi negara adidaya. Bahkan, bisa dikatakan tak ada lagi peluang damai bagi keduanya, karena tak ada juga juru selamat yang mampu menyelamatkan keduanya dari perang sampai akhir.

Negara-negara yang terlibat dalam konflik Sunni-Syiah sesungguhnya sadar bahwa mereka hanyalah negara kecil jika dibandingkan dengan negara adikuasa yang saat ini memimpin dunia. Namun konflik ideologi, politik, ekonomi yang bercampur dendam tak lagi bisa terelakkan. Tidak ada pilihan lain selain terus berperang antara satu dengan yang lainnya.

Dalam kondisi demikian, tidak ada cara lain yang dapat di tempuh selain meminta bantuan dari negara-negara adikuasa yang menjadi penguasa IPTEK dan senjata. 

Sunni ke Barat

Penaklukkan Eropa (Barat) atas dunia sekaligus merepresentasi penguasaan Barat atas sisa-sisa keruntuhan ke khalifahan Islam. Secara umum Barat sangat berkepentingan untuk tetap mengontrol negara-negara bekas peninggalan khalifah baik kontrol atas sumber daya alam, senjata maupun ideologi. Atas alasan tersebut, lebih strategis Barat mengontrol negara-negara Sunni yang memiliki SDA dan mayoritas ketimbang Syiah yang lebih minoritas.

Untuk itu Barat senantiasa menjaga setiap proses pergantian kepemimpinan di negara Sunni, sehingga sesuai dengan kepentingan mereka. Sekaligus, Barat juga memfasilitasi kebutuhan negara sunni untuk melampiaskan dendamnya melawan syiah.

Syiah ke Timur

Bagi negara Syiah yang minoritas, tidak ada pilihan lain kecuali meminta dukungan dari Timur (Rusia) untuk menghadapi Syiah. Setidaknya dukungan politik dan senjata sangat-sangat mereka butuhkan dalam menghadapi konflik abadi ini. Sebaliknya, bagi Timur (Rusia) dukungan kepada negara syiah ini penting mereka lakukan untuk menghempang dominasi Barat dan sekaligus memperluas jaringan mereka ke seluruh dunia.

Disamping itu, memberi dukungan kepada negara syiah bagi Timur tentu sangat strategis. Sebab mereka pun bisa mengontrol minyak dunia yang sebagian berada di ladang-ladang minyak negara-negara beraliran syiah. Dengan begitu Timur tetap memiliki posisi tawar yang kuat bagi kekuatan Barat yang selalu mengganggu kepentingan mereka.

Penutup

Mungkin bisa disimpulkan, bahwa konflik di dunia berujung pada dua aras yaitu ideologi dan minyak (energi). Bagi Timur dan Barat, yang penting mereka selamatkan tentu saja kebutuhan energi mereka dalam jangka panjang. Untuk kepentingan tersebut, negara-negara Sunni maupun Syiah keduanya sangat strategis untuk tetap dikontrol dan dijadikan "teman".

Sementara bagi Sunni dan Syiah sejarah konflik masa lalu adalah abadi sebab menyangkut keyakinan dasar mereka yang jelas bertentangan satu sama lain. Untuk itu, demi kepentingan keyakinan tak masalah jika mereka mesti barter dengan Timur maupun Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun