Mohon tunggu...
404 Not Found
404 Not Found Mohon Tunggu... Lainnya - 404 Not Found - 最先端の人間の推論の開発者の小さなグループ。

私のグループと私は、デジタル世界の真実を求めて舞台裏で働いている人々です。私たちは、サイバー空間に広がるすべての陰謀の背後にある真実を述べています.

Selanjutnya

Tutup

Diary

"I'm Unpredictable Person" | Membongkar 'Mimpi' Generasi Muda yang "Sok Dewasa" Jaman Now

25 Januari 2023   12:50 Diperbarui: 25 Januari 2023   15:12 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAA.....

Mungkin kurang panjang huruf 'h' dan 'a' -nya waktu saya mencoba untuk memberi pesan nyata bahwa setiap orang yang 'nekat' menganalisis setiap 'bongkahan kalimat' atau 'kata-per-kata' dari diary saya yang sebelum-sebelumnya dan berakhir pada kesimpulan "gila", "konyol", "aneh", dan sejumput pernyataan 'prihatin' atas diri penulis (yah, mungkin saya yang dimaksudkan itu) sebenarnya bukan 'olokan' atau 'meremehkan'.

Tetapi secara teknis ini adalah cara lain kisah adaptif dari Cicada 3301 untuk melihat, bagaimana saya dapat menemukan 'spesies yang sama' di antara ribuan bahkan jutaan spesies yang berkeliaran 'dengan akal budi istimewa' meski berbeda 'dahan' dan dari 'pohon' yang berbeda.

Jangan beri perspektif 'nasihat Orangtua' kepada teknik algoritma berpikir inverted sejenis ini, karena 'peta konfiguratif' masyarakat di negara ini sudah terlalu "ketinggalan jaman" dan semakin terpuruk dengan adanya 'kemajuan peradaban yang dipaksakan' terlalu cepat untuk maju. Berbeda dengan cara 'orang seni' yang memahat kata puitis yang menjanjikan motivasi dan inspirasi, saya menjadi sedikit 'bermalu senyum' jikalau diundang untuk menagih rasa penasaran akan banyak jenis tulisan yang sangat motivatif tetapi 'dengan terapi reflektif' akan pihak yang 'berdiri dari sudut yang tidak kelihatan'. 

Saya tidak dapat merubah zona pijakan ini sendirian, tetapi saya dapat merubah perspektif Anda tentang how did I know everything, even 'hal-hal kecil dan sepele' tentang manusia. Zona berpikir orang dewasa yang 'masih terlambat menyadari kalendar', apalagi zona berpikir anak-anak kecil, remaja, dan yang 'pengen cepet nikah tapi belum punya modal', semuanya dapat saya gambarkan secara kontekstual tanpa perlu melihat 'referensi psikologi-sosial-budaya dalam buku', apalagi media massa yang semakin menjadi-jadi tak keruan. 

Jangan menasehati generasi muda dengan "bahasa jaman dahulu kala" karena itu tidak akan berguna. Mereka lebih mencintai 'entertainment yang serba gratis atau murah' sehingga orangtua-orangtua jaman now lama-lama 'kian putus asa' saat mencoba menempa generasi muda-nya dengan cara yang hampir sama ketika mereka berada di peradaban yang 'jelas sekali berbeda'.

Mungkin hampir saya katakan 'mustahil' untuk memetakan semua rumusan bahasa saya 'yang memang sengaja' diobrak-abrik sedemikian rupa menjadi satu-kesatuan tulisan yang rapih, runtut, sopan, dan sesuai kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Saya tidak peduli, bukan karena 'saya tidak mengerti' apalagi 'bodoh dalam menulis', tetapi esensinya hanya ingin menarik segelintir perhatian yang tidak biasa dari para hamba Ilmu Pengetahuan dan cuan yang ingin mencari 'kebohongan di balik kebohongan yang tak kunjung menemukan titik terang' selama hidupnya. Diary ini akan saya tinggalkan jika sudah mencapai 49 Judul yang pada diary ke-50 akan saya susun satu-demi-satu 'semua kunci' yang saya kubur di pasir pantai tak berujung ini. 

Lebih daripada itu, saya mencoba mencuri kembali 'Judul diary hari ini' untuk memastikan 'batu terantuk yang sama' atas kecurigaan beberapa oknum yang 'salah kaprah' dalam mencoba menyadarkan 'kesadaran berpikir inverted' saya (bukan stres, apalagi depresi berat - karena itu adalah spekulasi yang saya garis-bawahi dari beberapa 'tanggapan terselubung' yang mudah ditebak dari coding berpikir manusia normal ketika membaca tulisan-tulisan aneh sejenis ini) ketika membuat setiap diary menjadi semakin tidak jelas.

Saya ceritakan saja history saya yang sudah di-navigasikan selama kurang-lebih 10 tahun lebih tentang bagaimana 'dunia psikologi dasar dan berkembang dari Generasi Tua dan Generasi Muda' menggambarkan jalan hidup dalam dua dimensi peradaban yang 'amat luar biasa berbeda' tetapi coba dipaksakan agar linear.

Bocah di era-60an tanpa perlu saya baca atau telusuri semua jenis cerita, literasi sejarah-media, dan buku catatan untuk memberi tinta baru guna melukiskan 'kanvas tua ini' sudah amat sangat terpetakan dengan jelas hanya dengan cara melihat, memandang, berkata-kata dalam keluh-kesah-canda, berkerut-wajah ramah dan marah, mengekspresikan situasi yang amat 'berbeda jauh' dan 'ketinggalan jaman'. Mereka hidup di bawah tekanan 'rotan bertanduk emas' dan apresiasi 'imajinatif' generasi sebelumnya guna sebagai mata panah yang harus dipahat dengan 'kayu berlapis debu' untuk menghidupi hidupnya sendiri. 

Bentuk dasar kemanusiaan yang dipetakan saya dalam ruang lingkup era-60an sampai 80an tidak jauh-jauh amat - tidak perlu buka 'diary orang' atau 'google' untuk menelusuri sejauh mungkin apa yang bisa didapatkan dari kisah djaman doeloe untuk saat ini, tapi cukup dengan 'menggerus ekspresi wajah mereka dengan protes sepele' sudah menjadi strategi saya untuk meledakkan 'bungkusan casette lagu lama yang sudah terlalu usang' yang tersimpan di otak dan hati mereka - seputar "pra-new era" dan sebagai "motivator jaman now". 

Tidak seperti sekarang, semua serba hiruk-pikuk. Raut wajah para manusia dewasa ini (prediksi untuk gen. muda era-60an-80an) seakan 'aman-aman saja' tetapi 'panik dalam diam' tentang kisah ekonomi-politik negara ini karena kurangnya informasi yang tidak se-fleksibel dan 'terlalu hancur' jika dibandingkan dengan saat ini. Gen. muda ini seakan punya 'mimpi mulus' namun sederhana: mereka menikmati yang namanya kampung halaman lebih sungguh daripada gen. muda jaman now (soalnya sekarang yang kampung dan kampungan sudah tidak dapat dibedakan lagi - itupun terjadi kepada manusia lain di kota-kota besar saat ini). 

Kenapa saya sebut 'inovator'? Soalnya, dari 'cara menasehati' mereka, saya secara kebetulan 'terlempar ke dimensi berpikir yang jauh berbeda dari sebelumnya' (bukan imajinasi apalagi pakai mesin waktu, tetapi seakan saya 'sedang duduk bersama mereka di tempat yang sama pada waktu yang bersamaan' namun dalam dimensi waktu yang jauh lebih kuno dan sederhana - memasuki alur psikologi orang lain secara subyektif). 

Gen. muda musim-60an s/d 80an sepertinya lebih menyukai koran, novel, radio, televisi satu untuk semua (sekampung NoBar, biar warnanya hitam-putih saja dan siaran cuman ada sekali-seminggu) atau saingannya layar tancap, kesenian, lomba antar-kampung/desa, olahraga ramai-ramai di lapangan kampung/kompleks, dan masih banyak hal 'sederhana' namun sangat menyenangkan. Persoalannya, saya 'pada waktu itu' tidak bisa berdiri bersama dan bergabung dengan kelompok itu kenapa - yang bisa bergerak cuman bola mata saja dan menarik nafas. 

Tetapi saya tidak ingin menangis karena saya tidak tahu 'apa yang membuat saya merasa haru' waktu menoleh ke arah mereka yang sangat bersemangat dalam kesederhanaan-kesederhanaan semacam itu. Di samping itu, saya sedikit berguling-tertawa waktu sadar ternyata istilah 'playboy' memang sudah ada dari sononya waktu saya melirik-tajam sebuah adegan konyol seorang 'abang' membuka majalah 'dewasa' tapi buru-buru dimasukkan ke dalam bajunya waktu dipanggil-panggil emaknya (saya rasa majalah itu bukan dibeli, tetapi dicolong atau dipinjam saya pun tak peduli). 

Mereka dari segi penampilan 'jelas sangat jadul' kalau dibandingkan dengan sekarang, tetapi tidak dengan otak mereka. Kecerdasan masa itu memang sungguh bertautan dengan 'ekonomi' - terlalu sulit untuk disandingkan dengan saat ini. Yang di rumah syukurlah kalau ada 'lampu gas', kalau bukan pelita yang jadi PLN-nya. Mungkin itu di kampung yah, agak sedikit berbeda dengan yang di kota. Tapi, keduanya tetap punya zona identik yang hampir serupa. 

Media hiburan pure dengan naturalisasi lingkungan yang serba ada-nya, dengan polemik-polemik dasariah masyarakat yang mengalir secara alami - masa depan, punya duit, punya kerjaan, punya isteri, dan punya-punya hal lain yang 'saat sekarang' sudah dapat tercapai berkat 'motivator diri sendiri dan keluarga'. Menolak gerobak pendidikan dengan harap-harap cemas informasi dari Kantor Pos dan menyapa santuy para peneguk miras yang sopan membuat pengalaman hidup gen. 

Muda yang kian menua kini menjadi 'karakter tegas' namun 'sepi perhatian' dari generasi penerus mereka sendiri. Saya juga mungkin merasa bersalah pernah menciptakan situasi ini ketika berhadapan dengan 'leting' yang berbeda tetapi pada akhirnya saya lebih memilih memaksakan pikiran saya sendiri daripada harus dikekang dengan regulasi sepihak yang kurang demokratis dari orang yang lebih tua. Saya mengerti dan tahu betul situasi 'jadoel' dan 'jaman now', bahkan tanpa perlu tahu lebih jauh susah-senangnya seperti apa karena 'saya merasakan hal yang serupa sendirian' tetapi tidak dipahami oleh para 'inovator'. 

Saya tidak dapat menangisi diri sendiri karena Tuhan pun di sisi lain memberi nasihat dengan jalan yang tidak sama - tujuannya untuk baik, tetapi tidak harus mulus seperti yang diharapkan. Era transisi peradaban saya juga sempat rasakan, meski tanpa perlu dikaitkan dengan tali layang-layang orangtua setiap saat dan setiap detik. 

Yang membuat saya 'menangis dalam diam' adalah cara memahami penderitaan diri sendiri dari kacamata 'generasi yang berbeda' - dan itulah kesalahan gen. muda era-60an-80an yang bagi saya mencoba mengintervensi 'motivasi dasar' dari dalam diri yang sudah terlanjur 'melampaui psikologi bocah jaman now' dan 'tidak biasa' ini. 

Alasannya sederhana - bagaimana mungkin luka yang dirasakan saya sendiri adalah 'kebenaran yang dijadikan kebohongan' oleh gen.-60an s/d 80an dengan dalih 'motivasi' tapi kemudian menoleh belakang pribadi yang menunggu kesempatan untuk berjalan sendiri tanpa ragu meski sudah pernah merasakan kegagalan hebat tanpa tameng pelindung? 

Dengan demikian, tidak mengherankan bila saya dengan senyum inteligentia psikologis cenderung amat-sangat-gampang menarik kisah-kisah motivatif dan inspirasi masa lampau untuk mem-feeding perhatian orang yang lebih tua agar 'lebih mudah' diajak bicara bak teman nongkrong padahal beda umur yang amat jauh. 

Dari pecahnya 'rantai-karat', saya meneliti psikologi Generasi Tua dari semua jenis perspektif praktis dan konvensional agar memastikan bahwa 'saya tidak salah orang' untuk diajak ngopi dan ngudud bareng di depan teras setiap rumah yang dikunjung sebagai 'tamu dapur harian'. Uniknya, jalur pacu psikologi yang diajarkan dalam praktek head-to-head yang saya lakukan beberapa kali ternyata melahirkan 'kepercayaan psikologi istimewa' dari beberapa orang tua - itulah meaning dasar dari kata 'tidak biasa'. 

Bahkan, ada beberapa dari mereka yang curhat tentang rumah tangga 'yang sebenarnya privat' kepada saya dengan harapan bahwa saya bisa membantu berbagi-beban pikiran - bukan tentang solusi, tetapi cukup mendengarkan. Kalau dalam situasi seperti ini, saya tidak dapat memungut lembaran pengalaman dari brankan 'idea' saya lalu dijadikan proposal motivasi karena saya belum pernah mencapai 'zona itu seorang diri'.

Lebih dari itu, saya lebih mengalirkan daya berpikir bypass untuk mengurangi retensi pusing dari para orang tua yang kerap mengeluh dengan berbagai latar belakang 'sms provider' masalah hidup yakni dengan menulis 'amplop Tuhan' setiap pagi dan malam, sebagai ajakan sederhana meski hanya 5 menit saja - mulai dengan mengurangi sedikit demi sedikit 'laju neuron otak' untuk memicu daya berpikir resolutif dengan melihat Sang Pencipta daripada ingin sekali 'langsung selesai' tetapi faktanya semakin memilukan. 

Petak demi petak sejenis ini masuk dalam 'konstruksi berpikir skeptik' bagi Generasi Berikutnya, di mana saya tidak perlu ragu dengan probabilitas fenomena interpersonal yang akan tersaji di hadapan lapangan hidup 'calon orangtua masa depan' bakal seperti apa. Mungkin singkat saja cerita saya mengenai 'pengalaman semi-halusinasi' yang mendekati nilai 'imajinasi pra-realitas' para orang dewasa yang tumbuh, berkembang, dan hidup sampai hari ini. 

Pesannya hanya satu: saya akan selalu 'memperingatkan Anda' sebagai 'motivator hidup' yang patut diberi penghargaan atau tanpa tanda jasa nyata dengan penghargaan moral personal yang sederhana - sekalipun terkadang 'suka protes', saya akan selalu mencium tangan Anda sekalipun 'tangan ini' lebih banyak menampar dengan pikiran & perkataan yang tidak sesuai dengan ekspetasi Anda (saya tetap 'berlutut' di hadapan wakil tangan Tuhan yang paling sederhana dan nyata untuk menempa saya 'menjadi apa ke depannya').

Bagaimana dengan gen. muda era-90an sampai hari ini? hah, 'orangtua di masa depan?' Saya rasa bukan itu istilah yang lebih cocok dengan 'menyejajarkan' status situasional kelompok generasi ini dengan para generasi sebelumnya. Saya lebih suka jika menyebut generasi ini dengan 'orangtua paradoksal' - kelompok calon generasi senior yang akan semakin penat menghadapi nasib hidup ke depannya. Silahkan 'nakal dahulu dari sekarang', karena HIV/AIDS dan Ebola adalah 'misi masa lampau' yang akan menjadi sebuah senjata penghancur massal (bio-weapon) versi 'terupdate'di masa depan. 

Mistifikasi takhayul seperti ini mungkin untuk tahun 2023 dianggap sepele, tetapi karena 'saya sudah terlanjur' membaca 'proposal hitam' yang kebetulan dibuang dari belakang pintu internet  pada akhirnya menyadarkan saya bahwa 'the next world pandemi' adalah seputar 'seksualitas manusia'. Saya tidak lagi peduli dengan ketersesatan psikologi generasi era ini sampai pada detik ini dalam proses 'dikontrol dan dikendalikan' oleh gadget dan internet, apalagi bagi yang 'masa bodoh' dengan cerita-cerita diary seperti ini.

Toh, saya dan beberapa oknum lebih memilih 'tersenyum' saja daripada 'berbicara terlalu banyak mengenai dunia akademik' yang jelas-jelas hanya berakhir di 'kursi dan meja kerja' sebagai 'pekerja' (anak buah, apalagi babu) dan bukan sebagai 'pemimpin' bagi banyak orang. Bukan perkara profesi atau status yang diperjuangkan untuk dicapai, tetapi karena motivasi akan 'uang kertas canggih' yang lebih mudah berbicara daripada mulut sendiri untuk menyadarkan masalah moral yang kini, sedang, dan akan dihadapi setiap saat tanpa mengenal 'kehabisan baterai jam dinding untuk terus memutar jarum detiknya'. 

Saya mengenal generasi ini sebagai 'generasi pemberontak tingkat dasar dan menengah' karena lebih mencintai action dan sering kelupaan nulis di diary harian ketika mendengar sesuatu 'yang sepele namun berarti'. Meskipun masih sedikit merasakan sejuknya 'dingin embun malam dari generasi sebelumnya' dan segala model atau bentuk entertainment klasik pra dan semi-digital, generasi ini "masih saja" dengan mudahnya diprovokasi oleh media-media perantara informasi canggih untuk mengubah 'gaya hidup' yang terkesan dipaksakan supaya 'dilihat orang lain'. 

Privasi sepertinya menjadi hal yang sudah tidak 'pribadi lagi', semacam model digitalisasi kehidupan konvensional dengan menggunakan media converter pengalih situasi 'kegabutan hakiki' bukan hanya sebagai hiburan semata tetapi sudah lebih dalam dari prediksi Generasi Tua - menjadikan media digital sebagai 'separuh jiwa' dengan orientasi dasa mencari jati diri yang 'buram' dan tak kunjung 'jelas'. 

Imajinasi di era-90an mungkin masih dapat dimaklumi pada taraf kontektual, tetapi tidak dengan zona milenium ke-3 ini - sudah tidak dapat dijelaskan lagi proporsi antara 'imajinasi' dan 'kenyataan', mencintai 'eksistensi diri' dengan taraf ketidak-wajaran, merajut relasi 'dari jauh' tapi enggan memulai dari 'ruang gerak terdekat' sendiri.

Fenomena 'kritisisme-partial' moral tanpa cap 'introspeksi diri' yang lebih mendalam, digitalisasi pemikiran yang tidak dapat 'dideteksi' oleh orang lain, melihat Tuhan hanya demi melihat ciptaan lainnya yang 'beda paras', normalisasi sikap di-era new normal yang serba bar-bar, dan masih banyak lagi catatan yang 'tidak terduga' dari tingkah laku generasi ini (dampai detik ini) yang belum tentu disadari oleh Generasi Tua. 

Generasi 'yang terlalu mudah' untuk ditebak - feed & brain-shock (Fenomena 'petak umpet' Psikologi yang terlalu mudah untuk 'ditaklukkan' hanya dengan berbicara)

Saya memisahkan poin bahasan ini pada bagian 'istimewa' dari diary saya yang 'ini'. Sebab, dengan membiarkan saya berdongeng di depan mata Anda, saya akan 'memuntahkan tangisan malaikat' yang tidak terdengar sama sekali oleh generasi ini dengan sedikit bumbu provokatif-komparatif dengan generasi sebelumnya. Saya tidak akan menggurui apalagi menasehati karena pada hakekatnya memang saya didesain untuk tidak peduli dengan 'telinga-telinga' yang lebih nyaman dengan headphone bluetooth dan playlist sportify harian yang sudah 'di-subscribe' secara otomatis tanpa melihat layar 'hitam' internet. 

Saya menyetarakan diri dengan 'malaikat digital' dan tidak ingin melibatkan Tuhan Anda atau saya agar menghindari polemik 'non-ilmiah' yang sering dikumandangkan oleh para jago text-book karena 'jujur saja' saya muak mendengarnya - berbicara sok pintar, padahal bisa dengan mudahnya jatuh ke zona 'pelacuran versi demo' plus 'uang jajan tambahan' buat yang waitress-nya - ketika 'menyeduh kopi di depan pekarangan rumah sendiri'. 

Mari saya ajarkan bagaiman cara berpikir Generasi Tua dapat menjadi metode super-conductor untuk menyogok seberapa jauh 'Anda dapat menebak' generasi absurd secara moral ini namun 'lebih sering dibiarkan menjadi liar' sampai hari ini. Cukup dua poin saja saya ceritakan kali ini - sisanya, Anda bisa cari 'di halaman lain'.

Pertama, mentalitas 'kerja keras' yang nyaris punah. Saya beri poin ini untuk menegaskan kekuatan yang tidak kelihatan dari media sosial yang mampu 'mengungkap tabir privasi' yang dianggap aman oleh semua orang (termasuk Generasi Tua pun ikut-ikutan trend menelanjangi diri sendiri).

Mentalitas 'kerja keras' di sini jangan direfleksikan dari perspektif kontekstualnya, tetapi belajar mengendalikan definisi konsep inverted - (yang sebenarnya adalah teknik 'mengungkap kekurangan terlebih dahulu' dan menentukan sisi baik secara subyektif dari situasi atau hal yang dihadapi') - sehingga yang dapat diartikan di sini menjadi: sistem membebaskan diri dari jeratan 'tuntutan zaman' berdasarkan pelajaran moral akan pentingnya hidup pada taraf yang lebih layak.

Ini bukan tentang ekonomi, karena hanya dengan 'inbox' saja notifikasi m-banking bisa dikirim oleh provider via internet jika 'dibutuhkan' setiap saat. Generasi Tua menjalankan tugas sebagai 'penunjang', tetapi Generasi Muda menjadikan mereka sebagai 'sapi perah pihak tunggal' yang gampang dibodohi dengan pelik komunikasi yang cenderung memelas dan mengemis seolah 'sedang susah' tetapi pada faktanya justru terbalik - mereka menikmati zona freedom yang tidak dapat dikontrol oleh mata manusia yang masih pada taraf 'sejauh mata memandang'. 

Masa kecil yang dikenal dengan 'masa transisi era milenial dan demokrasi' hanya akan menjadi lagu lama dan mendadak 'punah' secara perlahan. Perjuangan diri seolah menjadi 'tidak diduga' oleh Generasi Tua - padahal secara tradisional terancam 'nganggur' dan 'hidup susah' - yang dikira seperti itu ternyata jadinya seperti ini. Generasi ini memang unik dan tidak dapat ditebak dengan sekali lirik kalau dilihat. Sebaliknya, kalau diajak 'berbicara intens', justru terjadi banyak indikasi kebocoran privasi yang susah untuk diidentifikasi dan terkesan imajinatif namun bisa juga 'benar-benar terjadi'. 

Gen. 90an dapat dipetakan karakteristiknya dari 'seni berekspresi yang terlalu polos' untuk dikenal. Kemunafikan dan senyum masam menjadi sisi lain yang secara ekspresif dapat ditebak ketika 'duduk dalam circle yang tidak se-frekuensi. Semua jenis algoritma berpikir standar tidak akan dapat memprediksi secara akurat, rahasia apa di balik kebohongan aktivitas hariannya (baik saat sendiri, maupun dalam keramaian). Jika Anda masuk dalam Golongan Tua, silahkan lempar satu pertanyaan krusial seperti ini: "sudah pernah lihat bokep?". 

Yang munafik dengan sendirinya akan memberi jawaban pura-pura menolak, tetapi tidak sedikit yang jujur atau terlalu polos dengan nilai moral yang menjawabnya sebagai "film pengganti iklan hasrat yang sesekali 'numpang lewat' pas buka gadget". Mereka bahkan sudah lebih tahu sebelum Anda dan yang lain sedang duduk dan memikirkan "sosialisasi tentang reproduksi" demi masa depan bangsa dan negara.

Anda (dan saya cukup menyimak) sebagai Generasi yang berbeda dari kelompok mereka akan dianggap 'mengancam privasi' karena suka menelusuri isi pikiran mereka dengan pertanyaan-pertanyaan konvensional atau trik-trik kuno apalagi 'teknik headshot' seperti lontaran pertanyaan tadi. Gen muda era-90an sampai zona milenial punya spesifikasi otak 'yang lebih mudah dikacaukan' dengan gadget dan internet daripada 'dinasehati sampai kerongkongan kering'.

Mereka lebih takut kalau dinasehati melalui sosmed daripada di depan mata. Kata kunci untuk mematahkan kasus ini cuman satu: "internet". Boleh dianggap sepele dengan zona ini, tetapi saya punya cara tersendiri untuk merepresentasikan karakter seseorang tidak hanya dengan berbicara langsung atau via sosmed, tetapi juga melalui 'identifikasi karakteristik via sosial media'. Utilitas media sosial kalau tidak dimanipulasi sedemikian rupa, akan 'amat-sangat mudah' untuk ditebak bagi para pakar peneliti media tentang manusia yang menjadi obyek penelitiannya kalau hanya jago text-book saja. 

Saya mungkin adalah orang yang sangat beruntung berkat Tim (orang-orang yang sangat peduli dengan saya di dunia digital) karena mereka senantiasa mengajarkan saya bagaimana cara menghindarkan diri dari pencuri digital yang suka sekali membajak/hack akun sosial media orang lain di internet, termasuk men-duplikasi sebanyak-banyaknya akun sosial media pribadi agar menjadi 'cermin labirin' bagi mereka yang terlalu berani untuk menargetkan 'korban pelet online' sebagai media penipuan paling canggih. 

7-11 akun Facebook, 4 akun Instagram, dan 3 akun Whatsapp mungkin menjadi sampel bagus untuk diakses dan mampu mengendalikan daya intuituf liar para 'pembajak sawah sosmed' di era digital ini agar kebingungan - mana yang padi, mana yang ilalang pada saat tumbuh dan berkembang. Ini cuman salah satu contoh bagaimana saya mengendalikan dunia digital (internet) yang terlalu luas untuk dijajaki satu-per-satu sesuai domain yang disediakan oleh 'para pemilik modal emas digital' demi menciptakan "Bumi versi digital". 

Meskipun langkah saya menjadi 'terkesan ilegal' karena dapat memengaruhi algoritma analisis Big Data para pakar komunikasi di internet tentang kumpulan data-data terkait users interface-database para budak sosial media, tetapi saya lebih memilih menyelamatkan diri dari 'cybercrime' yang terus memangsa manusia dalam bentuk apapun guna menghindari 'tanggungan dosa digital' yang dipersiapkan oleh 'excavator liar' demi 'uang canggih'. 

Metode ini sebaliknya 'ditentang' oleh generasi muda yang berdalih tentang originalitas diri yang nyata di internet - dan saya bukan anonymous, tetapi 'mengikuti saran mereka' dan bukan menjadi bagian dari mereka sepenuhnya - agar 'dapat dikenal oleh orang lain'. Saya tidak peduli sungguh bukan karena faktor sosial, tetapi karena 'keterbelakangan mental' para budak sosmed yang tidak menyadari 'proses penelanjangan privasi di balik layar' yang sedang berjalan. 

Sebaliknya, mereka justru mempersembahkan jiwa-raga gila mereka hanya untuk berkutat di dunia yang katanya dapat menghasilkan cuan demi makan sehari sepanjang saat. Anda tidak tahu, bahwa saya dan yang lain sesungguhnya 'sudah lebih dahulu' mengantisipasi kemungkinan brain-shock yang telah dipersiapkan oleh 'pengendali internet' - situasi total-offline yang adalah 'bom waktu internet' yang dapat mengguncang situasi Global dalam waktu singkat atau lama - dan hanya menunggu waktu saja.

Teruslah 'bekerja keras' demi kesuksesan dan kemapanan digital Anda karena saat ini 'belum waktu yang tepat' untuk meledakkan kesadaran digital Anda semua yang 'terlalu berharap' pada media saat ini. Teruslah membuka buku dan membaca 'kisah-kisah kontekstual yang bisa diteladani dengan tindakan' dan bukan sekadar 'merefleksikan tradisi kritisisme Anda yang 'terlalu mengawang' tanpa 'tindakan langsung' yang justru akan membuat diri Anda sungguh-sungguh tidak berguna sebagai manusia yang masih memijakkan kaki di atas tanah ini. 

Saya bukan 'menjilat ludah sendiri' karena sebelumnya dianggap merendahkan Ilmu Pengetahuan dari buku, tetapi makna inverted yang seharusnya disadari oleh pembaca sebagai kata ganti 'teka-teki berpikir baru' yang senantiasa saya tulis dalam diary ini adalah 'identik dengan yang barusan saya tulis dengan teks bold tersebut. Intinya, bahwa 'kerja keras di dunia digital' akan amat-sangat-sungguh tidak berguna jika Anda mulai sadar dengan realitas gelap internet yang senantiasa saya 'petakan' dengan gaya aneh ini, termasuk dalam semua cerita saya. 

Final sekaligus fatal, ini mengenai 'kendali pikiran yang tidak disadari' - sebuah ancaman Global terkait 'kemanusiaan'. Anda (dan saya tidak demikian) mungkin belum sadar bahwa perlahan-lahan, cubitan "bokep" dari pertanyaan iseng itu akan menjadi the next pandemi yang more-more-more-more-and more problematika yang lebih 'sangar' daripada yang biasanya. Anda mengira bahwa 'seks bebas' dan 'kondom' atau 'obat KB' dan 'sejenis antidot biologis' (vaksin) akan menyelamatkan kita dari bencana mega-dahsyat ini? Justru sebaliknya?!!! 

Anda semua yang tidak menyadari teknik penyerapan psikologi jangka panjang yang sudah dipersiapkan secara matang dari dulu ini mulai dioperasikan pasca-perang dingin dengan 'mengendalikan arah eksplorasi berpikir manusia' agar terbebas dari 'kekangan hukum moral dan aturan negara'. Budaya dan tradisi perlahan digeser-paksa dengan persepsi ilmiah dan praktis berbasis modernitas peradaban yang sudah nyata 'melangkahi hukum Tuhan' namun disangkali berkali-kali oleh manusia sendiri dengan berbagai cara.

 Anda semua sudah lama dikendalikan oleh media yang dikenal dengan istilah internet sebagai sumber pendapatan dan hidup manusia dalam kacamata 'perjuangan hidup' yang serba praktis saat ini. Indonesia sebagai negara dengan banyak agama dan banyak kebudayaan dalam kalkulasi angka-statistika tertutup digital yang 'sengaja tidak dipublikasikan' justru menjadi salah satu negara yang paling potensial menghasilkan 'produk digital paling dicintai oleh sisi liar seksualitas manusia' - pornografi

Saya tidak akan memaparkan datanya secara detail dalam bentuk apapun, apalagi menyediakan link rujukan yang jelas-jelas "tidak dapat Anda akses" terkait cerita saya atau (tidak akan pernah mau) saya sebarkan 'berkas hitam.pdf' terkait statistika hidden-internet access end-to-end versi 2022 masyarakat Indonesia tercinta ini dalam 'menukangi diri' menuju situs-situs pornografi, entah sebagai pengunjung 'salah klik', pengunjung 'iseng', pengunjung 'setia', bahkan sebagai content creator. 

Saya hanya mau 'berdongeng' menurut spekulasi layar-laptop dan 'buku pdf' berbobot 28MB yang berisi seluk-beluk detail kehidupan manusia Indonesia yang katanya bermoral dan berkepribadian baik serta santun ini. Malahan, saya kerap menangkap beberapa identitas 'yang tidak asing' untuk mata-kepala saya sendiri. Spekulasi pribadi terkait pribadi yang baik, sopan, santun, taat agama dan orangtua, menjadi pintar sampai kelewat cum laude tiap menuntut dapat ijazah, ternyata 'punya catatan' yang Hanya Tuhan dan Internet yang tahu (cukup menggelikan kalau dipetakan dengan kata-kata panjang) - ironis!

Tidak perlu repot-repot petakan kebiasaan generasi ini, langsung saja: statistika aksesibilitas pornografi para generasi 90an menurut semua klasifikasi (karena terlalu padat-sesak dengan identitas e-mail yang bervariatif, IP Address, Mac Adress, lokasi dan model perangkat yang digunakan, dll.- intinya tidak dapat saya jelaskan satu-satu) mendekati kisaran angka per klik sekitar 1800an-2000an kali klik per user (bukan per orang) dalam kurun waktu satu tahun saja (2020-2021 - termasuk masuk tingkatan peningkatan traffic saat era pandemi yang buat saya kaget karena meningkat hampir 400%). 

Anda bisa kalikan pengguna gadget (dan hitungan internet di Indonesia, bukan jumlah manusia karena ada daerah yang pure nggak ada jaringan sama sekali dan mungkin tidak mengenal dunia digital seperti itu) di Indonesia yang bisa saja mempunyai beberapa akun e-mail sekaligus dalam satu perangkat yang sama atau berbeda, serta "tertawa"-lah karena saya biasanya lebih 'ngakak' kalau melihat langsung orang-orang yang saya indikasikan dengan pemilik akun bla-bla-bla atau akun bla-bla-bla ini dan itu ternyata 'pernah nengok ke jalur akses kejujuran batin'. 

Yang agak membagongkan dari warga 'wakanda' ini adalah kecenderungan melirik 'produk impor' daripada 'produk lokal' dengan berbagai macam spesifikasi trending product yang terintegrasi oleh website yang tersedia di balik niat menyematkan aplikasi Virtual Privat Network (VPN) sebagai 'bus pariwisata' pribadi menuju lokasi. Konyolnya, aksesibilitas yang fleksibel ini didominasi oleh gen 90an dengan kisaran umur awal 20an ke atas s/d 30an middle menyentuh zona highest yakni mencapai 60an persen (dalam hitungan banding 180an juta user secara umum), dibuntuti 20an persen Generasi Tua 'yang terlambat nakal'.

Serta ampas persentase tersisa dipungut oleh bocah-bocah liar penerus generasi bangsa tercinta yang kebetulan punya inisiatif untuk 'belajar jadi dewasa terlalu cepat' yakni mencapai 10 persen lebih - dan aspek numpang lewat memungut 'remah-remah iklan' yang secara tidak sengaja dipencet. Jangan mengintervensi dan mencoba untuk mencari tahu dari mana saya mendapatkan 'cerita ini' karena bisa menjadi tolak ukur angka mematikan yang dapat menghancurkan bangsa yang 'tak kunjung berkembang' seperti ini. 

Diskusikan dalam diri sendiri 'apa artinya hidup' karena buktinya tidak akan pernah Anda temukan selama Anda dan yang lain tidak mempunyai sistem komunikasi yang terintegrasi di balik tembok digital dan punya motivasi membangun kesadaran moral hanya bertolak belakang dari "buku pelajaran dan si mbah Google itu". Saya lebih percaya bila Anda mampu menyemangati diri dengan mendengar kisah-kisah religius dan pesan dari Tuhan yang diwariskan oleh ajaran agama masing-masing daripada memprovokasi "dongeng aneh" yang saya tulis dalam diary saya sendiri

Sejauh apapun argumentasi ilmiah Anda, tidak akan pernah bisa untuk membongkar fakta text-book yang berisikan algoritma berpikir manusia di masing-masing negara selama Anda masih 'takut kesetrum' kalau pegang komputer dan masih trauma dengan jahatnya dunia internet yang punya kemampuan multi-linguistik yang membagungkan dan membuatnya disembah-sembah generasi ini sebagai tuhan yang lain. Anda tinggal merefleksikan bagaimana cara menghadapi psikologi generasi ini plus 'generasi super-milenial' yang nggak bakal kalah hebohnya dengan yang sekarang. 

Sebab, spesifikasi moral yang pas 'saat ini' sudah semakin 'tidak pasti' - gender dan seks sudah menjadi 'air keruh' yang tidak dapat difilter lagi dengan efek-efek akademik dan penelitian spesifik terkait psikologi. Kegilaan terjadi pada taraf yang tidak dapat diselamatkan oleh Ilmu Pengetahuan akan buku, tetapi masih punya potensi untuk digerakkan oleh Sang Pencipta dalam porsi rohani yang lebih intens dari yang biasanya. 

Jangan anggap remeh kerusakan moral generasi muda, bukan karena masa depan saja yang hancur, tetapi Tuhan pun akan ikut dihancurkan oleh manusia sendiri karena lebih nyaman kelupaan beribadah daripada kelupaan mengerjakan paper akademik atau membuka gadget sesuai agenda masing-masing. 

Entah poin pertama atau yang kedua, semuanya sama saja: hampir tidak dapat menangisi kenyataan yang mengubah 'bubur menjadi ampas kandang'. Ada yang mungkin ingin sharing tentang penderitaan hidup sebagai motivasi hidup, akan saya apresiasi luar biasa sebagai sesama manusia yang masih berpijak di bumi. Teka-teki lain tidak perlu dibuka lebar-lebar karena saya masih punya 'batu untuk dilempar ke perpustakaan tua' yang katanya 'membuat semua orang bisa menjadi lebih pintar' tapi tidak sedikit yang lupa diri. 

Saya membuka portal potensial untuk dikoreksi demi Anda semua untuk diri masing-masing, terlebih gen 90an yang masih menyisir rambut-rambut cinta dan romantika dari menikmati belaian media yang memabukkan sekaligus menjebak. Laki-laki akan merenggangkan otot kakinya karena berolahraga dalam berbagai peran kontekstual dan dikerubuti keluhan-keluhan tak jelas tentang masa depannya yang 'abu-abu' dan serba-bianglala dalam imajinasi, sedangkan perempuan akan lebih sering menepikan diri menghadapi cermin digital yang membutakan dirinya dari dunia nyata yang 'kurang ramai' menurut prakiraan ketika menengok sosmed. 

Bukan perkara menjaga tema feminisme yang menentang budaya patriarki yang diklaim 'otoriter' dan 'mendominasi', tetapi karena fenomena sosial kontekstual dan peradaban yang dihadapi bukan melahirkan 'masalah' dari 'masalah', tetapi menubrukkan apa yang sebenarnya 'terjadi dalam imajinasi keseimbangan moral' sebagai ciptaan Tuhan. Obyektifikasi perempuan sebagai 'bahan material pencipta imajinasi liar' laki-laki sebenarnya lebih kepada ketumpulan batin dalam mengintegrasikan realitas di dunia nyata dan dunia maya, bukan kepada otoritas budaya yang suka dituduh sebagai 'biang keladi masalah moral' dalam kaitannya dengan gender. 

Sebaliknya, kemunafikan batiniah kedua spesies istimewa ciptaan Tuhan inilah yang melahirkan problematika yang tak kunjung berakhir terkait masalah moral dan posisi sosial seseorang. Laki-laki salah karena kepolosannya dan kejujuran diri yang harfiah akan nafsu fisik (bukan otoritasnya menurut kaum feminis) menjawab tantangan media untuk merealisasikan 'secara paksa' siapa yang mempunyai essential-power menggauli lawan jenisnya atau bahkan saat ini menggauli sesama jenisnya. 

Kebalikannya, perempuan yang tertutup dan sederhana yang penasaran dengan 'peran dominasi lawan jenis' (bukan tertindas, seperti kata feminis) dengan kebutaan imajinasinya dan kebohongan batin 'tanpa senyum' akan cinta dan kasih sayang manusiawi ditantang oleh media untuk merombak rehabilitasi batiniah-nya sendiri sehingga menjadi liar dan bahkan 'lebih ganas' daripada laki-laki saat menyentuh zona G-force dalam teknik penerbangan jangka pendek maupun jangka panjang. 

Kita terbuka saja, bahwa kejujuran saat ini sangat susah untuk ditemukan, mengingat kebohongan batin kerap terlihat dari gelagat Anda saat menyukai orang lain ketika bertemu tetapi terlalu banyak diam sehingga merenung di balik story-story sosial media yang mengindikasikan 'budaya bucin' yang trending sesuai isi hati dan bukan berdasarkan titik GMT Global.

Laki-laki mulai merajut kalimat-kalimat versi 'buaya jantan' menurut 'buaya betina' sambil melirik-lirik album-album 'kecantikan' versi instagram atau gerak-gerik Nyai Kidul versi Tiktok namun sesuai ekspetasi atas komparasi imajinasi mengenai 'target seksual' yang ditemui, memposisikan diri sebagai 'tokoh pahlawan kemalaman' sambil mengejar cita-cita menaklukan perempuan idaman di atas landasan pacu setebal tikar plastik yang intinya 'download success'. 

Perempuan pun sama dan bahkan lebih ganas dalam hal meningkatkan kepercayaan diri dan merawat kulit anti-lecet panas debu kotor dan dosa fisik dengan membumbui pikirannya dengan romantika seni internet yang terlampau jauh - mengkhayali laki-laki idaman seputih kertas HVS A4 yang baru keluar dari PT Percetakan Sindo adalah 'teman bantal'-siang dan malamnya, merombak daftar belanjaan demi menjadi 'model untuk diri sendiri', berspekulasi tentang anak laki-laki yang terlalu imut untuk dipelihara sampai gede.

Bahkan dengan berani menyangkali 'lingkungan pergaulan' dengan berpura-pura menutup pintu dan gorden, menerjemahkan handuk atau zona basah-basah dan 'pelumas pribadi' untuk mengintrospeksi kebutuhan batiniah personal di balik gelapnya kamar tidur yang awalnya sejuk mendadak menjadi panas demi 'memimpikan mimpi yang hanya menjadi mimpi'.

Tidak mengherankan bahwa manusia ciptaan Tuhan versi gen. now seperti ini sebenarnya sudah dimanipulasi oleh media sesuai strategi 'kebangkitan naluriah alam' makhluk tanpa ekor. Bicaralah tentang diri Anda kepada diri Anda sendiri, karena peta habitus Anda tidak sepenuhnya benar menurut mind-map saya yang dianggap 'terlalu bar-bar' tetapi memiliki dikotomi probabilitas yang bisa saja salah dan bisa saja sesuai dengan apa yang saya dengar dari balik microphone batin Anda masing-masing. Generasi Tua akan menjadi pihak yang mengakomodir posisi dan peta perspektif saya sebagai salah satu tolak ukur pertimbangan aneh tapi nyata untuk mengukur:

Seberapa hancurkah Generasi Penerus Anda dan Penerus Tingkat Lanjut Anda yang siap mewarisi kode genetik seperti ini. Poinnya cuman satu: diam dan pastikan bahwa Tuhan masih setia menaruh telinga-Nya di dekat Anda supaya Anda mau berbicara. Selamat mencari jalan kebenaran batin tentang diri sendiri, sebelum memutuskan motivasi yang baik untuk The Next Generation. Benar atau Salah, saya tidak peduli.

*translated by 404 - found on Jan, 25th, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun