Mohon tunggu...
404 Not Found
404 Not Found Mohon Tunggu... Lainnya - 404 Not Found - 最先端の人間の推論の開発者の小さなグループ。

私のグループと私は、デジタル世界の真実を求めて舞台裏で働いている人々です。私たちは、サイバー空間に広がるすべての陰謀の背後にある真実を述べています.

Selanjutnya

Tutup

Diary

(INA - Chapter I) - Saya adalah Menteri Pendidikan 'Idealis' bagi Tanah Air Internet | Catatan 'Diary' yang Menghibur Orang-Orang Kecil dan Sederhana

19 Januari 2023   03:13 Diperbarui: 23 Januari 2023   06:21 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INILAH SAATNYA, WARGA SAYA MENERIMA APA YANG SELAMA INI MEREKA INGINKAN DARI ASPEK PENDIDIKAN

Pertama

Saya sebagai MENTERI PENDIDIKAN "IDEALIS", hendak merombak total sistem pendidikan yang selama bertahun-tahun dianggap 'tidak berdaya guna efektif' bagi sebagian besar lapisan masyarakat negara ini, yang dianggap tidak sepenuhnya mencerminkan cita-cita utama bapak pelopor pendikan negara tercanggih ini yang terkenal dengan semboyan khasnya yakni “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso” dan lebih kepada implementatif-akademik berbasis formal semata. Negara di zona konvensional dianggap gagal dan tidak mampu mewujudnyatakan semboyan itu secara lebih efektif dan hanya berputar-putar pada idealisme-idealisme teoritik semata yang membuat masyarakat yang sedang menikmati apa yang dinamakan pendidikan justru merasa "tidak menikmati sama sekali", bahkan ada yang mengklaim "merasa menderita" dan "terpaksa". Generasi-generasi akademik senantiasa dicekoki teori-teori dan ilmu-ilmu Pengetahuan formal yang 'tak kunjung habis', 'tak semua berdaya guna praktis-sederhana maupun kompleks' dalam jangka waktu yang panjang, serta 'tidak sepenuhnya beraroma nasionalis dan cenderung berbau westernisasi'. Pendidikan seolah lahir dan menjadi media bagi ilmu pengetahuan dan sains untuk mempersenjatai generasi muda sebagai "tentara yang lebih nyaman di dalam ruang tahanan daripada berperang". Mereka terkesan dicekik dan dipaksa untuk mengetahui "semua jenis senjata" yang justru pada akhirnya lebih banyak dibuang di lubang buaya dan kerap dipungut jika itu terpaksa dilakukan karena tak ada senjata lain atau bahkan berani berperang hanya dengan modal nekat dan 'tangan kosong'. Dari generasi ke generasi, satuan pendidikan yang sudah lama ini hanya sedikit dioprek tanpa ada perubahan signifikan dan drastis. Teori dan konsep intelektual yang dibangun tidak seperti tanah liat yang dapat dibentuk-bentuk dan dapat menjadi keras serta kuat pada waktunya, tetapi langsung diberikan batu bata kaku yang sudah tidak bisa dibentuk dan diperkeras lagi sehingga dia mempunyai posisi yang terlalu kaku untuk dipasang di dalam sebuah rancangan struktur bangunan yang ideal - ketika pecah atau patah, kemungkinan dia ditempatkan pada posisi tertentu semakin besar "di bawah", tetapi tidak akan pernah "di atas", kecuali secara kebetulan tidak ada batu lain yang dapat mengisi posisi kosong tersebut dalam sebuah rancangan bangunan kokoh. Generasi muda yang berpendidikan adalah batu-batu yang dipersiapkan untuk membangun "bangunan" Tanah Air Internet kita. Jika pada awalnya dia adalah sebuah tanah liat, dia mempunyai 1001 kemungkinan untuk dijadikan sebagai sebuah media otoritas akan dirinya sendiri - artinya dia mempunyai potensi untuk diambil dan dibentuk menjadi seperti apa dan kemudian difungsikan/dimanfaatkan sebagai apa. Tetapi, ketika dari awal dia justru sudah menjadi batu bata, justru akan sangat kecil kemungkinan dia dapat difungsikan/dimanfaatkan sesuai potensi keterbentukannya. Jika dia tidak dapat menjadi batu bata bagi sebuah proyek bangunan, tidak mungkin dia secara tiba-tiba nun ajaib berubah menjadi mangkuk atau tempayan air. Analogi ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip pendidikan kolonialisme dan neokolonialisme yang cenderung langsung menempa besi tanpa melihat jenis besi apa yang sedang dan akan ditempa. Mereka tidak mengenal kita yang adalah tanah liat, yang dapat dibentuk sesuai dengan keinginan dan fungsinya yang lebih fleksibel. Orang Barat menempa besi karena besi adalah simbolisme dari karakter 'keras dan butuh paksaan agar dapat dibentuk' dan karakter asli masyarakat Tanah Air Internet kita dari zaman dahulu kala sampai sekarang adalah 'tanah' yang dapat dibentuk potensinya dengan 'air', salah satunya adalah tanah liat yang saya pakai dalam cerita ini. Kita memang membutuhkan besi untuk membentuk itu, sesuai sejarah, tetapi tidak semua hal harus selalu dengan besi. Sebaliknya, tanah, di luar jangkauan ilmu pengetahuan zaman dahulu kala, menjadi salah satu dari empat elemen di bumi yang mampu membuat semua makhluk hidup merasa terkesima dan terkagum-kagum - darinya lah kehidupan itu berasal. Saya masih ada cerita lagi, tetapi sebaiknya saya cukupkan saja analoginya. Intinya, saya mau merombak total proporsi pendidikan pada taraf praktik dan teoritik dari setiap jenjang pendidikan, entah itu dari Rumah-taman kanak-kanak-SD-dan-SMP, kemudian SMA, Tingkat Sarjana, Pasca, dan Doktoral.

Kedua

Masuk ke struktur kurikulum. Sesuai dengan targeting dan prospek pendidikan tingkat vital, dasar, dan menengah pertama yang ideal (bagi semua masyarakat kita), tendensi akademik pada proporsi teoritik akan didegradasikan ke level yang lebih sederhana agar lebih kontekstual. Metode pendidikan yang telah diwartakan dari zaman ke zaman via kurikulum-kurikulum sebelumnya akan direduksi secara total sehingga proporsi nya akan lebih seimbang - hal ini disetarakan dengan kemampuan intelektual dan kognitif para generasi muda.

Berbicara mengenai kurikulum, berarti bergantung penuh pada proporsi teoretik dan praktik akademik. Akan tetapi, saya lebih menaruh perhatian kepada aspek-aspek pendukung pendidikan, salah satunya adalah peran agen sosial di bidang pendidikan - artinya menjadi guru 'akan menjadi lebih sulit' dari pada menjadi seorang anggota Polisi Tanah Air Internet. Ini bukan perkara biaya pendaftaran dan sekelebat hal yang berkaitan dengan cuan atau status formal, melainkan tanggung jawab moral menjadi 'teman bertumbuh dan berkembang' para generasi muda. Jangan ragu, karena guru honor dan guru PNS memiliki proporsi gaji dan tunjangan yang 'tidak kalah saing' dengan para pegawai swasta elit lainnya karena ini semua akan sangat berpengaruh dengan skill Anda dalam membimbing mereka "sebagai pengajar dan teman", bukan sebagai "orang yang lebih tua dan ngemis hormat formal". Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tataran ini harus berjaga-jaga sebagai agen pengawas karena di zona ini, Anda-Anda juga bertanggung jawab atas tingkah laku anak. Karena terkadang bukan hanya generasi mereka yang menjadi korban, tetapi bisa mendadak menjadi agen kekerasan terhadap tenaga pendidik. Jaga tindak-tanduk kebijakan Anda yang suka melindungi anak tak berdosa tetapi kedapatan melakukan tindakan di luar dugaan, Anda dan kaki-tangan di sekitar Anda lah yang siap bertanggung jawab atas tindakan perlindungan salah kaprah tersebut. Sepertinya yang seperti ini perlu dipertimbangkan di zona meja hijau, biar bisa dibuatkan UU tertentu secara khusus terkait rehabilitasi bagi anak-anak yang punya latar belakang lingkungan dan psikologi yang tidak adaptif dengan frekuensi sekitarnya.

Sebaliknya, guru harus lebih waspada dengan tingkah laku Anda sebagai orang tua, kakak, dan teman dari murid atau siswa. Anda bukan 'gembala kerbau' yang otoriter demi membajak sawah, karena tugas Anda membajak mentalitas 'tandus' dari generasi muda menjadi 'subur'. Kekerasan pada taraf dimaklumi juga harus dibatasi, karena psikologi generasi muda terkadang tidak terduga dan Anda harus belajar lebih dalam tentang itu - saling membekali satu dengan yang lain. Paling fatal, di negara tetangga, banyak kasus terjadi di mana guru justru memanfaatkan kepolosan karakter generasi muda dan melakukan pelecehan termasuk pelecehan seksual - dan level kejahatan Anda akan saya masukkan dalam proposal 'pengasingan' yang sama persis dengan apa yang akan dipersiapkan kepada para koruptor - pengasingan, pengambilalihan harta-benda, dan pengawasan jarak jauh di tempat terpencil.

Hukuman paling alamiah adalah "biarkan alam yang menghakimi" mungkin lebih bagus daripada menanggulangi kejahatan moral dengan dalih bertobat - karena sisi alam bawah sadar manusia hanya bisa dijatuhkan dengan keterasingan sehingga pertobatan yang Anda tangisi dapat Anda rasakan dengan sendirinya - dari pada negara dan orang-orang yang menegakkan hukum 'dengan terpaksa menanggung dosa' akibat menghakimi Anda? Negara dan masyarakat tidak membutuhkan manusia perusak seperti Anda-Anda yang "seperti ini". Pelecehan mental dan verbal juga menggantungkan situasi Anda yang berada di ujung tanduk - kebijakan peringatan final dan pemutusan atau pemberhentian permanen tenaga pengajar tanpa syarat dari pihak sekolah (dan kementerian) serta larangan penerimaan tenaga kerja "pendidik" mantan pelaku tindak kejahatan pelecehan serupa. Lebih jauh, tangan Kementerian Hukum dan HAM Tanah Air Internet akan support dengan pertimbangan orientatif ini.

Semua ini berlaku untuk jenjang/tingkat pendidikan apa saja, tanpa terkecuali. Kalau terlalu banyak pertimbangan sana-sini sebelum pelaksanaan dan berjalan, berarti Anda adalah agen penggagal yang terlalu bercokol dengan teori-teori sosial-politik-budaya yang cuman jago di teori, tetapi tidak pernah mendengar masyarakat dan bertindak langsung sesuai ekspetasi dan harapan praktis dari masyarakat. Anda tidak menghargai mereka yang juga adalah tanggung jawab Anda. Pertimbangan Anda menjadi suggestion yang konstruktif ketika sudah di tengah jalan dan terdapat ketidak-harmonisan dalam prosesnya, saya apresiasi dan terima itu - tetapi tidak dengan belum memulai tapi sudah ngomel dengan 1001 pertimbangan. Jika Anda terlalu banyak menimbang-nimbang, kenapa tidak mengajukan diri saja sebagai pemimpin dari awal? Saya yakin 101% bahwa Anda akan berdalih bahwa Anda "terpaksa" melakukan ini dan itu, dan biasanya media massa yang akan menjadi sasaran ngeyel-nya Anda - dan itu yang biasanya dilakukan orang-orang cerdas 'teori doang' tapi prakteknya NOL! Intervensi kemungkinan apa yang dapat Anda buat demi membangun bangsa ini secara langsung (butuh praktek sederhana), bukan kritik di atas kertas, diam di atas lapangan. 

Oke, biarkan orang itu mengkhayal tinggi dengan tradisi intervensi pertimbangan teoritiknya, kita kembali pada proyek praktis yang segera dilaksanakan saat ini.  

Semua rules serta agreement of privacy and policy tadi sudah dijelaskan, jadi kalau ada yang kurang nanti akan saya singgung kembali - sehingga saya langsung memetakkan target revolusinya: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun