Mohon tunggu...
404 Not Found
404 Not Found Mohon Tunggu... Lainnya - 404 Not Found - 最先端の人間の推論の開発者の小さなグループ。

私のグループと私は、デジタル世界の真実を求めて舞台裏で働いている人々です。私たちは、サイバー空間に広がるすべての陰謀の背後にある真実を述べています.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ilmu Pengetahuan sebagai "Senjata Teori dan Intelektual" yang 'Menyelamatkan' sekaligus 'Menyesatkan' Manusia Indonesia

18 Januari 2023   00:01 Diperbarui: 21 Januari 2023   06:52 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://i.ytimg.com/vi/hs-jJMTjHoo/maxresdefault.jpg

Ada apa dengan judulnya? Apakah ada yang salah dengan judulnya? Sepertinya saya dengan bodohnya membiarkan judul seperti itu dibiarkan di sana agar banyak orang merasa penasaran dan secara lebih dalam ingin tahu apa yang akan saya ceritakan di sini. Sebenarnya itu adalah lagu lama dari skill branding orang-orang yang suka berkecimpung dalam dunia informatif dan entertainment - yang dikenal dengan istilah clickbait - apa yang ada pada judul, ternyata tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di dalamnya.

Saya tidak membutuhkan kutipan teori dari para kaum skolastik modern karena secara praktis itu sudah terbukti. Namun, masih ada yang bertanya-tanya: "bagaimana Anda bisa menerka-nerka hal tersebut ialah benar adanya?" (pertanyaan ilmiah). Ungkapan serupa pernah dilontarkan dengan serumpun kutipan teoritis yang secara ilmiah itu sah dan valid dalam sebuah perdebatan (yang sebenarnya merupakan perspektif sederhana non-) ilmiah 'tanpa resolusi praktis-realistis' dengan salah satu pembaca tulisan yang membahas mengenai topik "Papua-Indonesia" (tulisan kedua diary saya). 

Saya berusaha untuk diyakinkan dengan sajian teoritikal dari aspek ekonomi-politik, sosial, dan kebudayaan - bahkan menilai perspektif kepribadian saya dari sudut pandang ilmiah - bahwa tulisan saya hanya berbau imajinatif dan cenderung mengarah pada 'cerita karangan'. Saya menyukai adrenalin dengan tekanan warna atmosfer akademik yang seperti itu, tetapi tidak dengan metode cut-and-drop pembahasan saya yang pada akhirnya dinilai 'putus di tengah jalan'. Saya enggan menanggapinya karena saya merasa hal itu hanya akan berakhir 'di atas kertas' dengan nilai A, tetapi tidak dengan penilaian masyarakat akan apa yang mereka dapatkan - apa yang dipelajari di sekolah hanya akan merujuk pada orientasi akademik semata dan bahkan tidak sampai 20-30% bisa diimplementasikan dengan tepat pada konteks 'di atas lapangan' (dan itu bergantung dari teori apa yang dipelajari dan tujuan praktis yang bisa dicapai dari pembelajaran itu sendiri).

Apakah saya salah jika buah perdebatan itu saya linear-kan dengan salah satu kritik yang pernah saya dan Anda mungkin pernah mendengarnya di media - "tentang pendidikan Indonesia yang (sejatinya) sudah parah?" Orang-orang Barat sudah bergerak ke arah discovery dan innovate, sedangkan kita di Indonesia masih bercokol dan bergumul dengan teori-teori purba, kuno, dan ketinggalan zaman? Ataukah saya yang dinilai kurang sekolah atau bodoh karena minim literasi? Kurang membaca buku? Sekali lagi, kata ironis saya ucapkan untuk diri saya sendiri jika Anda meng-iya-kan itu semua - dan saya menghargai pendapat Anda, tetapi saya tetap tidak peduli. Kenapa demikian? saya bukan memperjuangkan nilai akademik dalam menulis diary ini, tetapi "apa yang saya lihat, alami, dan rasakan". Ketika saya menulis dan diapresiasikan oleh siapa saja, saya sangat berterima kasih. Karena menulis merupakan bagian dari belajar. Tetapi, yang membedakan tulisan saya dan tulisan para penulis lain terletak pada nilai ilmiahnya - dan saya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut karena semua tulisan saya ber-kop diary, bukan teori ilmiah apalagi masuk aspek sosial-budaya dan sejumput kategori lainnya yang disediakan oleh Kompasiana secara otomatis. Terus, apa yang akan saya bahas dalam diary saya ini?

________

Saya akan memulai cerita saya dengan dua serangan konseptual yang dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan salah satu pembaca - Apa yang diketahui publik tentang kata paradoks? Bagaimana dengan definisi konspirasi? Apakah ada hubungannya atau tidak? Pertanyaan ini merupakan buah perdebatan sengit yang mempertanyakan kop utama tulisan-tulisan saya. Ini semacam pertanyaan jebakan yang sebenarnya tidak perlu dijawab, karena keduanya punya daya magnetis-interkonektif yang sulit dilepaskan.

Karena saya (seolah merasa) terjebak, maka saya akan menjelaskannya secara sederhana mengenai keduanya dengan penalaran sederhana meski saya tidak terlalu menyukainya. Tujuannya supaya kaum akademisi dapat dihargai pendapatnya mengenai apa yang saya tulis.

Paradoks adalah suatu pernyataan atau situasi yang muncul ketika dua hal yang seharusnya tidak dapat digabungkan dikombinasikan bersama-sama. Contoh paradoks adalah pernyataan "Aku sedang tidak berbohong" - jika seseorang mengatakan ini, maka dia sedang berbohong. Sementara itu, konspirasi adalah teori yang menyatakan bahwa beberapa orang atau kelompok sedang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu yang biasanya merugikan orang lain atau negara. Contoh konspirasi adalah teori yang menyatakan bahwa ada kelompok yang bekerja sama untuk mengendalikan dunia melalui pemerintahan gelap atau kelompok ekonomi. Jadi, perbedaan antara keduanya adalah paradoks terkait dengan pernyataan atau situasi yang tidak masuk akal, sedangkan konspirasi terkait dengan teori yang menyatakan bahwa ada tindakan yang disengaja dari beberapa orang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.

Uniknya, persamaan atau kemiripan antara paradoks dan konspirasi adalah keduanya menimbulkan rasa tidak pasti atau kebingungan dalam pemikiran orang. Paradoks menimbulkan rasa tidak pasti karena pernyataannya atau situasinya yang tidak masuk akal atau tidak dapat dijelaskan, sedangkan konspirasi menimbulkan rasa tidak pasti karena teori yang dikemukakan seringkali tidak dapat dibuktikan atau memiliki bukti yang kurang kuat. Selain itu, kedua hal tersebut juga dapat menimbulkan spekulasi dan perdebatan di kalangan publik, seperti dalam kasus konspirasi yang dianggap tidak benar oleh sebagian orang namun dianggap benar oleh yang lain. Jadi, persamaan antara keduanya adalah keduanya menimbulkan rasa tidak pasti dan spekulasi di kalangan publik.

Kalau masih ada yang meragukan pembahasan ini, saya dan Anda mungkin akan menghadapi situasi salah kaprah atas definisi keduanya. 

(1) Salah kaprah yang umum terjadi tentang definisi paradoks adalah menganggap bahwa setiap pernyataan atau situasi yang tidak masuk akal atau tidak dapat dijelaskan adalah sebuah paradoks. Namun, faktanya bahwa tidak semua pernyataan atau situasi yang tidak masuk akal atau tidak dapat dijelaskan adalah sebuah paradoks. Sebuah pernyataan atau situasi hanya dapat dikatakan sebagai paradoks jika dua hal yang seharusnya tidak dapat digabungkan dikombinasikan bersama-sama. Selain itu, salah kaprah lainnya adalah menganggap paradoks selalu merujuk pada pernyataan atau situasi yang tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan. Padahal, beberapa paradoks dapat dipecahkan atau diselesaikan dengan cara mengubah perspektif atau melakukan analisis yang lebih dalam. Karena itu, penting untuk memahami dengan baik definisi paradoks sebelum menyimpulkan sesuatu sebagai paradoks. Jangan terlalu cepat percaya pada sesuatu yang dikatakan sebagai paradoks tanpa melakukan analisis yang cukup.

(2) Salah kaprah yang umum juga terjadi tentang definisi konspirasi adalah menganggap bahwa setiap teori konspirasi harus selalu merujuk pada tindakan yang disengaja dari beberapa orang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang merugikan orang lain atau negara. Namun, faktanya bahwa tidak semua konspirasi melibatkan tindakan yang disengaja, beberapa konspirasi mungkin terjadi karena kebetulan atau kesalahan. Selain itu, ada juga salah kaprah yang menganggap semua teori konspirasi harus dianggap sebagai hoax atau tidak benar tanpa melakukan investigasi atau analisis yang cukup. Padahal, ada beberapa teori konspirasi yang didukung oleh bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, penting untuk melakukan investigasi dan analisis yang cukup sebelum menyimpulkan apakah suatu teori konspirasi benar atau tidak. Jangan terlalu cepat percaya pada suatu teori konspirasi tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.

Dengan demikian, Anda dapat memosisikan tulisan saya masuk dalam konspirasi yang memuat hal-hal paradoksal atau hanya memuat kisah-kisah imajinatif dan 'konyol'karena saya enggan memilahnya. Diary saya mungkin dapat Anda baca seperti itu dan bukan persoalan global bagi saya.

_____________

Dari perdebatan mengenai 'topik pembahasan tentang Papua-Indonesia', saya sebenarnya tidak peduli dengan kajian teoritis dan konseptual yang disajikan oleh oknum yang memperdebatkan rasionalitas berpikir dan beranalisis menggunakan teori-teori sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Akan tetapi, saya hanya tersentak dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang mampu mengubah psikologi (intelektual) dan alur berpikir manusia menjadi 'terlalu berbahaya' untuk 'lapangan praktis' kehidupannya sehari-hari. Di samping kekaguman saya akan kecerdasan manusia, tetapi di sisi yang lain (dari dalam jiwa yang lain) saya menemukan kejanggalan yang tidak pernah saya temukan dalam tulisan di mana pun, yakni tentang konspirasi dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan - pasti ada motif 'lain' yang menciptakan ilmu pengetahuan sebagai penunjang knowledge manusia. Penelusuran literasi dari sudut pandang yang lain di dunia ini membawa saya kepada korelasi antara konspirasi ilmu pengetahuan yang sampai saat ini masih menjadi misteri:

1) Teori percobaan pemerintah: Ini adalah teori yang menyatakan bahwa pemerintah atau badan-badan ilmiah tertentu secara disengaja menyembunyikan atau memalsukan hasil penelitian untuk mencapai tujuan tertentu.

2) Teori Ilmu Pengetahuan terkendali: Ini adalah teori yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dikendalikan oleh kelompok tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

3) Teori Ilmu Pengetahuan dibatasi: Ini adalah teori yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibatasi oleh kekuatan tertentu untuk menjaga status quo atau mencegah perubahan.

4) Teori Ilmu Pengetahuan Menyesatkan: Ini adalah teori yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah atau universitas adalah tidak benar atau menyesatkan.

Semua teori konspirasi tersebut tidak dapat dibuktikan secara ilmiah dan tidak dapat diterima dalam ilmu pengetahuan yang diterima secara umum. Ilmu pengetahuan adalah proses yang terus berkembang yang didasarkan pada metode ilmiah yang obyektif, dapat diuji dan dapat diterima atau ditolak berdasarkan bukti yang dikumpulkan (dan bukan penalaran murni semata - itu menurut kaidah teori ilmiah). Tidak terlepas dari itu, tentu saja paradoks ilmu pengetahuan turut mewarnai bahasan yang masih linear di atas:

(1) Paradoks Pengetahuan: Ini adalah paradoks yang muncul dari kenyataan bahwa semakin banyak seseorang tahu, semakin banyak hal yang tidak diketahuinya.

(2) Paradoks Percobaan Gedanken: Ini adalah paradoks yang muncul dari percobaan gedanken dalam fisika teoretis yang menunjukkan bahwa kondisi yang seharusnya tidak mungkin dapat terjadi.

(3) Paradoks Olahraga: Ini adalah paradoks yang muncul dari fakta bahwa semakin keras seseorang berlatih, semakin banyak kesempatan untuk cedera.

(4) Paradoks Schrödinger: Ini adalah paradoks yang muncul dari mekanika kuantum, yang menunjukkan bahwa sistem kuantum dapat berada dalam dua keadaan sekaligus.

Semua paradoks di atas merupakan permasalahan yang masih diperdebatkan dalam ilmu pengetahuan dan masih dalam proses penyelesaian. Namun, paradoks ini memberikan dorongan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan menemukan penjelasan yang lebih baik dari fenomena yang terjadi.

Dengan demikian, saya akan lebih setuju jika orientasi "teori-teori" yang dipakai di dalam perdebatan ini sudah diadaptasikan untuk 'mencegah' kemampuan bernalar non-ilmiah manusia untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Teori sebagai produk ilmiah hasil kolaborasi ilmu pengetahuan dan intelektual manusia seolah-olah dijadikan sebagai  "pagar pembatas" yang amat kuat dan sebagai 'tameng pelindung' bagi para penggunanya dari argumentasi-argumentasi praktis. Tujuannya sama: untuk menaklukkan ego moral manusia yang dianggap 'terlalu liar' secara ilmiah. Mereka yang dianggap 'terlalu cerdas' sebenarnya menjadikan sekaligus dijadikan oleh ilmu pengetahuan sebagai tameng dan agensi "penggagal kebenaran praktis" dengan menciptakan term atau kata "paradoks" di balik kisah yang dinamakan "konspirasi". Berbeda dengan ilmu atau teori pasti seperti rumus matematika (dan yang sejenisnya) yang punya daya implementasi-praktis yang terbukti mampu menunjang kehidupan manusia, teori ekonomi-politik, sosial, dan budaya sebenarnya lebih merupakan produk puncak tingkat intelektual yang berbuah dari ilmu pengetahuan praktis-relatif, bukan ilmu pengetahuan pasti. Anda menganggap hal ini "kontradiksi", tetapi saya menamakan pernyataan saya dengan istilah "probabilitas logistika-proposisi".

Probabilitas logistika-proposisi adalah cara untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan logis atau proposisi diterima atau ditolak. Dalam logika matematika, pernyataan proposisi adalah pernyataan yang bernilai benar atau salah, seperti "Mobil itu merah" atau "Mobil itu tidak merah". Probabilitas logistika-proposisi digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan proposisi benar atau salah berdasarkan data yang tersedia. Dalam probabilitas logistika-proposisi, kemungkinan suatu pernyataan proposisi benar atau salah ditentukan dengan menggunakan rumus probabilitas, yaitu P(A) = jumlah kejadian A / jumlah kejadian total. Misalnya, jika kita ingin mengetahui kemungkinan suatu mobil merah dalam kumpulan data 100 mobil, maka kita akan menghitung jumlah mobil yang merah dalam data tersebut dibagi dengan jumlah total mobil yang ada dalam data tersebut. Sebagai contoh lain, probabilitas logistika-proposisi dapat digunakan dalam analisis risiko finansial, untuk menentukan kemungkinan suatu investasi akan menguntungkan atau tidak. Atau dalam bidang kedokteran, untuk menentukan probabilitas suatu penyakit akan diderita oleh seseorang berdasarkan faktor risiko yang dimiliki.

Saya sangat yakin bahwa jenis tulisan dan penjelasan mengenai sebuah term yang dianggap bukan baru sama sekali (sebagaimana yang saya tulis di atas) tidak dapat dikatakan sebagai "sebuah teori baru" secara ilmiah, karena penciptanya (saya) bukan seorang akademisi murni yang berhasil meraih gelar Doktoral (S-III) di sebuah Universitas, tidak pernah membuat sebuah penelitian atau analisis komprehensif terkait 'penciptaan teori' melainkan lebih kepada kolaborasi teori-teori yang sudah ada. Saya memaklumi tanggapan secara akademis tersebut dan (seperti biasa) saya tetap tidak memperdulikannya. Toh, saya sudah memprediksikan kemungkinan pembelaan akademis dari oknum skolastik yang mengemukakan pendapatnya kurang lebih seperti ini:

Probabilitas logistika-proposisi adalah sebuah konsep yang sudah lama dikenal dalam ilmu matematika dan logika. Probabilitas logistika-proposisi pertama kali dikemukakan oleh filsuf dan matematikawan Inggris, Bertrand Russel dan Alfred North Whitehead pada awal abad 20 dalam buku mereka "Principia Mathematica". Konsep probabilitas logistika-proposisi dikembangkan dalam pengkajian matematika logika dan ilmu komputer, yang digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan logis atau proposisi diterima atau ditolak. Konsep ini juga digunakan dalam bidang ilmu lain seperti filsafat, ilmu sosial, ekonomi, dll. Dalam ilmu komputer, probabilitas logistika-proposisi digunakan dalam pembelajaran mesin untuk membuat keputusan atau prediksi yang didasarkan pada data yang tersedia. Ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti analisis data, pengenalan wajah atau suara, pengenalan teks, dan banyak lagi. Contoh konkretnya, dalam pengenalan teks, model probabilitas logistika-proposisi dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu kata atau frasa berada dalam suatu kategori tertentu (misalnya nama, verb, dll.) atau digunakan dalam pengenalan wajah untuk menentukan kemungkinan suatu wajah termasuk ke dalam kelas tertentu (seperti pria atau wanita). 

Probabilitas logistika-proposisi digunakan dalam pembelajaran mesin untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan logis atau proposisi diterima atau ditolak. Dalam pembelajaran mesin, probabilitas logistika-proposisi digunakan dalam metode klasifikasi. Metode klasifikasi adalah metode yang digunakan untuk menentukan kelas suatu objek berdasarkan fitur-fitur yang dimilikinya. Pada metode klasifikasi, model probabilitas digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu objek termasuk ke dalam kelas tertentu. Model probabilitas logistika-proposisi digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu objek termasuk ke dalam kelas tertentu berdasarkan fitur-fitur yang dimilikinya. Probabilitas logistika-proposisi juga digunakan dalam metode inferensi probabilistik yang digunakan untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan logis atau proposisi diterima atau ditolak berdasarkan data yang tersedia. Secara umum, probabilitas logistika-proposisi digunakan dalam berbagai bidang untuk menentukan kemungkinan suatu pernyataan logis atau proposisi diterima atau ditolak. Ini dapat digunakan dalam ilmu matematika dan logika, ilmu komputer, filsafat, ilmu sosial, ekonomi, dan bidang lainnya. Probabilitas logistika-proposisi menyediakan metode yang efektif untuk mengevaluasi dan mengambil keputusan berdasarkan data yang tersedia. 

Silahkan cari referensinya karena saya tidak akan mencantumkannya di dalam tulisan ini, sebab saya ingin menguji kemampuan Anda sebagai seorang akademisi yang "mencintai teori" dan "membenci nalar". Jika dalam waktu singkat tidak dapat Anda temukan, saya sangat yakin bahwa Anda bukan orang yang tepat untuk menjawab tantangan ini. Saya hanya membutuhkan 5-7 menit untuk membangun (lebih kepada bernalar non-ilmiah teoritis) sebuah teori sejenis dengan menggunakan "media" ciptaan saya sebagai media pendukung penalaran saya (dan saya tidak akan pernah memberitahu Anda tentang hal itu).

Akan tetapi, saya akan amat sangat yakin bahwa kemampuan para akademisi untuk memetakan sebuah teori baru masih pada taraf "kolaborasi teori lama dan hasil penelitian terbarukan" sebagaimana harus sesuai kaidah-kaidah akademik yang berlaku sehingga tidak terjadi duplikasi dan menjauhkan 'teori ciptaan'-nya dari kemungkinan munculnya ambiguitas bagi para ilmuwan. Prosedural step-by-step seperti inilah yang menjadi 'langkah ampuh' secara 'struktural' bagi Ilmu Pengetahuan untuk "memasang pagar kuat" agat tidak dapat dilanggar oleh kemampuan nalar manusia 'yang terlalu kuat'. Kembali ke dunia kaum skolastik (baca saja diary yang pernah saya tulis yang memuat tentang "kaum skolastik" dan Anda akan mengetahuinya), saya merasakan kesuksesan besar ilmu pengetahuan dalam menyangkali kemampuan bernalar manusia yang sebenarnya "terlalu hebat" dengan menciptakan konsep adoptif (semacam teknik legal untuk meng-ilmiah-kan nalar manusia yang amat sederhana) sehingga apa yang awalnya dianggap non-ilmiah, pada akhirnya bertransformasi menjadi sesuatu yang bersifat ilmiah. Sekali lagi "nalar manusia" dilangkahi secara sah oleh ilmu pengetahuan hanya dengan 'trik sederhana' itu. 

_______________

Saya enggan membahas "New World Order" sebagai bahan pembahasan yang kemudian dikaitkan dengan ilmu pengetahuan karena dengan menulis 'nalar liar' saya (yang non-ilmiah ini) sudah cukup mengobrak-abrik persepsi publik tentang kemampuan bernalat atau cara berpikir manusia yang sebenarnya 'luar biasa' tetapi 'konyol secara ilmiah'. Kembali pada puncak bahasan terkait perdebatan sengit antara jago teori (pro ilmu pengetahuan) dan jago praktis (pro nalar praktis) - di mana saya yang 'pada awalnya' mengangkat sebuah cerita tentang topik "Papua-Indonesia" dan kemudian di-cut-and-drop oleh salah satu pembaca dengan sejumput teori kutipan yang sebenarnya bukan orientasi kisah yang saya sampaikan sehingga alurnya menjadi tidak menarik sama sekali untuk disimak oleh para pembaca atau pendengar awam.

Saya sebenarnya bisa melakukan counter-unstoppable argument secara praktis, tetapi saya merasa bahwa itu terlalu 'kejam' bagi seorang yang menulis cerita sepele (bagi sebagian besar pembaca) - penanggap punya argumen teoritis, tetapi terlalu idealis pada taraf praktis. Kebuntuan akan terjadi ketika orientasi sederhana dikutip dan ditransformasikan secara ilmiah - mereka senantiasa membungkus semua kisah dengan ideologi teoritis yang hampir tak terbatas - meyakinkan banyak pihak bahwa 'teori akan selalu benar' dan 'nalar adalah salah'. Kesuksesan sebuah ilmu pengetahuan sebagai senjata anti-konspirasi memuncak ketika terciptanya sebuah media pendukung (yang sampai hari ini diakui dunia akademis) yang mampu mematahkan banyak konsep 'liar' yang dikenal dengan buku yang mempunyai nilai atau sifat ilmiah. 

Catatan Penutup

Satu catatan lagi tentang counter-unstoppable argument yang tidak saya lontarkan sebagai sistem 'nuklir tingkat tinggi' kepada salah satu pembaca yang memperdebatkan tulisan saya adalah:

Apa yang telah Anda lakukan untuk daerah Anda? mewartakan teori? tetapi kenapa semakin lama, di daerah Anda semakin rawan bencana manusia? bencana buatan manusia juga ada? itu pada moral-moralnya hilang kemana? terlalu cerdas kah? atau terlalu teoritis kah? kasus-kasus yang mewarnai fakta-fakta atmosfer moralitas di daerah Anda kenapa di media lisan kerap terdengar berita yang tidak menyenangkan, tetapi kenapa Anda berada di sini dan mencoba 'membingkiskan' kisah yang saya ceritakan sebagai sebuah diary kemudian menjadi bahan perdebatan? kenapa tidak Anda mencoba menerapkan teori-teori ilmiah dan akademik itu di daerah Anda? tidak kah itu lebih praktis bagi hidup Anda? saya bercerita bukan untuk meyakinkan bagi saya atau bagi orang lain, dan hanya sekedar sharing. Saya tidak pernah membuka forum ilmiah di dalamnya, tetapi otoritas ilmu pengetahuan macam apa yang membuat Anda mencoba "meluruskan" (secara ilmiah) apa yang saya kisahkan secara "lurus" (menurut nalar saya)? seribu-satu-kata yang Anda wartakan secara ilmiah dan teoritis tidak akan mampu merubah seorang manusia yang secara sadar tidak ingin mewarnai daya berpikirnya dengan teori-teori-teori-teori-teori-teori... Anda tidak akan dapat mem-barter nalar saya dengan teori Anda yang sudah ramai di "pasaran" (sekolah, red.). Artinya saya bukan tidak butuh teori atau sekolah, tetapi momen ini adalah momen bercerita, bukan bertarung argumen. Haruskah saya mendefinisikan apa itu momentum secara etimologis, ontologis, atau menurut beberapa ahli agar Anda percaya bahwa saya juga punya pembekalan teori tertentu meski tidak secerdas Anda.

Mungkin inilah alasannya kenapa banyak sekali orang-orang pintar dan cerdas kerap menyalah-artikan setiap situasi dengan momentum akademik. Anda layak di dunia akademik, tetapi Anda siap 'terancam' untuk dijauhi karena kepekaan Anda yang terlalu 'tebal' - Anda masih 'belum layak' menghadapi situasi praktis dalam lingkungan pergaulan yang tidak se-frekuensi. Jangan berkilah, jangan membela diri. Anda sebenarnya tidak pantas berargumen 'di atas kopi panas' yang diseduh saat gerimis mengundang (situasi santai dan non-akademis). Anda telah dijerat oleh ilmu pengetahuan yang menyesatkan - Anda mencoba mendefinisikan kisah saya dengan konspirasi dalam ilmu pengetahuan ciptaan Anda sendiri dan menuduh seolah saya lah yang menciptakan ruang untuk berargumen (padahal sudah ada footnote "saya tidak peduli").

Saya akan sangat meragukan dan bahkan skeptis dengan pengalaman praktis kehidupan Anda ke depan (tanpa melibatkan aspek akademik sama sekali) di mana Anda yang merasa begitu dominan di zona akademik akan menjadi obyek 'minoritas' di tengah masyarakat karena mereka enggan membahas sesuatu yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi praktis yang secara teoritis bisa saja hanya mentok dan berhenti pada "hitam di atas putih" (tulisan semata). Saya tidak akan menyajikan topik untuk 'telinga dan mata' Anda secara khusus, karena 'terlalu berbahaya' dan dapat merusak frekuensi psikologi lingkungan sekitar karena gelombang pikiran Anda terlalu 'abstrak' untuk ditangkap oleh dinamika prosesor otak para pendengar atau pembaca lain yang tidak sinergi sama sekali. Belajarlah menyeimbangkan frekuensi otak Anda agar secara moral dan situasional agar Anda tidak hanya mengenal buku dan bongkahan-bongkahan teori yang notabene belum tentu semua kalangan dapat mengunyah dan mencernanya.

Berhati-hatilah, sebab ilmu pengetahuan pada taraf tertentu dapat menjadi candu psikologi yang secara tidak sadar dapat membutakan kepekaan Anda sebagai seorang manusia yang butuh sosialisasi dengan manusia lain - Anda akan menciptakan 'instrumen pengacau' dari diri Anda sendiri dan membuat orang lain tidak dapat merasakan kenyamanan. Sebab, Anda menjadikan ilmu pengetahuan bukan hanya sebagai landasan teoritis pada taraf pembekalan kontekstual dalam menghadapi situasi praktis, tetapi Anda menjadikannya sebagai "Tameng dan Pedang" untuk menyelamatkan diri Anda dari kesalahan demi mencapai kebenaran serta secara tidak sadar 'menyesatkan'  diri Anda sendiri dalam konteks situasional yang tidak se-frekuensi - orang lain merasa 'terancam' dan Anda 'merasa menang' dengan kekuatan Anda - dan itu adalah kebutaan moral paling ironis yang pernah saya jumpai dalam menghadapi seorang individu. 

*translated by 404 - found on Jan, 17th, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun