Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perang Hoax

3 Juli 2017   11:11 Diperbarui: 3 Juli 2017   11:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Justru sebaliknya, semakin lama kita dibuat semakin bingung. Berita ini membela si A, berita lainnya menyerang si A. Postingan satu memuji kelompok B, postingan satu lagi mencela kelompok B. Di satu pihak ia dianggap sebagai pahlawan, di pihak lain ia dianggap sebagai penjahat. Bagi yang pro, perbuatan seseorang dianggap benar, sedang bagi yang kontra dianggapnya salah. Bingung dan bingung.

Konspirasi Global

Dari berbagai realitas di media sosial tersebut, kita mengetahui bahwa perseteruan yang ada bukanlah pertarungan yang sesungguhnya. Kita kelihatannya sedang berkonflik dengan kelompok lain, padahal sebenarnya tidak. Kita sepertinya sedang bermusuhan dengan pihak tertentu, padahal kenyataannya juga tidak. Pada hakikatnya kita sedang diperalat, diadu-domba, bahkan dijadikan sebagai kambing hitam.

Ada kepentingan yang lebih besar di sana. Ada pertarungan yang lebih dahsyat di sana. Ada tangan-tangan raksasa yang mencengkeram kerah baju kita dengan kuatnya. Ada adicita. Ada adikuasa. Upaya-upaya masif  dilakukan untuk menggiring opini publik di media sosial demi memuluskan kepentingan mereka. Ia telah menjadi sosok yang sangat menakutkan, tidak saja bagi Indonesia tapi juga dunia. Tapi sayang, sebagian besar kita tiada menyadarinya.

Kita sebagai sebuah pribadi maupun bagian dari suatu bangsa sedang diuji. Bagaimana kekuatan daya nalar kita, ketangguhan akal sehat kita, dan kejelian daya kritis kita. Apakah pada akhirnya kita akan menjadi manusia yang selektif, sensitif, dan obyektif; atau justru hanyut dalam arus derasnya kebohongan, bahkan tenggelam dalam kenikmatan semu karena mengonsumsi berita.

Sejatinya, tiada satu hoax pun kecuali ada produsennya. Ada pula yang berperan sebagai distributor yang menebar berita bohong dengan kekuatan media yang dimilikinya. Ada juga pengecer berita dusta hanya dengan sekedar retweet di Twitter, share di Facebook dan WA, maupun menebar gosip di warung kopi.

Penutup

Daya analisis terhadap informasi yang beredar perlu dibangun dan dimulai dari keluarga. Budaya tabayyun (konfirmasi) sebuah berita perlu dibiasakan di antara semua anggota keluarga. Pendidikan anti-hoax berupa kejujuran dan berani mengungkap fakta yang sebenarnya penting untuk dibangun sejak kecil dalam kepribadian anak-anak kita.

Selain kemampuan memilih dan memilah informasi yang diterima, kemampuan memilih informasi yang akan disampaikan kepada orang lain pun perlu dilatih. Sebuah informasi ada waktu dan tempat penyampaiannya. Tidak setiap informasi yang kita terima layak untuk disampaikan lagi.

Dalam kitab suci ditegaskan bahwa seorang hamba sejati adalah orang yang mendengarkan berbagai berbagai perkataan dan mengikuti yang terbaik di antaranya (Q.S. Az-Zumar: 18). Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Cukuplah disebut pendusta seseorang yang senantiasa menceritakan lagi kepada orang lai semua yang dia dengar”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun