Justru sebaliknya, semakin lama kita dibuat semakin bingung. Berita ini membela si A, berita lainnya menyerang si A. Postingan satu memuji kelompok B, postingan satu lagi mencela kelompok B. Di satu pihak ia dianggap sebagai pahlawan, di pihak lain ia dianggap sebagai penjahat. Bagi yang pro, perbuatan seseorang dianggap benar, sedang bagi yang kontra dianggapnya salah. Bingung dan bingung.
Konspirasi Global
Dari berbagai realitas di media sosial tersebut, kita mengetahui bahwa perseteruan yang ada bukanlah pertarungan yang sesungguhnya. Kita kelihatannya sedang berkonflik dengan kelompok lain, padahal sebenarnya tidak. Kita sepertinya sedang bermusuhan dengan pihak tertentu, padahal kenyataannya juga tidak. Pada hakikatnya kita sedang diperalat, diadu-domba, bahkan dijadikan sebagai kambing hitam.
Ada kepentingan yang lebih besar di sana. Ada pertarungan yang lebih dahsyat di sana. Ada tangan-tangan raksasa yang mencengkeram kerah baju kita dengan kuatnya. Ada adicita. Ada adikuasa. Upaya-upaya masif dilakukan untuk menggiring opini publik di media sosial demi memuluskan kepentingan mereka. Ia telah menjadi sosok yang sangat menakutkan, tidak saja bagi Indonesia tapi juga dunia. Tapi sayang, sebagian besar kita tiada menyadarinya.
Kita sebagai sebuah pribadi maupun bagian dari suatu bangsa sedang diuji. Bagaimana kekuatan daya nalar kita, ketangguhan akal sehat kita, dan kejelian daya kritis kita. Apakah pada akhirnya kita akan menjadi manusia yang selektif, sensitif, dan obyektif; atau justru hanyut dalam arus derasnya kebohongan, bahkan tenggelam dalam kenikmatan semu karena mengonsumsi berita.
Sejatinya, tiada satu hoax pun kecuali ada produsennya. Ada pula yang berperan sebagai distributor yang menebar berita bohong dengan kekuatan media yang dimilikinya. Ada juga pengecer berita dusta hanya dengan sekedar retweet di Twitter, share di Facebook dan WA, maupun menebar gosip di warung kopi.
Penutup
Daya analisis terhadap informasi yang beredar perlu dibangun dan dimulai dari keluarga. Budaya tabayyun (konfirmasi) sebuah berita perlu dibiasakan di antara semua anggota keluarga. Pendidikan anti-hoax berupa kejujuran dan berani mengungkap fakta yang sebenarnya penting untuk dibangun sejak kecil dalam kepribadian anak-anak kita.
Selain kemampuan memilih dan memilah informasi yang diterima, kemampuan memilih informasi yang akan disampaikan kepada orang lain pun perlu dilatih. Sebuah informasi ada waktu dan tempat penyampaiannya. Tidak setiap informasi yang kita terima layak untuk disampaikan lagi.
Dalam kitab suci ditegaskan bahwa seorang hamba sejati adalah orang yang mendengarkan berbagai berbagai perkataan dan mengikuti yang terbaik di antaranya (Q.S. Az-Zumar: 18). Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Cukuplah disebut pendusta seseorang yang senantiasa menceritakan lagi kepada orang lai semua yang dia dengar”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H