Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mutiara Gurun

28 Desember 2016   11:17 Diperbarui: 28 Desember 2016   11:38 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen

MUTIARA GURUN

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Debu beterbangan di sapu angin gurun. Jika memercik ke tubuh, debu itu terasa panas menyengat, sepanas yang yang terinjak kaki. Hamparan padang pasir bak lautan tanpa gelombang. Nun jauh di sana, tampak seperti air danau yang senyatanya hanyalah fatamorgana. Sesekali dijumpai kaktus gurun yang kian meranggas karena terus diterpa terik mentari.

Seorang musafir sedang melintas tempat itu. Ia menuntun untanya yang mulai terlihat kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang nan ganas. Sekalipun badai debu kian berhembus kencang, ia tetap melangkah agar segera sampai di sumber mata air atau perkampungan terdekat.

Sesampainya di sebuah perkampungan Badui, mendadak ia ragu untuk beristirahat. Ia kembali berjalan. Hingga sampailah ia melintasi sebuah tenda tua yang berdiri sendirian agak jauh dari perkampungan. Ia pun berhenti dan mengamati tenda itu secara seksama.

Ia melihat seorang kakek beruban yang sedang duduk di depan pintu tenda. Ia makin penasaran hingga ia berjalan lebih mendekat lagi. Si kakek tampak duduk dengan santai dan wajah yang tenang.

“Masya Allah, kedua tangannya buntung” pekiknya lirih ketika melihat keadaan si kakek itu.

Walau sudah berada di jarak yang dekat, si kakek belum menyadari jika ada orang yang datang kepadanya.

“Ya Tuhan, kedua matanya pun buta”, bisiknya dalam hati sembari telapak tangan kanannya digerak-gerakkan di depan matanya.

Mulut si kakek terlihat komat-kamit seperti sedang melafalkan dzikir tertentu. Si musafir mencoba mendekatkan telinganya untuk mendengarkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun