Mitos #4
Kemerdekaan RI adalah hasil juang yang didominasi oleh kaum laki-laki, dengan perempuan sebagai pihak pasif.
Fakta
Dalam berbagai visualisasi, peristiwa Kemerdekaan RI seringkali menunjukkan identitas maskulin pria dan menggambarkan perempuan sebagai pihak tak berdaya. Ini ditunjukkan entah dalam monumen atau film. Mungkin pembaca juga familiar dengan berbagai monumen yang menunjukkan pejuang laki-laki berdiri dengan gagah dan terdapat sosok perempuan yang hanya terduduk lesu dan pasrah dengan kepergian si-laki-laki ke medan pertempuran.
Faktanya, banyak perempuan yang turut angkat senjata bahkan mengomandani pasukan, seperti Opu Daeng Risadju yang memimpin pemberontakan terhadap tentara NICA di tahun 1946. Sayang, Opu Daeng Risadju, yang lahir dan besar di Sulawesi Selatan, pada akhirnya ditangkap oleh pasukan Belanda dan dipenjara. Selama masa penahannya tersebut, ia bahkan harus menerima penyiksaan secara fisik. Ada pula Johanna Masdani yang merupakan aktivis mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan salah seorang pemudi yang hadir pada Sumpah Pemuda.
Mitos #5
RI adalah warisan kuno kerajaan-kerajaan pribumi Nusantara
Fakta
Sukarno tidak pernah mengakatan bahwa Indonesia adalah warisan kerajaan kuno Nusantara. Justru Sukarno mengatakan bahwa kerajaan kuno Nusantara adalah warisan budaya Indonesia.
Lebih jauh, Sukarno memberikan definisi Indonesia sebagai sebuiah teritori kepulauan di Asia Tenggara yang merupakan daerah bekas jajahan Belanda. Oleh karena itu, NKRI adalah sebuah konsep politik yang modern, bukan sebuah konsep primordial yang didasarkan oleh kesukuan.
Maka, bangsa Indonesia bukanlah mereka yang keturunan “pribumi” saja. Bahkan sebenarnya istilah “pribumi” dan “non-pribumi” tidak dikenal Indonesia bila mengacu pada definisi Sukarno tersebut.