Fakta
Dalam berbagai media mengenai Kemerdekaan Indonesia, etnis Tionghoa digambarkan acuh tak acuh dengan nasib Indonesia. Terdapat pula anggapan bahwa etnis Tionghoa lebih taat pada Belanda ketimbang “pribumi” karena mereka suka pada Belanda yang memposisikan mereka “lebih tinggi” ketimbang pribumi. Apakah benar seperti itu?
Tahukah Anda bahwa terdapat nama-nama Tionghoa yang turut menghiasi daftar veteran pejuang kemerdekaan RI?
Beberapa memang mengangkat senjata dan bertempur dengan rekan mereka dari berbagai sukubangsa.
John Lie Tjeng Tjoan alias Jahja Daniel Dharma mungkin adalah peranakan Tionghoa yang paling dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Pelaut TNI kelahiran Manado ini dijuluki “The Smuggler with the Bible” (Sang Penyelundup dengan Alkitab) karena perannya menyelundupkan senjata bagi pejuang kemerdekaan dan terpampangnya Alkitab dalam kapal Lie, “The Outlaw”. Kapal Lie beroperasi di sekitar Selat Malaka antara Sumatra dan Semenanjung Malaya dan berkali-kali lolos dari blokade ketat armada Belanda. Lebih hebatnya, The Outlaw tidak dilengkapi senjata apapun! Sebegitu krusialnya peran John Lie bagi perang kemerdekaan Indonesia hingga Laksamana Tarmizi Taher mengatakan bahwa tanpa Lie, sejarah perang kemerdekaan Indonesia mungkin bisa berbeda. Pada tahun 2014, TNI-AL menamakan kapal terbaru mereka sebagai KRI John Lie.
Lie Kung Ngo dari Rantau Prapat, Sumatra Utara yang merekrut pemuda Tionghoa menjadi paramedik Palang Merah di medan pertempuran dalam Agresi Militer Belanda ke-II. Diantara veteran Pertempuran di Medan, terdapat nama-nama Tionghoa yang turut serta bertempur bersama suku lainnya dalam menghalau Agresi Militer Belanda ke-II, seperti Tjong Po Lek dan Go Cuek Tjun.
Ferry Sie King Lien, anggota Tentara Pelajar Solo yang tewas melawan Belanda di Agresi Militer Belanda ke-II. Sebagai seorang Tentara Pelajar, usia Ferry Sie hanya 16 tahun. Ferry Sie dikenal jasanya dalam mempertahankan lini depan pasukan Indonesia dengan hanya menggunakan sten gun (senapan otomatis kecil) melawan pasukan Belanda yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja. Sayang, Ferry Sie tewas dalam usahanya mempertahankan kota Solo di usia yang sangat muda.
Arek Suroboyo pun mengenal nama Tionghoa Liauw Thian Moek (Leo Wenas) sebagai salah satu pasukan pimpinan Bung Tomo pada November 1945 yang terkenal tersebut. Begitupun juga dengan Kim Teng asal Riau yang bertempur di bawah pimpinan Hasan Basri. Kim Teng, yang merupakan Tinghoa Totok, kemudian terkenal dengan usaha kedai kopi-nya.
Bukan hanya dalam militer, etnis Tionghoa juga memiliki andil dalam Kemerdekaan RI di berbagai peran sipil, seperti:
Tony Wen (Boen Kim To) asal Pulau Bangka yang membiayai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Akibat aktivitasnya tersebut, ia kemudian ditangkap dan dipenjara oleh Belanda. Tony Wen juga mendirikan “Badan Pemberontak Tionghoa”, sebuah organisasi yang bertujuan membantu perjuangan bersenjata RI.
Lie Yun Fong berjasa dalam mewartakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI ke dunia internasional. Bahkan ketika pemerintahan Sukarno-Hatta harus dipindahkan ke Yogyakarta, Lie turut serta dalam rombongan tersebut sebagai koresponden utama di lini depan usaha mempertahankan kemerdekaan RI.