[1] Muhammad Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan antara Islam dan Barat. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996), 29-30, M. Jindar Wahyudi, Nalar Pendidikan Qur’ani. (Yogyakarta: 2006), 13.
[2] M. Jindar Wahyudi, Nalar Pendidikan Qur’ani, 14.
[3] A. Mustofa, Filsafat Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007), 287.
[4] Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 37.
[5] Ibid., 37-38.
[6] Ibid., 47-48.
[7] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), 39.
[8] Teori Siklus berendapat bahwa sejarah itu bergerak melingkar. Setiap peristiwa historis akan akan selalu berulang kembali. Semboyan terkenal dalam teori ini adalah I’histoire se repete, artinya sejarah itu berulang. Apa yang dulu pernah terjadi akan terulang kembali, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Teori Siklus kadang juga disebut teori Biologis yaitu bahwa kebudayaan itu memiliki mempunyai fase-fase umur seperti halnya manusia, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja dan masa dewasa. Teori Siklus juga disebut Teori Lingkaran Abadi (eternal return), bahwa tidak ada sesuatu yang baru dalam peristiwa sejarah. Segala sesuatunya akan terus berulang secara abadi. Menurut Moh. Ali, sejarah dalam teori Siklus digerakkan oleh sesuatu kekuatan gaib yang disebut fatum (qadar atau nasib). Baca Toto Suhatono, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun. (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2003), 92-93.
[9]M. Jindar Wahyudi, Nalar Pendidikan Qur’ani, 14-18.
[10] Mohammad Noor Syam, 224.
[11] Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, 66.